Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 290. Memiliki Keluarga Baru



III 290. Memiliki Keluarga Baru

0"Tidak ada gunanya tenggelam ke masa lalu. Yang penting sekarang, kamu mau berubah atau tidak? Itu saja intinya." Jawab Donni, seperti seorang bapak yang sedang menasihati anaknya yang salah memilih jalan.     
0

Dave terdiam tidak bisa berkata apa-apa lagi. Bukankah ini sama saja tawaran untuk memiliki keluarga baru, selain keluarga yang berisi istri dan anakku? Batin Dave.     

"Sudahlah, kamu bisa pikirkan lagi nanti baik-baik. Sekarang fokus pada penyembuhan istrimu saja. Aku dan istriku pulang sekarang. Calista bersikukuh ingin menunggu istrimu selesai keluar dari ruang operasi." Jawab Donni. Pria penuh charisma itupun melangkah pergi meninggalkan Dave yang masih diam.     

"Baiklah, aku setuju. Terima kasih atas tawaran yang anda berikan. Anda seperti memberikan kesempatan kepadaku untuk memiliki keluarga baru." Jawaban Dave yang sedikit kencang, membuat Donni memutar kembali tubuhnya dan tersenyum sejenak lalu kembali melanjutkan jalannya menuju istri tercinta yang sudah menunggu disana.     

"Ayo kita pulang, kamu harus cepat istirahat. Darren, jangan biarkan Calista terlalu lama diluar. Dia harus cepat-cepat pulang juga." Donni berkata pada menantunya dan Calista tentu saja.     

"Mamah cepat istirahat ya, terima kasih sudah datang kemari." Calista memeluk sang mamah tercinta dan juga papahnya. Mereka pun berpisah kembali.     

"Kamu pulang saja duluan sama Ivan, aku akan tunggu disini." Darren melihat Ivan baru datang dan meminta Ivan untuk mengantarkan istrinya pulang.     

"Tidak, aku tidak akan pulang sebelum Dian selesai dari ruang operasi." Calista tetap kuat pada pendiriannya.     

Setelah menunggu 4 jam lebih, akhirnya ruangan operasi pun dimatikan lampunya dan keluarlah dokter yang mengoperasi Dian.     

"Bagaimana istri saya dok?" Dave tampak gugup dan berharap-harap cemas istri dan anaknya akan baik-baik saja.     

"Istri anda hebat sekali. Dia masih terus berjuang untuk hidup demi anak yang dikandungnya. Mereka berdua baik-baik saja. Sekarang masih dalam taraf pemulihan. Kalau sudah selesai, akan dibawa keruang rawat inap biasa." Dokter itupun pergi meninggalkan semua orang yang menunggu kesembuhan Dian diluar ruangan.     

"Ahhh syukurlah, istri dan anakku memang pejuang tangguh. istrikulah pahlawanku sesungguhnya." Dave meremas rambutnya dan menundukkan wajah dengan penuh suka cita.     

"Syukurlah istrimu masih bisa diselamatkan. Tapi, bagaimana denganku Dave? Aku lah yang hampir terbunuh." Gladys datang tiba-tiba untuk meminta belas kasihan pria yang baru hampir saja kehilangan istrinya. Perempuan itu duduk disamping Dave dan memasang wajah memelas.     

"Gladys, aku tidak ingin melihatmu lagi. Biarlah polisi yang mengurusnya. Tapi aku percaya, istriku tidak akan berbuat senekat itu." Jawaban Dave membuat Gladys menatap tajam tidak percaya. Pria ini sebelumnya begitu percaya padanya, kenapa sekarang mendadak seperti menjauhinya? Batin Gladys.     

Calista menggeleng-gelengkan kepala melihat perempuan itu masih gigih ingin mendekati suami orang. Gladys pun pergi dari tempat itu dengan membawa berjuta kekecewaan. Walau sebenarnya dia tidak benar-benar pergi karena dia pergi ke kantin untuk memberi jeda waktu lalu kembali mendekati istri Dave yang masih terbaring tidak sadar agar bisa membuatnya tidak bangun untuk selama-lamanya.     

"Sayang, ini sudah sangat malam. Ayo kita pulang dan kembali lagi besok pagi." Darren melihat Calista yang beberapa kali menguap karena kelelahan.     

"Ya, kalian pulang saja. Aku akan menunggu disini." Dave berkata. Calista tidak melihat siapa-siapa disana kecuali dia, Darren, Ivan, dan Dave. Kalau mereka bertiga pulang, maka Dave akan sendirian menunggu temannya. Sungguh ironis sekali hidup tanpa keluarga di sekitar. Tidak ada teman juga kesepian.     

