Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 313. Diikat di Belakang Tubuhnya



III 313. Diikat di Belakang Tubuhnya

"Titip salam buat si kembar ya. Daddy loves them." Calista merasakan keanehan dari ucapan Darren. kenapa suaminya berkata seolah-olah mereka akan … berpisah? Batin Calista.     

"Darren, please cepatlah pulang. Jangan berkata yang tidak-tidak. Besok kita akan berkumpul untuk bersenang-senang." Calista merasakan ada yang mengganjal dihatinya. Dadanya terasa sesak dan ada sesuatu yang membuat pikirannya tidak enak. Dia benci dengan perasaannya saat ini.     

"Baiklah baiklah. Tunggu aku dirumah. I love you."     

"I love you too." Darren memutuskan panggilan setelah mereka saling melamun menatap layar ponsel masing-masing yang masih tersambung.     

Calista menghela napas mencoba menghilangkan sesak didada. Wanita hamil itu pun segera bangkit berdiri dan meraih telpon yang ada di atas meja nakasnya.     

"Masih ada orang didapurkah? Ada yang ingin aku katakan sekarang. Jangan kemana-mana dulu yaa." Calista menutup telpon perlahan setelah mengatakannya.     

Wanita hamil itu berjalan pelan menuruni anak tangga satu demi satu. Dulu sebelum hamil, dia bisa melompati dua anak tangga sekaligus agar lebih cepat sampai. Tapi kini, dengan perutnya yang sudah semakin besar, melangkah ke satu anak tangga saja butuh perjuangan dan kehati-hatian yang extra. Beruntung, tangga ini dirancang dengan model belok dan lebar juga tidak curam sehingga Calista masih bisa berjalan tanpa bantuan orang lain.     

"Nyonya …" Seorang pelayan yang khusus bertugas di dapur, menyambut nyonya majikannya yang sudah sampai di pintu dapur.     

"Bu, besok dirumah ini akan kedatangan banyak tamu. Kita harus mempersiapkann banyak makanan untuk mereka. Didalam lemari penyimpanan makanan ada apa saja?" Calista bertanya dengan sesekali jeda agar bisa memberi waktu untuk bernapas lega.     

"Masih ada daging, ikan, ayam, juga bahan tepung dan macam-macam, nyonya." jawab pelayan yang berusia sekitar empat puluhan tahun itu.     

"Hmm, kalau begitu aku ingin ibu membuat makanan yang banyak dan jangan pedas. Karena tidak semua temanku suka pedas. Ibu bisa membuat sambal terpisah dan lalapan. Oya, jangan lupa es buah dan pudding. Ada sekitar 10 orang besok yang datang." Ucap Calista. Pelayan itu pun dengan setia mencatat apa saja menu yang diinginkan sang nyonya majikan untuk menjamu semua tamunya besok.     

"Aku rasa cukup segitu dulu, nanti aku tambahkan lagi kalau aku ingat. Yang penting bahan-bahannya ada untuk dibuat." Ucap Calista.     

"Siap nyonya." Pelayan itu pun membungkuk penuh hormat.     

"Ya sudah kalau begitu, aku permisi dulu. Ibu juga kalau sudah selesai urusannya, langsung istirahat saja ya. Karena besok pasti butuh tenaga ekstra untuk masak banyak." Calista berdiri dan berjalan perlahan keluar dari dapur. Perempuan hamil itu memilih untuk duduk di ruang keluarga sambil menonton acara yang mulai digemarinya sejak lebih banyak berdiam dirumah. Cukup lama Calista bolak balik memegang remote dan mencari acara lain setelah acara favoritnya habis.     

Jam pun mulai bergulir ke arah jam 6 sore. Tak terasa sudah hampir 2 jam ibu hamil itu duduk bersandar di atas sofa bed dan akhirnya tertidur lelap.     

Sementara itu ditempat lain, seorang suami yang berencana untuk pulang cepat, ternyata terjebak kesibukan yang entah kapan usai. Sang sekretaris pun nampak menghela napas berkali-kali.     

"Tak seperti biasanya menjelang akhir pekan banyak dokumen yang harus diperiksa dan ditandatangani sekarang juga. Kamu tidak menunda ini kan, Andrew?" Dengan mata yang sudah nampak sangat lelah, Darren dan Andrew bekerja didalam ruangan Andrew berdua saja sambil sesekali Andrew keluar menuju mejanya untuk mengambil dokumen.     

