Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 294. Dokter Gadungan



III 294. Dokter Gadungan

0"Tentu nyonya, mari." Ivan berjalan didepan Calista dan kini mobil mereka berdua sudah meninggalkan kediaman Darren untuk menuju rumah sakit tempat Dian mendapatkan perawatan setelah kejadian penembakan pada dirinya.     
0

Setelah kurang dari satu jam, mobil yang ditumpangi Calista pun sampai di depan sebuah rumah sakit, tempat dimana sahabatnya baru selesai dioperasi tadi malam. Seharusnya pagi ini sudah sadar dan bisa dijenguk.     

Calista dan Ivan berjalan memasuki rumah sakit melewati lorong dan belokan. Setiap perawat yang melihat Calista lewat, selalu tersenyum ramah dan bahkan ada yang berkata, "Sudah waktunya ya bu? Mau dimana lahirannya? Anaknya cewek atau cowok?" Calista hanya bisa tersenyum balik seramah mungkin. Karena mereka memang tidak tahu kalau ini baru hamil 5 bulan, huhuhu. Batin Calista.     

"Ivan, kamu tunggu disini ya. Eh, atau kamu masuk saja deh." Calista yang semula ingin menjenguk Dian seorang diri, lupa kalau didalam pasti ada suami temannya. Jadi, dia pun menyuruh Ivan untuk masuk menemani.     

Calista mengetuk pintu dan beberapa saat kemudian pintupun dibuka.     

"Kamu," Dengan wajah kusut dan lelah, suami temannya itu membuka pintu.     

"Dian belum sadar kah?" Calista langsung masuk dengan langkah perlahan-lahan dan suara setengah berbisik.     

"Sudah tapi masih belum bisa diajak banyak bicara." Jawab Dave.     

"Kamu mandi dulu sana dan rapih-rapih sedikit. Biar Dian pas bangun bisa lihat wajah suaminya yang segar. Dia pasti tak mau lihat suaminya sedih dan dan tidak terurus." Jawab Calista. Dave mengernyitkan alisnya. Tidak pernah ada yang bisa memberinya perintah selain istrinya, tapi untuk saat ini, saran perempuan hamil ini benar juga. Dengan menghela napas, Dave berjalan menuju kamar mandi yang ada didalam kamar untuk menyegarkan tubuh dan pikirannya.     

Calista menghampiri sahabatnya. Beberapa selang masih terhubung ke tubuhnya. Perempuan hamil itu menyentuh perlahan perut Dian dan mengucapkan kalimat, "Jadilah anak yang kuat dan tangguh seperti ibumu ya nak. Sayangi ibumu selalu. Dia mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkanmu. Jadi anak yang baik ya sayang." Pelan namun suara Calista sepertinya terdengar oleh ibu si bayi. Dian mulai menggerakkan satu jari dan membuka matanya perlahan. Mungkin perempuan malang ini ingin mengatakan sesuatu tapi bibirnya belum sanggup untuk berkata apapun.     

Calista langsung menekan tombol panggilan ke pos perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat datang.     

"Ada yang bisa saya bantu, bu?" Perempuan muda dengan seragam ciri khas perawatnya datang bertanya dengan ramah.     

"Teman saya sudah mulai sadar." Jawab Calista singkat. Meskipun keadaanya sedang hamil besar, Calista masih tetap lincah dan suaranya pun masih penuh wibawa.     

"Oh, sebentar saya panggil dokternya." Perempuan itu pun kembali keluar kamar. Tidak berselang lama kemudian, seorang dokter datang pria datang, tapi tidak bersama perawat tadi. Dokter tersebut membawa sebuah jarum suntik yang masih tertutup rapat. Dokter tersebut mengenakan masker dengan rambut di belah tengah.     

"Anda dokternya?" Calista mengernyitkan alis. Kenapa bukan bawa stetoskop tapi malah bawa suntikan? Pikir Calista. Dokter itu mengangguk dan tidak mengatakan apapun.     

"Tunggu, anda mau ngapain? Bukankah seharusnya diperiksa dulu baru dikasih tindakan?" Calista setengah berteriak berkata pada dokter tersebut. Ivan yang melihat nyonya majikanya berteriak, segera menghampiri mereka. Dokter itu tidak melihat keberadaan Ivan di pojok kamar.     

