Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 311. Rela Dimadu Asalkan ...



III 311. Rela Dimadu Asalkan ...

0"Selamat datang kembali dirumah, nyonya Dian." Feni dan beberapa pelayan menyambut kepulangan Dian yang menggunakan kursi roda karena masih belum bisa berjalan terlalu lama. Dave setia mendorong kursi roda sang istri mulai dari menurunkannya dari mobil sampai membopongnya menaiki anak tangga menuju kamar mereka di lantai dua.     
0

"Bawa kursi rodanya ke atas." Dave berkata pada pelayan yang ada disekitarnya. Seorang pelayan lelaki pun membawanya serta ke atas, mengekor dibelakang majikannya yang sedang menuju kekamar.     

"Huft, senang sekali rasanya sampai dirumah." Dian tampak lega setelah bisa duduk kembali merasakan kasur empuknya di kamar yang penuh cerita.     

"Kamu tunggu sebentar, jangan kemana-mana." Dian mengangguk dan Dave pun berjalan menuju ke ruang penyimpanan aksesorisnya untuk mengambil sesuatu. Ternyata yang dibawanya adalah sebuah jam tangan.     

"Kamu membelikanku jam tangan lagi? Jam tanganku masih bagus dan belum rusak." Dian tidak mengerti dengan jam tangan yang ada di telapak tangan Dave.     

"Sayang, jam tangan ini ada GPS nya. Jadi, aku bisa melacak kemanapun kamu pergi. Karena kamu sering sekali lupa membawa ponsel." Dave memasangkan jam tangan warna coklat muda itu di pergelangan tangan istrinya yang masih dalam masa pemulihan.     

"Cantik sekali." Ucap Dave setelah melihat jam tangan itu terpasang dengan sempurna.     

"Iya cantik sekali. Kalau hanya sekedar menambah GPS, aku rasa semua jam juga bisa." Ucap Dian dengan polosnya.     

CTAK!!!     

"Awww, kenapa kamu menyentil aku?" Dian merasa perih mendapati sang suami menyentil keningnya.     

"Kamu ini terlalu polos makanya mudah sekali dibohongi orang lain."     

"Ya tapi jangan menyentil aku juga kali. Pinggangku masih sakit dan sekarang dahiku bertambah sakit. Huhuhu, pergi! Aku tidak mau dekat-dekat denganmu!" Dian mencoba menggeser duduknya dan menuju tengah kasur untuk berbaring.     

"Maafkan aku, aku gemas sekali kalau kamu berkata naïf." Dave mengangkat tubuh sang istri perlahan-lahan dan membaringkannya ditengah-tengah kasur.     

"Aku bertambah berat. Kamu jangan membopongku terus." Dian merasa malu sebenarnya kalau berat badannya bisa membuat Dave mengeluh berat.     

"Kamu meremehkanku? Aku bahkan bisa mengangkat berat yang sama dengan berat tubuhku." Ujar Dave.     

"Baiklah, baiklah, aku tidak pernah bisa menang debat denganmu. Eugghh …" Dian memegang pinggangnya yang tampaknya terkena sedikit tekanan sehingga sedikit nyeri.     

"Dave, besok kita kerumah Calista ya. Aku ingin menyelesaikan semua hutang agar tidak akan ada lagi musibah yang menerpa keluarga kita." Dian berkata dengan senyum sedikit lemah terbit di bibirnya.     

"Kamu tidak perlu kesana. Kondisimu belum sepenuhnya pulih. Biar aku saja karena memang aku yang seharusnya bertanggung jawab." Dave menekuk satu kakinya sementara satu kaki lainnya diselonjorkan.     

"Tidak apa, aku ikut. Aku juga mau ngobrol sama Calista setelah sekian lama. Tapi, kita harus janjian dulu dari sekarang." Ucap Dian.     

"Hmm, biar aku yang membuat janji dengan Darren nanti. Tapi saat ini aku ingin berbaring dulu rebahan. Aku ingin tidur minimal satu jam saja. Boleh?" Dave yang sudah memposisikan tubuhnya telentang dan memejamkan matanya, tentu saja Dian mengijinkan.     

"Tidurlah, kamu pasti capek sekali." Dian mengusap rambut tebal sang suami dan menina bobokannya layaknya anak kecil. Dave tersenyum di awal namun tidak berapa lama kemudian terdengar dengkuran halus dari tenggorokannya. Dian memundurkan tubuhnya dan ikut berbaring di sebelah kanan sang suami. Dian mengambil tangan Dave dan memeluka tubuhnya erat-erat.     