"Saya sudah mencicilnya setiap hari, bos. Tapi entah mengapa para subcont ini meminta sekarang juga dibereskan. Agar besok mereka bisa bekerja langsung sesuai tanda tangan dari bos tanpa menunggu senin lagi." Ujar Andrew sambil mengumpulkan dokumen-dokumen tersebut dan memilah sesuai divisinya masing-masing.     

Darren melirik arloji ditangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam namun semua dokumen ini seperti tidak ada habisnya. Pria bermata hijau ini ingin menelpon istrinya untuk memberitahu kalau dia pulang malam, namun Darren takut mengganggu tidurnya. Maka dia pun memutuskan untuk mempercepat kerjanya agar besok bisa berakhir pekan dengan hati lega tanpa beban.     

Akhirnya, semua pekerjaan itu selesai sudah, minimal sampai hari Senin nanti. Jam menunjukkan pukul 10 malam. Hanya tinggal Andrew dan Darren dilantai ini. Semua lampu sudah padam sejak sore. Mereka pun berjalan beriringan menuju pintu lift.     

"Selamat berakhir pekan, Andrew. Pergilah bersenang-senang agar waktumu tidak terbuang sia-sia." Ucap Darren pada Andrew yang dibalas dengan nyengir malu.     

"Siap bos!" Jawab Andrew singkat.     

Pintu lift pun terbuka dan Andrew menekan tombol GF yang berarti area basemen parkir. Mobil Andrew pun diparkir disana bersisian dengan bosnya. Mereka berpisah setelah masuk dan mengendarai mobil masing-masing.     

Darren menyetel lagu untuk mengusir sepi dan kantuknya. Malam ini dia membawa mobil sendiri karena supir yang biasa mengantar jemputnya sedang ijin untuk urusan keluarga. Ketika sampai dijalanan yang cukup sepi, sebuah mobil mencegat mobil Darren dan menyalip didepannya. Darren yang kaget tiba-tiba untung saja bisa menekan pedal rem sehingga mobilnya tidak menabrak mobil didepannya. Karena sudah malam, Darren tidak ingin keluar dari mobil agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.     

Namun, matanya tiba-tiba melebar ketika melihat orang yang keluar dari mobil didepannya. Dialah istrinya yang sedang hamil besar dengan kedua tangan diikat di belakang tubuhnya dan mulut yang ditutup lakban. Rambut Calista dijambak oleh seseorang dari belakang dengan pistol ditodong di kepalanya.     

"Calista! Jangan sampai sehelai rambutnya tercabut atau kalian akan mati mengenaskan!" Darren geram luar biasa melihat istrinya dengan posisi tidak berdaya seperti itu. Calista menggeleng-gelengkan kepala memberitahu suaminya untuk tidak berbuat ceroboh.     

"Wah hebat hebat, sungguh suami yang sayang pada istri! Prok prok prok …" Seorang perempuan keluar dari mobil bagian depan dengan seluruh wajah dan tubuhnya tertutup sempurna dan hanya menyisakan sepasang mata untuk melihat sanderanya.     

"Siapa kamu? Berani-beraninya menyakiti istri saya!" Darren hendak bergerak maju tapi perempuan itu menodongkan pistolnya ke kening Calista. Calista tidak gentar sedikitpun. Ibu hamil itu tidak menangis atau meraung-raung. Dia tidak ingin Darren bersikap menggila dan panik jika dirinya menangis-nangis. Calista tetap diam dan mencari momen yang tepat untuk mengambil pistol dan melepaskan diri dari pegangan kuat tangan pria yang mengikat tangannya dibelakang.     

"Aku akan lepaskan istrimu, tapi dengan satu syarat." Perempuan itu memberikan kode kepada salah seorang anak buahnya yang lain untuk melakukan sesuatu. Orang yang diberi kode segera mengeluarkan amplop coklat dari balik jaketnya dan meletakkannya diatas kap bagasi mobilnya.     

"Tanda tangani ini! Maka aku akan melepaskan istrimu!" Perempuan itu mengancam. Darren dan Calista mengernyitkan mata tidak mengerti. Tanda tangan apa? Batin mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.