Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 293. Selalu Merasa Lapar



III 293. Selalu Merasa Lapar

0Calista kini sudah melewati masa morning sickness dan berganti dengan mulai melahap makanan apa saja. Perutnya selalu merasa lapar setiap satu jam sekali tapi wanita hamil yang sudah menyelesaikan skripsinya itu hanya dalam waktu satu bulan, makan apel sebagai kompensasinya.     
0

"Bawa Ivan untuk mengawalmu. Tapi, kamu telpon dulu mamah apakah ada dirumah atau tidak. Biar tidak sia-sia datang kalau tidak ada orang dirumah." Jawab Darren sambil memotong steak sapi lada hitam yang didampingi smashed potato dan jagung pipil juga wortel sebagai pelengkap sayurnya. Darren selalu sarapan steak satu minggu sekali, di hari lain dia akan makan nasi menemani sang istri.     

"Kalaupun mamah tidak ada, aku mau langsung menjenguk Dian. Bolehkan?" Calista tersenyum dengan menampakkan barisan gigi putihnya yang gingsul.     

"Boleh, tentu saja boleh. Tapi kamu tidak boleh lama-lama dijalan. Ingat, kandungan kamu itu besar sekali. Dan kalau kebanyakan jalan, nanti kamu capek. Setelah dari rumah sakit, kamu harus langsung pulang." Ujar Darren.     

"Oya, sayang. Kalau boleh, aku mau punya asisten perempuan saja. Kalau aku bawa Ivan kemana-mana sepertinya tidak bagus juga. Atau Ivan dan seorang perempuan juga lebih baik lagi. Jadi yang perempuan akan memegangi aku kalau aku tidak bisa kelamaan berdiri." Ujar Darren.     

"Boleh juga usulmu, tapi siapa?" Pertanyaan Darren tentu saja tidak bisa langsung dijawab Calista. Perempuan hamil itu diam sambil mengangkat kedua bahunya.     

"Hera sudah satu bulan pergi, mungkin bulan depan akan kembali. Tapi itu terlalu lama." Jawab Darren lagi.     

"Kamu cari orangnya saja siapa. Aku ikuti saja terserah kamu." Jawab Darren lalu mengelap bibirnya dengan serbet bersih setelah selesai melahap steak nya dan menenggak habis minuman air putihnya.     

"Okay," Jawab Calista sekenanya. Karena dia juga tidak tahu siapa orangnya.     

"Aku pergi dulu. Kamu hati-hati di jalan. Aku usahakan pulang cepat jadi kamu juga jangan diluar rumah lama-lama." Darren membantu sang istri bangun dari duduknya karena mengalami sedikit kesulitan. Suami siaga itu mendekap pinggang Calista yang mulai melebar seiring bertambahnya usia kandungan perempuan cantik yang mulai chubby itu. Mereka berjalan beriringan menuju pintu depan. Darren sudah bilang untuk tidak mengantarnya ke depan tapi Calista memaksa. Perempuan hamil itu tidak ingin duduk terus jadi dia selalu usahakan berjalan kesana kemari semampunya.     

"Aku berangkat dulu. Jangan terlalu capek. Diminum susu hamilnya dan banyak makan ya, tidak usah takut gemuk. Aku mencintaimu apapun adanya. Mmuuahhh …" Darren mencium pipi kanan dan kiri juga ubun-ubun sang istri. Terakhir tentu saja ciuman di bibir selama beberapa detik. Calista merasa sangat dimanjakan dan senang luar biasa memiliki suami yang memiliki sifat romantis. Meski diawal-awal nikah, sifatnya seperti gunung es dan dictator selalu memerintah. Namun lama kelamaan, sifat Darren melunak dan menghangat setiap saat.     

"Hat-hati dijalan yaa. Bye Daddy …" Ucap Calista menirukan suara anak kecil. Hal itu membuat Darren terkekeh. Akhirnya mobil itu pun pergi dan meninggalkan kediaman Darren Anderson.     

"Ivan, kemarilah!" Calista berjalan pelan masuk kedalam rumah sambil memegang pinggang dan menahan perut bagian bawahnya. Perempuan hamil itu pun duduk di kursi makan yang tidak akan membuatnya susah berdiri dibandingkan duduk di sofa.     

"Siap nyonya." Ivan berdiri tegap dengan kedua tangannya didepan.     

