Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 361. Belum Bisa Melupakanmu



III 361. Belum Bisa Melupakanmu

"Selamat datang, om Dave." Raja dan Gendhis menyapa teman ayah mereka itu sambil memegang remote kontrol permainan PS 5 yang sedang mereka mainkan bersama.     

"Hai, om menemui ayah daddy kalian dulu. Carol, apa kabar? Aku akan menggendong Nathan nanti." Jawab Dave sambil berlalu. Dokter bedah yang sekarang sedang merangkap status ibu menyusui itu tersenyum tanpa berkata apapun.     

"Jack, apa kabarmu? Sudah lebih baik? Ada apa ini? Kenapa kalian mengajak bertemu?" Dave menghampiri Jack dan menjabat tangannya. Jack yang masih duduk di kursi kebesarannya, tidak bisa merenggangkan tangannya terlalu jauh sehingga dia hanya menyambut sedikit dan Dave yang menghampirinya.     

"Lewis sudah pergi ke Italy, jadi hanya kita bertiga yang berkumpul. Aku hanya ingin memberitahu kalau orang yang menembak Jack dengan alasan salah tembak, pemimpin dari orang itu akan menjadi pengawal pribadi keluarga ini mulai besok." Jawab Darren.     

"What? Kamu serius? Bagaimana bisa kamu memaafkan perbuatannya? Dia sudah membuat perutmu bolong dengan timah panas!" Dave tampak geram mendengar kalimat yang diucapkan Darren. Semudah itu dia memaafkan orang yang hampir membuatnya kehilangan nyawa.     

"Aku tahu. Tapi, bukan aku yang mereka tuju. Aku hanyalah korban salah tembak. Aku sudah membuat perjanjian dengan pria itu, dan Darren saksinya. Aku mengajakmu kesini agar kamu juga mengetahuinya sehingga tidak perlu lagi mencari tahu siapa pelaku yang telah menembakku." Jawab Jack dengan suaranya yang masih sedikit lemah.     

"Oh begitu, lalu siapa sebenarnya yang orang itu tuju?" Dave penasaran dengan keputusan yang dibuat Jack. Darren pun terpaksa menceritakan semuanya dari hasil pertemuan dengan kepala preman itu, Jhonny. Dave mendengarkan denga seksama hingga tidak ada satupun yang terlewat dari telinganya.     

"Jadi, kamu akan membantunya menemukan siapa geng musuh mereka?" Dave bertanya setelah mendengar penjelasan dari Darren.     

"Tidak secara langsung. Hanya saja aku membebaskan mereka dari tuntutan penembakan padaku. Terserah mereka mau kemana, selama mereka tidak melanggar kontrak perjanjian denganku." Jawab Jack.     

"Baiklah, aku berusaha mengerti. Sekarang, apa yang kamu ingin aku lakukan?" Dave bertanya penuh semangat.     

"Tidak ada untuk saat ini, bro. Aku hanya minta kamu jangan keget ketika kerumahku ada pengawal berbeda dan di klab malamku pergantian jaga mulai diperlakukan. Anak buahku dari pagi sampai sore hari. Sementara anak buah preman itu melanjutkan 12 jam kemudian." Jawab Jack. Dave mengangguk pelan sambil mengerutkan bibirnya.     

"Ya sudah kalau diputuskan begitu. Aku harap preman itu bisa dipercaya dan tidak justru menyebabkan kekacauan untuk mu dan keluargamu selanjutnya." Ujar Dave.     

"Mudah-mudahan." Darren dan Jack sama-sama mengucapkannya tanpa sadar.     

Mereka bertiga pun lanjut membahas hal lain hingga tidak terasa dua jam lamanya sudah mereka berkumpul. Sampai akhirnya Carol menyela dan meminta ketiga pria yang dianugerahi ketampanan dengan karakter masing-masing itu, diminta untuk keluar dan makan sore bersama.     

-----     

Seorang pria yang sedang berada didalam sebuah kafe dan memilih duduk dekat jendela, tiba-tiba matanya menyipit.     

"Dian? Bukankah itu Dian?" Pria itu yang tidak lain adalah Wawan berlari keluar kafe, meninggalkan secangkir kopi yang baru diminum setengah gelas, mengejar perempuan yang baru saja masuk kedalam mal sebelah kafe ... dengan seorang anak kecil. Anak siapa itu? Apakah anak Dian? Gumamnya.     

