Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 357. Terbiasa Dengan Kekerasan



III 357. Terbiasa Dengan Kekerasan

0"Apa yang ingin kakak lakukan disini? Kakak sudah menakuti karyawan disini. Aku sedang bekerja disini jadi tolong hargai aku." Jawab pria manager tersebut.     
0

"Hargai? Memangnya apa yang aku lakukan? Aku kesini dengan cara baik-baik." Ujar pria tinggi besar tersebut.     

"Huft, baiklah. Apa yang bisa kami bantu?" Pria yang bertuliskan nama Henry di papan nama yang menempel di atas saku bajunya, berkata pada pria yang besarnya dua kali besar tubuhnya.     

"Aku ingin membeli kemeja lengan panjang dan celana bahan. Tidak usah terlalu formil, yang penting bisa menutupi tato di tempat-tempat terbuka … seperti ini." Jhonny menatap tubuhnya sendiri dan lalu menatap Henry yang menyipitkan matanya.     

"Apa … kakak mau pergi kencan?" Henry bertanya keheranan. Kakak angkatnya ini paling alergi pakai pakaian tertutup. Dia lebih baik bertelanjang dada daripada harus memakai pakaian tertutup. Ya, Jhonny adalah kakak angkat yang Henry kenal di panti asuhan. Mereka berdua berasal dari panti asuhan yang sama.     

Bedanya, Henry mulai diadopsi orangtua asuh sejak usia lima tahun, sedangkan Jhonny diadopsi satu tahun kemudian. Henry di adopsi oleh orangtua yang keluarganya harmonis sedangkan Jhonny diadopsi oleh sepasang suami istri diambang perceraian dan kemudian Jhonny dibawa oleh ibu angkatnya yang menikah lagi dengan seorang preman. Sehingga kehidupan Jhonny kecil sudah terbiasa dengan kekerasan di jalanan.     

Mereka bertemu lagi 20 tahun kemudian secara tidak sengaja di panti asuhan yang membesarkan mereka ketika ada acara peringatan 30 tahun berdirinya panti asuhan tersebut.     

"Kencan? Hahahaha … kamu becanda? Mana ada yang mau sama aku? Lagipula aku tidak suka perempuan jaman sekarang yang manja dan menyukai materi berlimpah." Jhonny melihat-lihat pakaian pria yang digantung di hanger dengan apiknya.     

"Menyukainya? Sebenarnya wajah kakak angkatnya ini lumayan juga jika tidak sangar dan tidak terlihat tattoo dimana-mana. Wajahnya yang kelam dan penuh amarah, wanita manapun pasti takut padanya." Gumam Henry dalam hati.     

"Baiklah, akan aku carikan. Kakak tunggu disini." Jawab Henry sambil masuk kedalam. Terlihat Henry sedang menyuruh anak buahnya untuk mencarikan kemeja ukuran paling besar dan celana bahan ukuran yang sesuai dengan pria yang sedang memperhatikan tanpa berkedip manekin pria yang memakai setelan jas hitam yang berdiri dengan angkuhnya.     

Henry berdiri dibelakang agak jauh dari posisi berdiri Jhonny karena berdiri dekat pria bertato ini seperti seorang anak kecil disamping raksasa. Tidak berapa lama kemudian datangnya dua orang pramuniaga yang membawakan pakaian yang diminta.     

"Kak, ganti bajunya di sebelah sana. Ini pakaiannya." Jawab Henry.     

"Coba aku lihat. Aku tidak perlu mencobanya kalau memang sudah pas." Jhonny pun menerima hanger yang berisi pakaian kemeja motif kotak-kotak dan celana panjang warna hitam. Sejenak pria bertato itu memicingkan matanya dan kemudian berkata, "Aku ambil ini. Bayar dimana? Aku ingin langsung pakai setelah bayar." Jawabnya.     

"Kasirnya lurus belok kanan." Ujar Henry. Pria itu pun berjalan mengikuti arah petunjuk dan tidak berapa lama kemudian, Jhonny menuju ruang ganti pakaian dan hanya butuh 10 menit tiba-tiba pria bertato dengan wajah sangar itu sudah keluar bilik dengan pakaian sangat rapih seperti akan kencan.     