Akhirnya, sepasang suami istri itu pun tertidur dengan posisi sangat nyaman di kamar mereka di siang hari yang terik di luar namun sejuk didalam.     

-----     

"Dokter, besok kita kerumah Darren ya, sambil membawa kartu undangan. Kamu besok masuk malam kan?" Jack mendekati Carol dan berbaring manja di bahu sang calon istri yang baru saja mengistirahatkan matanya sejenak dirumahnya yang minimalis setelah dinas semalaman.     

"Iya, huh, aku tidak menyangka kalau aku akan menikah." Carol berkata dengan mata terpejam.     

"Memangnya kamu tidak pernah berniat untuk menikah?" Jack mengangkat kepalanya dan menatap wajah sang calon istri dengan rambut tergerai setelah selesai keramas.     

"Tentu saja aku ingin menikah. Tapi setelah titelku professor, aku punya klinik sendiri dan punya kendaraan hasil aku menabung." Jawab Carol dengan mata berbinar-binar.     

"Dan, suamimu adalah kakek-kakek usia 60 tahun paling muda." Jawab Jack singkat.     

"Ih kamu kok gitu sih? Bukannya mendukung aku." Carol membalikkan tubuhnya membelakangi Jack.     

"Hehe, dokter, untuk memiliki semua yang kamu sebutkan diatas, tidak perlu menunda usiamu untuk menikah. Setelah menikah kamu juga bisa menjemputnya. Aku tidak akan pernah membatasi istriku untuk menjemput karirnya. Hanya saja …" Jack menghentikan ucapannya sejenak.     

"Hanya saja apa?" Carol membalikkan tubuhnya menghadap Jack yang duduk dengan satu kaki diletakkan diatas kaki lainnya.     

"Hanya saja, suamimu ini sangat senang bercinta. Sehari saja tidak bercinta, rasanya ada yang kurang dan butuh pelampiasan. Jadi, kalau kamu terlalu banyak diluar rumah sementara suamimu ini kedinginan setiap malam, aku takut … ada yang bersedia menjadi guling hidup secara sukarela." Jack menggoda Carol dengan wajah dan senyuman nakalnya.     

"Ish kamu! Jadi kamu sebelum menikah pun, kamu sudah berniat untuk melakukan poligami? Dengar ya! Aku rela kok dimadu asalkan …" Carol tersenyum lembut ke arah Jack.     

"Asalkan apa? Adil ya kan?"Jack mengedip satu matanya nakal.     

"Asalkan kamu mau diracun!" Ucap Carol gemas dan pergi meninggalkan Jack sendirian duduk diatas sofa satu-satunya yang ada dirumah itu.     

"Eitt, tunggu dulu! Mau kemana kamu?" jack berhasil menarik tangan Carol yang tidak bisa pergi karena tangannya ditarik. Tubuhnya spontan jatuh diatas pangkuan Jack yang tersenyum senang.     

"Kamu mau apa? Lepaskan!" Kedua lutut Carol menyentuh bagian belakang sofa, sementara dia sendiri duduk diatas paha kekar milik calon suaminya.     

"Seingatku, kita jarang bermesraan ya. Selalu saja ada yang mengganggu." Ujar Jack sambil mulai membuka satu kancing kemeja Carol.     

"Apa yang kamu lakukan? Hentikan!" Carol menahan tangan Jack yang sigap sekali membuka kancing kemejanya satu persatu.     

"Berikan aku sedikit saja." Kedua tangan Jack memeluk punggung Carol dari belakang dan mendekapnya erat sehingga dada Carol menempel sempurna di wajah Jack.     

"Aaahh, lepaskan!" carol yang merasa geli, berusaha melepaskan diri dari dekapan calon suaminya itu.     

Jack justru mengeksplorasi dada Carol dengan wajahnya dan lidahnya. Carol menggigit bibir menahan desahan agar tidak keluar dari bibirnya. Namun, itu ternyata sia-sia. Jack mendengar suara kenikmatan keluar dari bibir Carol ketika Jack berhasil meninggalkan jejak didada cukup besar tersembunyi itu.     

"Euggghh, hentikan!" Tubuh Carol tidak sesuai dengan hatinya. Saat bibirnya berkata tidak tapi tubuhnya meminta lebih.     

"Want some more?" Jack menatap matas dokter muda yang mulai sendu. Carol menggelengkan kepalanya tapi bibirnya sudah merah merona.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.