Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 299. Sama-sama Menderita



III 299. Sama-sama Menderita

0Lewis berjalan menuju lift khusus, lift berbeda yang digunakan Likha saat naik ke atas. Didalam lift itu hanya ada Lewis dan Likha. Likha bersandar di dinding lift, merasakan perutnya yang mual dan kepalanya sedikit pusing. Lewis mendekati sang istri dan memijat keningnya dengan lembut.     
0

Pintu lift pun terbuka dan pasangan suami istri pemilik perusahaan itu keluar dari lift diiringi tatapan beberapa karyawan yang baru saja kembali dari makan siangnya. Lewis yang mendekap pinggang istrinya dengan mesra, membuat semua orang yang melihatnya menjadi iri. Beberapa karyawati mendadak patah hati berjamaah melihat bos ganteng mereka sedang memeluk seorang perempuan yang pasti diyakini wanitanya. Tapi, mereka tidak tahu kalau perempuan itu adalah istrinya.     

Lewis dan istrinya yang berjalan mendapat sorotan dari semua orang yang melihat. Baru kali ini mereka melihat presdir mereka menggandeng seorang wanita. Mobil yang mengantar Likha sudah menunggu didepan lobi. Lewis membuka pintu untuk istrinya di kursi penumpang belakang. Setelah istrinya masukkedalam mobil dan pintu ditutup, pria itu memutari mobil dan menuju pintu sebelahnya. Dua detik kemudian, mobil itu pun melesat meninggalkan gedung perusahaan milik Lewis.     

Beberapa karyawan perempuan melorot sedih dan meraung histeris melihat pujaan hati mereka pergi bersama seorang perempuan.     

-----     

"Sayang, kamu sudah bangun?" Dave melihat pujaan hatinya akhirnya sudah bisa membuka mata seutuhnya setelah dua hari tidak sadar.     

"Anakku … anakku …" Dian reflek meraba perutnya begitu tersadar dari tidur panjangnya.     

"Dia baik-baik saja. Dia anak yang kuat, seperti ibunya." Dave mengusap perut istri tercinta dan menenangkan perempuan yang hampir meninggalkan dirinya itu karena darah yang banyak keluar.     

"Syukurlah …" Jawab Dian dengan senyuman tipis.     

"Apa ada yang kamu rasa sakit? Aku akan panggil dokter." Dave akan pergi namun tangannya ditahan oleh Dian.     

"Jangan … tinggalkan aku. Dia ingin membunuhku." Jawab Dian.     

"Siapa? Siapa yang ingin membunuhmu?" Dave mengeratkan giginya.     

"Perempuan itu. Kamu mau tahu alasan aku berada di kamar hotel itu?" Dian bertanya dengan suara yang masih lemah.     

"Hai Dave, istrimu sudah sadar?" Tiba-tiba Gladys masuk kedalam kamar inap Dian tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.     

"Kamu? Bukankah aku sudah katakan untuk tidak usah datang lagi?" Susah sekali menyuruh perempuan ini untuk pergi menjauh. Batin Dave.     

"Aku korban juga loh. Aku kesini untuk menjenguk orang yang hampir menembakku tapi dirinya sendiri malah tertembak. Huh, konyol sekali bukan?" Gladys menatap tajam Dian yang dibalas dengan tatapan tajam perempuan hamil yang selamat dari bahaya.     

"Kenapa sih aku selalu melihat perempuan ini dimana-mana?" Calista tiba-tiba masuk kedalam kamar Dian setelah kemarin dia tidak datang seharian karena tubuhnya yang tiba-tiba lelah luar biasa. Gladys menatap sinis perempuan hamil didepannya yang dipastikan akan merusak rencananya.     

"Calista …" Dian memanggil dengan suara lemah.     

"Dian, kamu sudah sadar? Baguslah sayang, sebentar lagi akan ada yang merasakan dinginnya lantai penjara." Ujar Calista sambil menatap Gladys dengan tatapan sinis. Dave yang dikelilingi tiga perempuan itu tidak bisa berkata apa-apa. Pria itu lebih memilih berdiri di samping istrinya.     

"Kamu datang sama siapa?" Dian bertanya. Dian khawatir Gladys akan berbuat nekat pada temannya ini, seperti yang dilakukan pada dirinya.     

