Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 304. Pengalaman dan Pertemanan



III 304. Pengalaman dan Pertemanan

0"Oh kamu lagi ada teman. Maafkan aku jadi mengganggu kalian." Maura menunduk sopan dan mengulurkan tangannya untuk berkenalan pada perempuan berjilbab.     
0

"Maura …"     

"Likha …"     

"Calista, aku mau …" Maura memberi kode ingin berbicara berdua saja dengannya namun Calista menolaknya dengan halus.     

"Tidak apa-apa, Likha juga temanku. Lagipula tidak ada rahasia penting yang akan kita bicarakan bukan? Ayo silahkan duduk, Maura." Calista berjalan menuju gazebo yang tadi sempat ditinggalkan dua wanita hamil. Maura memberikan senyuman jenak yang tidak senang dengan apa yang dikatakan Calista.     

"Jadi, apa yang ingin kamu katakan? Katakan saja, tidak apa." Calista bertanya setelah mereka bertiga duduk melingkari meja bundar yang terbuat dari kayu tersebut.     

"Calista, seperti yang kamu ketahui, kalau skripsi kita sudah selesai dan tinggal menunggu wisuda saja. Dan, kondisiku sekarang aku memerlukan tempat kerja untuk magangku sebelum memasuki dunia kerja yang sesungguhnya. Jadi, maksudku kemari adalah, bisakah aku minta tolong padamu untuk bicara pada suamimu agar mau menerimaku untuk bekerja di perusahaan suamimu?" Maura berkata dengan wajah memelas dan memohon.     

"Jadi, ini maksudnya mendekatiku beberapa hari ini dengan menanyakan keadaanku berkali-kali dalam sehari?" Pikir Calista.     

"Hmm, bagaimana ya Maura. Aku tidak bisa ikut campur dalam urusan pekerjaan suamiku. Lagipula, kita kan fakultas keguruan jadi tempat yang paling cocok untuk magang adalah di sekolah, bukan di perusahaan. Bukankah begitu?" Calista memberikan jawaban menohok pada perempuan yang tersenyum terpaksa itu.     

"Ya tapi kan jurusan kita Bahas Inggris jadi kita bisa bekerja dimana saja yang penting sesuai dengan keahlian kita." Jawab Maura lagi tidak mau kalah.     

"Oh benar juga ya. Tapi, tetap saja aku tidak bisa membantumu. Kenapa kamu tidak coba berbicara langsung saja pada suamiku? Pasti dia bisa langsung memberikan jawabannya padamu." Calista tersenyum ramah. Likha yang mendengarkan percakapan dua perempuan didepannya itu mulai memahami situasi yang terjadi. Namun perempuan berhijab itu hanya diam menyimak saja apa yang sedang dibicarakan.     

"Aku sudah ke kantor suamimu tadi pagi tapi dia menolakku mentah-mentah." Jawab Maura dengan wajah sendu.     

"Oya? Apa suamiku memberikan alasan penolakannya?" Tanya Calista.     

"Entahlah, aku juga tidak yakin. Tapi, aku mohon padamu untuk bisa membicarakan sekali lagi dengan suamimu, sebagai tanda pertemanan kita. Please." Maura menangkupkan dua telapak tangannya didepan dada.     

"Aku tidak mau berjanji tapi aku akan coba." Calista tersenyum ramah pada Maura dengan wajah chubbynya.     

"Oh terima kasih Calista." Wajah Maura nampak berbinar-binar.     

"Sebentar lagi, aku yang akan memiliki status nyonya Anderson. Kamu hanya akan menjadi masa lalunya saja, Calista." Batin Maura dengan perasaan berbunga-bunga.     

"Aku boleh bertanya padamu?" Calista tiba-tiba bertanya.     

"Tentu saja, kamu mau bertanya apa?" Maura menjawab dengan penuh keramahan.     

"Kenapa kamu bersikeras ingin bekerja di perusahaan suamiku. Apakah ada yang kamu tuju disana? Selain pengalaman bekerja tentu saja." Sahut Calista sambil memakan kue lumpur yang tersaji cantik diatas piring yang terbuat dari kayu berwarna kehitaman. "Eh ayo dimakan dan diminum, jangan malu-malu." Perempuan yang menggulung rambutnya ke atas itu mempersilahkan dua perempuan dihadapannya untuk sama-sama menikmati sajian yang telah disiapkan pelayannya.     

"Tentu saja pengalaman dan pertemanan. Aku dengar kalau kita sering bergaul dengan para karyawan maka pola pikir dan pergaulan kita akan seperti mereka. Aku hanya ingin mencobanya saja." Jawab Maura dengan penuh kehati-hatian.     