Namun, tiba-tiba mata lelah Calista mendadak segar kembali ketika melihat seseorang yang dikenalnya tidak jauh dari tempat mereka berdiri.     

"Jack, kemarilah!" Reflek semua mata melihat kearah Calista melambaikan jarinya.     

"Jack?" Darren tidak menyangkan akan bertemu dengan temannya disana.     

"Darren? Calista? Apa yang kalian lakukan malam-malam di rumah sakit?" Jack yang sedang menunggu Carol bertugas malam akan segera pulang, berjalan-jalan didalam rumah sakit berkeliling sejenak meluruskan otot kaki dan tangannya.     

"Temanku menjadi korban penembakan orang jahat." Jawab Calista sambil mengeratkan giginya penuh emosi.     

"Luka tembak? Ckckck, sekarang dimana pasiennya?" Jack bertanya.     

"Masih di ruangan observasi." Jawab Calista. "Oya, aku minta tolong boleh?" Calista bertanya dengan mata lelahnya yang tampak dengan jelas.     

"Tolong temani suami dari temanku ini disini. Temanku tidak boleh dibiarkan sendirian di kamar. Dia harus ada yang bergantian berjaga." Calista berkata. Jack melihat ke arah Darren dan bertanya dengan kode alis mata dinaikkan. Namun Darren hanya bisa menjawab dengan bahu diangkat. Mendapati dirinya tidak ada yang menolonng, akhirnya Jack berkata:     

"Hai, maafkan aku bukannya tidak ingin menolong, tapi aku juga hanya sebentar disini dan sepuluh menit lagi mau pulang." Jack memilih untuk berkata langsung pada pria yang ada didekatnya itu.     

"Bukan aku yang meminta." Ucap Dave pelan dengan suara lelahnya. Jack melirik arlojinya dan masih ada waktu setengah jam lagi sampai Carol selesai tugasnya.     

"Baiklah, aku temani setengah jam kedepan." Jawab Jack.     

"Terserah kamu." Jawab balik Dave.     

"Jack, aku dan Calista pulang dulu. Kalian baik-baik saja disini." Darren merangkul bahu sang istri dan berjalan pulang meninggalkan dua lelaki yang masih berada didepan pintu ruangan operasi. Tidak ada percakapan sama sekali diantara mereka. Dave tampak sangat lelah dengan mata terpejam dan nafas yang teratur.     

"Kamu istirahat saja, biar aku yang menunggu ruangan itu terbuka." Jack berkata sambil tersenyum. Sungguh Jack merasa sebagai suami kelak dia akan mengalami hal-hal seperti ini. Menunggu istri yang sakit atau bahkan melahirkan dengan segenap jiwa dan raga juga mengalahkan rasa kantuk yang mendera hebat.     

"Dave, aku ingin melihat istrimu, aku harus memastikan dia tidak apa-apa." Gladys datang dengan tergopoh-gopoh berharap dirinya akan diterima dengan baik oleh Dave, sepeninggal perempuan hamil dengan perus besarnya.     

"Dia tidak apa-apa. Kamu belum pulang juga?" Dave heran, perempuan ini melekat terus seperti lem yang tidak mau terlepas sedetikpun.     

"Aku tidak bisa pergi sebelum melihat istrimu baik-baik saja. Dave, aku juga terluka. Kenapa kamu tidak melihat diriku sedetikpun?" Gladys tampak ingin menangis dengan wajah memelasnya.     

"Maaf, kamu siapa?" Jack mendengarkan saja percakapan antara Dave dengan perempuan seksi ini.     

"Aku pacar dari Dave." Jawab Gladys mantap.     

"Hahaha, kamu pacarnya? Kenapa kamu tidak berani katakan itu saat istri temanku ada." Jawab Jack sambil tertawa lebar.     

"Cih, perempuan hamil yang arogan itu? Dia berani sekali untuk ukuran wanita hamil." Jawab Gladys.     

"Karena dia sudah mengalami semua kejadian yang membuatnya lebih tangguh dari wanita hamil manapun." Jack membela Calista yang memang benar-benar tangguh.     

"Jack, kamu disitu?" Carol tiba-tiba datang. Dokter muda itu mencari Jack kesana kemari dan akhirnya menemukan pria flamboyant itu didepan ruang operasi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.