"Suamiku tentu saja, tapi dia sedang menjenguk Ivan di kamarnya. Untunglah Ivan tidak apa-apa. Rasanya hormone kehamilanku ini mudah sekali emosi dan ingin mencekik siapa saja yang menyebalkan." Ujar Calista dengan melirik sinis ke arah perempuan yang tak disukai olehnya.     

"Heh, sudahlah. Ada saatnya nanti yang salah akan membusuk didalam penjara." Jawab Dian dengan suara rendah karena kondisinya yang masih lemah.     

"Cih! Kalian berdua bisanya hanya menuduh dan memfitnahku. Dave, istrimu yang terkena tembakan karena ulahnya sendiri tapi dia yang menuduhku. Kamu percaya dengannya?" Gladys mencoba mencari simpati dengan memanfaatkan ketidaktahuan Dave saat kejadian. Namun, Dave yang sudah mengalami beberapa kali nyaris kehilangan Dian ini, tidak akan mempercayai ucapan orang lain selain istrinya.     

"Sebaiknya kamu keluar dari sini dan jangan pernah mendekati kami lagi. Kita tunggu hasil penyelidikan dari kepolisian hasilnya." Dave berkata sambil menggenggam erat telapak tangan sang istri yang masih lemah.     

"Kamu akan menyesal nanti!" Gladys menatap penuh amarah dan meninggalkan kamar Dian dengan kaki dihentakkan diatas lantai.     

"Cih! Kok ada perempuan yang tidak tahu malu seperti itu ya? Aku heran, kamu kenal dimana sih perempuan seperti itu?" Calista bertanya pada Dave yang mendapat lirikan sebal dari sang istri.     

"Aku mau jenguk pengawalmu juga. Kamu jaga istriku disini, jangan kemana-mana." Dave keluar dari kamar istrinya dan berjalan cepat menuju kamar Ivan yang berada di satu lantai perawatan hanya beda kamar saja.     

"Huftttt, aku numpang menenangkan diri." Dave masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu dan langsung duduk di atas sofa. Darren dan Ivan yang melihatnya menatap heran.     

"Kamu kenapa? Istrimu sama siapa?" Darren bertanya dengan nada khawatir.     

"Sama istrimu. Mereka benar-benar membuatku tidak bisa berkata apa-apa. Aku tidak bisa bernapas disana." Ujar Dave.     

"Maksud kamu apa?" Darren menghampiri pria yang baru datang itu dan duduk di sofa hadapanya.     

"Gladys, perempuan yang ada dalam satu kamar hotel itu datang lagi tadi ke kamar Dian. Dan, istrimu lalu datang dibelakangnya. Mulailah mereka bertengkar dan Gladys keluar dari kamar dalam keadaan kalah telak. Tiba-tiba istrimu menyindirku dengan mengatakan, "Aku heran, kamu kenal dimana sih perempuan seperti itu?". Aku langsung sesak napas dan keluar kesini. Kalian ngobrol saja, jangan anggap aku ada. Aku numpang duduk." Jawab Dave sambil menyandarkan punggungnya ke sofa dibelakangnya.     

Darren dan Ivan hanya bisa senyum menyeringai. Mendadak Darren teringat dengan penyelidikan dibawah komando anak buahnya.     

"Oya, kamu masih ingat dua polisi yang ikut menunggu diluar ruang operasi istrimu?" Darren bertanya pada pria yang masih kacau penampilannya ini.     

"Tentu saja. Mereka bukan benar-benar polisi kah?" Dave bertanya balik.     

"Bukan. Mereka orang suruhan seseorang yang tidak ingin istrimu sadar dan memberikan kesaksian." Ujar Dave.     

"Apa? Bagaimana kamu tahu itu? Lalu, sudah ketahuan siapa yang menyuruh mereka?" Dave menegakkan badannya seketika mendengar info yang mengejutkan ini.     

"Ivan dan anak buahnya yang menyelidiki. Markas mereka ada disebuah rumah dekat dengan rumah sakit ini. Orang dibelakang layar mereka pasti kuat. Anak buah Ivan masih menyelidki ini. Aku punya ide." Darren mendekati Dave untuk membisikkan sesuatu. Ivan yang masih memegang perutnya bekas luka tembakan, tidak bisa mendengar apa yang dikatakan dua pria pengusaha kelas kakap tersebut, yang sama-sama menderita karena hormone istri yang sedang hamil.     

-----     

Pria posesif itu kini semakin posesif setelah mengetahui bahwa istri sholehahnya sedang mengandung anak pertama mereka yang berusia 6 minggu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.