Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 287. A Rh (-)



III 287. A Rh (-)

0"Huh, kamu kira aku anak kecil yang tidak tahu benda apa yang aku pegang? Bersiap-siaplah untuk menjemput ajalmu segera." Jawab Gladys dengan mata melotot dengan aura iblisnya. Dian berhasil mendekat dan kedua perempuan itu pun memperebutkan sebuah pistol dengan delapan peluru didalamnya. Ketika tiba-tiba … DORRRRR!     
0

Entah siapa yang tertembak karena keduanya sama-sama terdiam membatu dengan mata saling menatap sendu satu sama lainnya. Tapi, ternyata tiba-tiba Dian jatuh keatas lantai dengan tangannya yang bersimbah darah. Perempuan hamil itu tampak menangis melihat darah dari tubuhnya sendiri yang membanjiri tangannya. Tidak berapa lama kemudian, perempuan malang itu pun jatuh ke lantai. Gladys yang melihat musuhnya sudah tertembak, segera mengelap senjatanya dan menaruhnya di tangan Dian seolah-olah Dian bunuh diri.     

Perempuan kejam itu menunggu beberapa saat untuk memastikan perempuan yang ada dibawah kakinya itu sudah mati tidak tertolong setelah itu baru dia menelpon pihak keamanan hotel.     

"Dimana istriku? Dimana Dian?" Dave panik kalang kabut setelah mengetahui sang istri terkena luka tembak. Dave dan beberapa asisten rumah meluncur ke rumah sakit seperti yang di laporkan pihak kepolisian kalau ada tindakan bunuh diri didalam kamar hotel dengan korban dan pelakunya adalah wanita hamil usia tiga bulan.     

"Bapak yang sabar yaa, pasien sedang ditangani oleh dokter." Seorang perawat mencoba menenangkan Dave yang panik luar biasa dan mengeluarkan air mata menangis histeris.     

"Saya suaminya, bagaimana mungkin saya bisa sabar!" Dave berteriak kencang di ruangan depan operasi.     

"Tenanglah pak, kami akan melakukan yang terbaik yang kami bisa." Ujar perawat itu dan dia pun segera masuk kedalam ruangan.     

Dua orang petugas polisi datang untuk meminta keterangan pada Dave namun sepertinya kondisinya tidak memungkinkan jadi mereka pun duduk menunggu beberapa saat.     

"Dave, Ya Tuhan, istrimu benar-benar gila. Dia ingin membunuhku dengan pistol. Aku sedang duduk-duduk di dalam kamar tiba-tiba dia datang menodongkan pistol padaku. Dan, semua terjadi begitu saja." Gladys menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya seolah-olah takut dan gemetaran dengan peristiwa yang baru saja terjadi.     

"Nona Gladys, terima kasih sudah memberikan keterangan di kantor polisi kami. Kesaksian anda akan kami kroscek dengan kesaksian dari pihak lain." Dave menatap nanar perempuan yang duduk disebelahnya ini. Dia pun berdiri dan sontak berkata, "Istriku tidak mungkin berbuat senekat itu. Lagipula darimana dia mendapatkan senjata? Dan untuk apa dia ke hotel tiba-tiba? Pasti ada yang tidak beres disini." Dave menyeringai curiga pada Gladys yang tidak berani menatap mata Dave langsung. Dave tahu ada sesuatu yang janggal disini.     

"Dian, dimana Dian? Apa yang terjadi pada Dian?" Calista yang mendengar kabar dari Feni, pelayan Dian saat Calista menelponnya, membuat perempuan hamil besar itu meluncur ke rumah sakit tempat temannya mendapatkan pertolongan. Darren berada disampingnya dan tentu saja Ivan dibelakang mereka.     

"Bagaimana kejadiannya? Tidak mungkin Dian punya senjata api. Bahkan menembak saja dia tidak bisa, bagaimana mungkin punya pistol?" Calista berkata dengan panik.     

"Sayang, sudahlah. Tahan emosimu." Darren mencoba menenangkan sang istri.     

TING! Ruang operasi tiba-tiba dibuka pintunya.     

"Untunglah hanya menggores pinggang, tidak sampai mengenai perutnya. Tapi kami butuh tambahan darah karena kondisi pasien yang sedang hamil." Ujar suster yang keluar dari ruangan tersebut.     

"Golongan darah apa? Cepat katakan!" Dave bertanya setengah berteriak.     