Henry melebarkan mata melihat penampilan sang kakak angkat yang berubah 180 derajat. Tinggal rambutnya saja yang belum rapih atau sedikit parfum untuk memberi wangi pada tubuhnya. Henry berjalan cepat menuju ke bagian dalam lalu keluar lagi membawa sisir dan parfum ditangannya. Manager itu pun menyemprotkan parfum ke pakaian yang dipakai Jhonny dan dia pun memberi sisir pada sang kakak agar menyisir sendiri.     

"Heiii, apa yang kamu lakukan? Aku tidak suka parfum. Menjauh dariku!" Beberapa pramuniaga yang ada disana tersenyum cekikikan. Meskipun terlihat sangar, tapi Jhonny bisa melucu juga ketika berlari-lari menghindar dari Henry yang akan menyemprotkan parfum ke tubuhnya.     

"Kamu harus tampil maksimal agar wanita yang kamu taksir tidak takut padamu. Pakaian hanya bagian luar tapi aroma tubuh juga penunjang saat pertemuan pertama kali." Ujar Henry panjang lebar.     

"Kamu sudah bosan hidup, hah? Aku tidak pernah bilang kalau aku mau berkencan jadi kamu jangan mengambil kesimpulan sendiri seperti itu." Jhonny berkata dengan suara lantangnya sehingga membuat semua orang yang ada disana ketakuan,     

"Ya sudah lah terserah kakak saja." Ujar Henry pasrah. Jhonny pun berjalan keluar dari toko yang lebih mirip butik tersebut, meninggalkan pria yang berdiri terdiam memandang kepergian kakak angkatnya yang sebenarnya baik hanya saja pergaulan dan pekerjaannya yang membuat dirinya menjadi terlihat sangar dan kejam.     

Pria yang kini sudah memakai kemeja dan celana panjang yang rapih, dan sedikit parfum itu masuk kembali ke dalam mobil jeep andalannya untuk menuju rumah sakit yang jaraknya tidak jauh dari toko dimana adik angkatnya bekerja. Pria itu pun memarkirkan mobilnya di basemen bersama mobil lainnya yang hanya memiliki satu tempat parkiran.     

Jhonny merapihkan pakaiannya sejenak sebelum menuju ke resepsionis untuk menanyakan nomer kamar dimana korban salah tembak akibat perbuatan anak buahnya dirawat. Pria itu pun melangkahkan kaki menuju lift dan mulai menuju lantai satu dimana semua pusat pendaftaran dan pertanyaan berada.     

"Kamar tuan Jack Smith ada dilantai 5 kamar khusus VVIP." Jawab salah seorang perawat.     

"Oke, terima kasih." Dengan ragu-ragu pria itu membalas ucapan perempuan yang menatapnya seram. "Ada masalah dengan wajah saya?" Jhonny bertanya pada perawat tersebut.     

"Ti-tidak ada," Perawat itu pun terdiam dan menunduk mencari kesibukan lainnya.     

"Huh." Jhonny mendengus dan menuju lantai yang dimaksud dengan menaiki lift kembali. Tidak berapa lama, pria itu pun sampai dilantai kamar yang dituju. Banyak orang berseragam safari mondar mandir di depan kamar yang akan dikunjunginya. Pria itu pun menghela napasnya.     

Kedatangannya ke korban salah tembak adalah untuk meminta maaf atas perbuatan yang dilakukan anak buahnya tanpa sengaja. Jhonny berharap Jack akan menarik tuntutannya sehingga pergerakan kelompoknya tidak terkekang lagi. Namun, kenyataannya tidak semudah harapannya.     

Pria itu pun terdiam beberapa saat hingga akhirnya memberanikan diri untuk maju terus dan mendekati kamar dimana Jack dirawat. Dari jauh beberapa pria berseragam melihat kedatangan Jhonny langsung berdiri dan bersikap siaga. Ada sekitar 10 orang disana pria dengan postur tubuh tidak jauh berbeda dengan anak buahnya, bedanya para pengawal ini memiliki tinggi tubuh minimal 175cm kira-kira. Tidak seperti anak buahnya yang rata-rata setinggu ukuran pria asia. Kecuali dirinya yang memiliki postur tubuh paling tinggi dibandingkan anak buahnya.     

"Berhenti! Anda mau kemana? Disini sudah jalan buntu, tidak ada jalan lagi." Salah seorang pria menghentikankan langkah Jhonny.     

"Aku ingin menjenguk pasien didalam. Apakah bisa?" Jhonny berkata dengan susunan kata yang sopan dan teratur.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.