"Oh begitu, baiklah. Aku akan coba berbicara dengan suamiku nanti." Jawab Calista dengan sikap yang masih tetap tenang seperti tidak mengetahui apapun.     

"Ya sudah, begitu saja. Aku masih ada janji lagi dengan seorang teman. Terima kasih atas jamuan dan bantuannya padaku. Aku pasti akan membalas budimu suatu saat nanti." Ucap Maura, perempuan dengan rambut hitam tergerai indah.     

"Jangan repot-repot. Aku juga belum tentu bisa membantumu. Tapi aku akan usahakan." Jawab Calista lagi.     

"Terima kasih banyak, aku tunggu kabar baik darimu." Ujar Maura sambil pamit untuk meninggalkan dua perempuan tersebut.     

Sepeninggal Maura yang telah hilang dari bayangan, Likha mulai memberanikan diri bersuara.     

"Apa kamu merasakan apa yang aku rasakan?" Likha bertanya dengan suara rendah.     

"Jangan katakan kalau kata hatimu sama seperti kata hatiku." Jawab Calista kembali.     

Likha menaikkan alisnya dan menggangguk pelan. Calista menghela napas melepaskan sesak didadanya.     

"Awalnya aku kira dia perempuan baik-baik. Tapi, tak kusangka ternyata …"     

"Calon perusak rumah tangga." Lanjut Likha. "Ups, maafkan aku. Bukan maksudku berkata begitu. Tapi, aku merasa dia bukan perempuan baik-baik." Lanjut Likha lagi.     

"Iya, aku tahu maksudmu. Aku juga merasakan hal yang sama. Suamiku pun sudah menduga makanya dia tidak mengijinkan Maura untuk bekerja di perusahaannya." Jawab Calista.     

"Huft, sudah semakin siang. Aku pulang dulu yaa. Terima kasih sudah menerima perempuan tidak punya pekerjaan tetap ini ngalor ngidul kemari." Jawab Likha dengan tersenyum malu.     

"Aku justru senang ada teman. Besok datang lagi yaa. Aku akan buatkan kue brownies andalanku." Jawab Calista.     

"In Syaa Allah, aku akan kirim pesan jadi tidaknya kesini lagi besok." Likha berdiri dan mengucapkan salam perpisahan sementara kepada teman yang sama-sama hamil itu. Mereka pun berpelukan dengan hangat. Calista mengantar kepulangan Likha yang dijemput supir Likha sampai dipintu depan rumah.     

"Hati-hati ya, sampai jumpa besok." Ujar Calista sambil melambaikan tangan.     

"Terima kasih," Likha melambaikan tangannya juga.     

Rumah Likha yang berdekatan sebenarnya membuat ibu hamil itu lebih ingin berjalan kaki tapi suami posesifnya tidak mengijinkan, apalagi Likha belum kenal siapa saja penghuni cluster ini. Khawatir terjadi sesuatu pada istrinya maka Lewis mengharuskan Likha menggunakan supir untuk pergi kemanapun.     

Ketika mobil sudah sampai didepan pintu gerbang rumahnya, Likha melihat ada sebuah mobil parkir diluar gerbang rumahnya.     

"Mobil siapa itu pak?" Tanya Likha pada sang supir.     

"Saya tidak tahu, nyonya. Sebentar saya turun dulu." Pak supir itu pun melepaskan sabuk pengamannya dan turun menghampiri mobil tersebut. Dan, tiba-tiba keluarlah seorang wanita cantik dengan pakaian mewah dan berkelasnya. Likha menganga lebar mengetahui perempuan yang keluar dari mobil tersebut adalah mantan klien yang menyewanya saat ke Italy, Grace.     

Likha pun keluar dari mobil dan menemui Grace dengan menghela napas sebelumnya.     

"Grace …"     

"Well, sudah berani memanggilku dengan nama saja, cih! Ternyata disini tempat persembunyianmu." Grace mengamati rumah yang cukup mewah namun tampak asri didepannya itu.     

"Anda ingin masuk kedalam rumah? Atau, hanya sekedar lewat saja?" Likha bertanya dengan penuh kesopanan.     

"Cih! Apakah pantas menerima tamu diluar rumah?" Tanya Grace lagi.     

"Baiklah kalau begitu, mari silahkan masuk." Likha berjalan menuju pintu masuk khusus pejalan kaki dan pintu gerbang mobil pun terbuka lebar beberapa saat kemudian. Grace kembali masuk kedalam mobil yang dikendarainya sendiri itu untuk masuk kedalam kediaman Lewis yang berhasil diketahuinya setelah menyewa orang untuk membuntutinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.