"Pasien membutuhkan darah A Rh negative." Jawab suster tersebut.     

"Aku tidak bisa, golongan darahku B." Dave terduduk lemas tidak berdaya. Gladys tampak menyeringai senyum puas. Calista tanpa sengaja melihat senyuman mencurigakan di wajah Gladys, perempuan yang duduk disamping Dave.     

"Aku sedang hamil jadi tidak bisa. Darren juga B." Jawab Calista.     

"Ambil darahku saja." Tiba-tiba Donni muncul dari arah belakang dan mengagetkan semua orang." Aku A Rh negative." Jawabnya dengan mantab. Donni tersenyum pada Dave yang masih bengong tidak percaya. Pria yang ingin dia hancurkan keluarganya, malah menjadi dewa penolong untuk istri dan calon anaknya.     

Donni pun berjalan menuju arah yang ditunjukkan suster tadi. Bersama Donni, Agnes dibelakangnya pun ikut datang. Kini ruang tunggu operasi penuh dengan keluarga dari pihak Calista. Entah mengapa, ada angin hangat menyembur ke hati Dave. Ternyata masih ada yang peduli dan mau menolong istrinya.     

Gladys menampakkan wajah tidak senang begitu Donni berjalan menuju ruangan lab untuk diperiksa dan diambil darahnya. Calista mengamatinya dari jauh.     

"Perempuan itu siapa?" Calista bertanya pada Dave yang sedang menundukkan wajahnya.     

"Yang mana?" Dave menjawab dengan lemah.     

"Itu yang tadi duduk disebelahmu." Jawab Calista lagi.     

"Oh, dia perempuan yang ada dikamar hotel bersama Dian saat kejadian. Dia yang melapor ke polisi begitu tahu Dian menembakkan pistol ke perutnya." Ujar Dave tanpa ekspres.     

"Cih! Kamu percaya begitu saja cerita perempuan itu? Gerak geriknya mencurigakan." Calista memicingkan matanya dan terus melihat perempuan itu sampai hilang dari pandangan.     

"Entahlah, tidak ada bukti dan saksi disana selain mereka berdua." Jawab Dave lemas.     

"Kamu kenapa sayang? Kamu tidak mencurigai dia kan?" Dave menarik tangan sang istri untuk duduk disisinya.     

"Feelingku sebagai seorang perempuan merasakan kalau dia punya maksud tidak baik. Dave, kamu harus menjaga istrimu dua puluh empat jam. Aku merasa dialah yang menyebabkan Dian tertembak." Ucapan Calista sontak membuat semua orang yang ada disana melebarkan matanya.     

"Sayang, maksud kamu apa? Hati-hati kamu bisa terkena pasal pencemaran nama baik." Darren mengingatkan sang istri yang akhir-akhir ini semakin besar perutnya semakin kuat daya berpikirnya. Bahkan sering memecahkan masalah sepele di rumah dan di kantor Darren yang tidak bisa dia tangani.     

"Maksud aku begini, bisa jadi kejadiannya seperti ini. Dian ditelpon suruh datang ke hotel lalu Dian disana disekap dan hendak disiksa lalu Dian melawan dan kemudian terjadilah perkelahian hebat antar wanita dan tiba-tiba perempuan jahat itu mengeluarkan pistol dan mereka berdua pun memperebutkan pistol hingga yang terjadi adalah pistol itu justru melukai Dian. Perempuan jahat itu menghilangkan jejak sidik jari di pistol dan membuat Dian seolah-olah memegang dan bunuh diri dengan pistol itu. Bagaimana?" Calista mengatakan sambil napasnya tersengal-sengal . Semua orang yang hadir disana, melongo tidak percaya dengan hipotesa yang berusaha dijabarkan dengan detail oleh Calista.     

"Prok prok prok luarrrr biasaaaa. Istriku ini semaki bertambah usia kehamilannya, daya insting detektifnya semakin hebat saja. Apakah setelah melahirkan nanti, kamu mau melamar jadi detektif?" Darren bertepuk tangan dan menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan berapi-api yang dilontarkan sang istri.     

"Praduga dari nyonya bisa kami pertimbangkan. Kami akan mengecek kamera CCTV segera." Jawab dua polisi itu bergantian.     

"Bukannya kamar hotel tidak boleh dipasang CCTV?" Tanya Calista lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.