"Aku mau kerumah mamah papahku dan suamiku sudah mengijinkan. Tapi, aku harus memastikan dulu orangtuaku ada dirumah. Setelah itu, aku mau kerumah sakit menjenguk Dian. Oya, bagaimana perkembangan penyelidikan yang kamu lakukan pada dua orang polisi gadungan itu?" Calista mulai teringat dengan dua polisi yang dia minta Darren untuk menyelidiki. Namun tugas itu kemudian dihibahkan kepada Ivan.     

"Mereka memang bukan polisi, nyonya. Mereka menuju rumah besar di dekat rumah sakit. Sepertinya itu markas mereka." Jawab Ivan singkat. Sesungguhnya Ivan tidak ingin melaporkan temuannya pada nyonya majikan tapi karena Calista meminta jadi dia terpaksa menjawab. Meskipun tidak semuanya.     

"Humm, aku sudah duga. Aku merasa perempuan yang kemari datang itu ada hubungannya. Bukankah dia yang ada didalam kamar hotel saat kejadian bersama Dian? Aku curiga dengannya sejak pertama melihatnya. Begini saja, aku telpon mamahku dulu. Kalau tidak ada, kita langsung kerumah sakit saja." Calista memegang belakang kursi untuk bisa bangun dan dia ingin menaiki anak tangga menuju kamarnya tapi Ivan yang sudah risih sejak tadi melihat nyonyanya kesulitan untuk berdiri, segera memanggil seorang pelayan untuk mendekat.     

"Nyonya, anda tidak usah ke kamar. Biarkan pelayan yang mengambil tas anda dan keperluan lainnya." Seorang pelayan perempuan sudah berdiri diantara mereka dan Calista pun mengangguk setuju.     

"Tolong ambilkan tas saya diatas kasur dan telpon diatas nakas. Oya, bolero warna biru juga tolong ambil di dalam lemari ya." Ucap Calista dengan sopan.     

"Siap nyonya." Pelayan muda itu pun segera setengah berlari menaiki anak tangga dan menuju kamar tuannya. Hanya butuh waktu beberapa menit dan semuanya sudah ada ditangan Calista.     

"Terima kasih yaa." Jawab Calista pada pelayan yang membawakannya. "Sebentar Ivan, aku telpon mamahku dulu." Calista menerima ponsel yang diberikan pelayan dan mulai melakukan panggilan."     

"Mah, apa kabar mamah? Sehat-sehat?" Terdengar suara Agnes yang lemas ditelinga Calista. Calista menduga mamahnya masih sakit.     

"Aku baik-baik saja sayang." Ujar Agnes. Sesungguhnya Agnes lemas karena baru saja selesai dijadikan sarapan oleh papahnya Calista. "Ada apa?" Agnes membungkus tubuhnya dengan selimut hingga sebatas dada. Sang suami yang baru saja 'kenyang' sedang berada didalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.     

"Mah, aku mau kerumah mamah sekarang, apa bisa?" Calista bertanya dengan suara pelan.     

"Oh maaf sayang, kami harus keluar rumah dulu. Mungkin siang baru sampai rumah." Jawab Agnes dengan nada masygul karena sudah menolak anaknya untuk berkunjung.     

"Oh begitu, ya sudah lain kali saja. Yang penting mamah sehat selalu. Kalau begitu aku tutup dulu ya mah telponnya. Mamah jaga kesehatan selalu ya." Ujar Calista.     

"Pasti sayang, kamu juga. Jangan terlalu capek. Kandunganmu sudah semakin besar. Baru usia 5 bulan tapi sudah seperti 9 bulan, hehe." Jawab Agnes.     

"Iya mah. Terlihat sekali ya besarnya, hehehe …" Jawab Calista balik.     

"Ya sudah, kamu hati-hati di jalan. Salam buat Darren."     

"Okay mah, see you mah. Salam buat papah juga."     

"Ok sayang, bye."     

"Bye."     

Huft, Calista menghela napasnya. "Kita langsung kerumah sakit saja. bisa berangkat sekarang?" Calista menanyakan kondisi mobil dan tentu saja kesiapan Ivan sebagai supir.     

"Tentu nyonya, mari." Ivan berjalan didepan Calista dan kini mobil mereka berdua sudah meninggalkan kediaman Darren untuk menuju rumah sakit tempat Dian mendapatkan perawatan setelah kejadian penembakan pada dirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.