"Dian," Wawan langsung memanggil sebuah nama yang sudah membuatnya gila sejak kepergiannya. Wanita itu pun reflek mencari asal suara pemanggil namanya. Betapa terkejutnya Dian ketika melihat yang memanggilnya adalah pria dari masa lalunya, Wawan.     

"Om siapa? Kenapa memanggil nama mommy saya seperti itu?" Devan menegur pria yang ada dibelakang mereka. Dian dan anaknya bermaksud untuk membelikan ayam goreng untuk dimakan bersama nanti saat dirumah sahabatnya.     

"Bukan siapa-siapa. Ayo kita kerumah tante sekarang." Dian hendak pergi melarikan diri ketika tubuh Wawan berdiri menghalangi mereka pergi.     

"Kamu mau apa? Jangan sampai aku berteriak disini!" Dian kesal dengan ulah Wawan yang mencegat dirinya pergi. Wanita itu menggenggam tangan anak lelaki tampannya agar bisa segera pergi dari pria yang mulai tampak menakutkan ini.     

"Ini anak kamu? Anakmu sudah besar ya. Boleh aku menggendongnya?" Wawan mengulurkan tangannya untuk menggendong Devan. Tentu saja Dian menolaknya mentah-mentah.     

"Jauhkan tanganmu dari anakku! Disini tempat umum. Aku bisa membuatmu dipukuli massa." Dian mengeraskan rahangnya.     

"Ayolah, aku hanya ingin bicara. Lima tahun sudah aku tidak melihat wajahmu. Dan, sekarang kamu semakin cantik saja. Pakaian dan tas juga sepatumu tampak mahal sekali. Pantas saja aku tidak bisa bersaing dengan ayah anak itu." Jawab Wawan sinis.     

Dian merasa semakin lama dia disini akan semakin berbahaya. Dian pun memutuskan untuk segera pergi dengan menggenggam tangan Devan untuk segera meninggalkan tempat ini.     

"Kamu mau kemana? Aku belum selesai berbicara." Wawan memegang tangan wanita yang pernah mengisi hidupnya selama 1 tahunan itu. Dian memberontak dan berteriak.     

"Tidak ada yang perlu dibicarakan. Lepaskan aku!"     

"Lepaskan mommy aku!" Devan menendang kaki Wawan dengan sepatunya yang lumayan keras. Wawan mengaduh kesakitan merasakan tulang keringnya ditendang dengan kencang.     

Tidak ada satu orangpun ditempat mereka berada. Sungguh aneh sekali tapi mengingat ini adalah lorong yang berada agak ke dalam, bisa dimaklumi kalau tidak ada orang disini meskipun lampu penerangan terang benderang.     

"Dasar anak kurang ajar!" Wawan hendak menampar Devan namun tangannya menggantung diudara ketika ternyata pergelangan tangannya dicengkeram oleh daddy Devan.     

"Daddy!" Dave mencengkeram kuat pergelangan tangan Wawan lalu melemparkan tubuh pria itu dengan kencang hingga terlempar lumayan jauh.     

"Aaaargghhh!" Wawan berteriak kesakitan merasakan tubuh dan pergelangan tangannya remuk dan patah dibeberapa bagian.     

"Kalian tidak apa-apa?" Dave memeluk Devan dan istrinya.     

"Aku tidak apa-apa. Darimana kamu tahu aku disini?" Dian senang suaminya datang menyelamatkan dia dan anak mereka. Entah apa yang akan terjadi jika Dave terlambat atau bahkan tidak datang sama sekali.     

"Telponmu tidak bisa dihubungi. Jadi, aku kesini karena pelacaknya bekerja dan memberitahukan kalau kalian disini." Ucap Dave sambil menangkup pipi chubby sang istri yang sangat digemarinya.     

"Oh, baru kali ini aku senang pelacak itu bekerja dengan baik." Jawab Dian sambil tersenyum lega.     

"Ayo aku antarkan kerumah Calista." Dave menggendong Devan dan menggandeng tangan sang istri menuju mobilnya yang terparkir di halaman depan mal.     

"Maafkan aku tidak meminta ijinmu sebelum kerumah Calista. Aku tidak menyangka aku akan bertemu dia di dalam mal." Jawab Dian didalam mobil. Devan duduk di kursi penumpang bagian belakang, sementara Dian duduk dikursi samping pengemudi atau Dave.     

"Dia belum bisa melupakanmu sampai saat ini. Oh aku baru ingat, aku bertemu dia dimalam aku menandatangani kontrak dengan klien dari London dan kamu datang menyusul lalu pulangnya kita mendengar suara tembakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.