"Kamu bukan dokter ya?" Calista mulai curiga sejak awal dokter itu masuk dengan melihat kesana kemari. Pria yang mengenakan jas dokter dan masker itu pun melebarkan matanya. Dia kaget begitu melihat ada pria lain didalam kamar itu. Ketika dia bertanya pada suster yang baru keluar dari kamar ini, katanya hanya seorang perempuan hamil yang menunggui pasien.     

"Ivan, ringkus dia! Hati-hati!" Dengan gerakan cepat, Ivan menangkap lengan dokter gadungan tersebut dan suntikan yang dipegang dokter gadungan itu pun jatuh ke lantai. Pria itu masih berusaha melarikan diri dengan menendang kasur Dian agar bia bergerak memutar. Calista kaget karena kasur Dian berpindah cepat menuju dirinya dan hampir saja menabrak perut besarnya. Untung saja, Dave yang baru keluar dari kamar mandi dan mendengar teriakan Calista, bergegas keluar dan menarik ibu hamil tersebut menjauhi ranjang dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegang kasur sang istri yang bergeser nyaris jauh dan tiang infus pun nyaris jatuh mengenai tubuhnya.     

Calista segera berdiri tegak setelah menemukan pijakan tangan. Dave bergerak cepat menyelamatkan istrinya dengan menarik kasur dan tiangnya untuk menjauh dari pergulatan Ivan dengan dokter gadungan tersebut.     

Ivan hampir berhasil meringkus pria tersebut tapi pria itu justru mengeluarkan senjata api dari balik jasnya dan menembak Ivan tepat di perutnya.     

"Aaaahhhh …" Calista berteriak panik melihat pengawalnya memegang darah di perut dengan telapak tangannya.     

"SIAL!" Dave hendak menangkap penjahat itu namun pria itu menodongkan pistolnya tepat ke arah Dave. Pistol tersebut memakai peredam jadi orang yang diluar tidak tahu kalau didalam kamar ini sedang terjadi penembakan dan percobaan pembunuhan.     

Pria itu tidak mengeluarkan sepatah katapun. Ivan sudah terkapar di lantai. Dave dan Calista terpaku tidak bisa bergerak kecuali ibu hamil yang menangis sesenggukan melihat kondisi pengawalnya yang entah sudah mati atau masih hidup.     

Pria itu menodongkan pistolnya ke arah Dian yang masih terbaring lemah. Dave yang melihat arah pistol itu kemana, menggertakkan gigi dan menahan emosinya. Pria itu jelas-jelas datang ke kamar ini ingin membunuh istrinya. Pasti, ada orang lain yang menginginkan nyawanya.     

Tiba-tiba Calista berteriak, "Darren, awas jangan masuk!" Pria itu sontak menoleh ke belakang dan kesempatan itu tidak disia-siakan Dave untuk merebut pistol ditangannya dan menghajarnya. Pistol itupun terlepas dari genggaman si dokter gadungan dan kedua pria itu berkelahi untuk menjatukan satu sama lain. Tanpa takut, Calsita menendang pistol itu ke kolong kasur. Perempuan hamil itu tidak bisa keluar kamar untuk meminta tolong karena pergulatan dua pria itu berada tepat di depan pintu.     

Tampak Dave ditinju dan Dave pun membalasnya dengan tendangan. Calista berpikir untuk mencari benda yang bisa digunakan sebagai senjata. Matanya mencari kesana kemari sambil menekan tombol merah untuk memanggil suster diluar. Perempuan yang membawa tubuhnya sendiri saja susah payah, menemukan kursi didekat kasur dan mengangkatnya tinggi-tinggi mencari waktu untuk melumpuhkan pria tersebut. Setelah dirasa cukup, Calista langsung memukul pria itu dengan kursi yang diangkat tinggi-tinggi Calista dan BRAKKKKK, pria itu pun pingsan seketika dengan kursi menghantam punggungnya.     

Dave berdarah-darah di bibir dan matanya. Seorang perawat masuk dan berteriak histeris melihat kekacauan didalam kamar pasien VVIP nya, terutama kelita melihat ada korban bersimbah darah.     

"Cepat tolong teman saya, dia terkena tembakan di perut." Calista berteriak histeris. Suster itu pun segera keluar dan berteriak memanggil siapa saja di luar, "Ada korban pembunuhan, cepat kemari!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.