Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 284. Bekerja Dari 0



III 284. Bekerja Dari 0

0"Siapa tadi, nona?" Seorang perempuan menghampiri perempuan rambut pendek yang sedang berdiri dengan wajah judes dan kesal.     
0

"Ssst, kalau disini jangan panggil aku nona. Bisa ditebas aku sama papi." Jawab perempuan itu.     

"Oh maaf nona, saya juga tidak berani memanggil nama saja." Jawab perempuan itu sungkan.     

"Panggil saja aku, Diana kalau disini." Jawab perempuan dengan rambut pendek tersebut.     

"Baik nona, eh Diana." Jawab teman sesama karyawan di butik tersebut. Diana, sebenarnya adalah anak dari pemilik butik tersebut. Pemiliknya adalah maminya yang ingin anaknya bekerja dari 0 biar bisa merasakan sendiri bagaimana pengalaman jadi anak buah sebelum menjadi bos.     

"Dia itu pria sombong. Aku rasa dia homo karena dia seperti alergi begitu kalau aku dekati." Jawab Diana dengan muka sungutnya.     

"Hihihihi, nona eh Diana mesti mendekatinya dengan agresif. Ya kan? Cobalah nona sedikit jual mahal pada lelaki. Kalau perempuan terlalu kelihatan sekali pendekatannnya, nanti lelaki jadi takut dan menjauh." Jawab teman yang merupakan anak buah sebenarnya.     

"Oh begitu ya? Hmm, aku tidak tahu itu. Tapi, kalau aku jual mahal sedangkan dia menjauh ditambah lagi sifatnya yang sombong, bagaimana mungkin kami bisa bertemu?" Jawab Diana lagi.     

"Tapi, nona sekarang sudah tahu kan dia tinggal dan kerja dimana? Nah, nona tinggal dekati aja atasannya dan pura-pura sedang butuh sesuatu. Tapi, nanti kalau ada dia disana, jangan sekalipun melihat atau menegurnya. Pura-pura tidak melihat saja." Ujar teman sekaligus penasihat percintaan anak majikannya tersebut.     

"Wah benar juga katamu. Kamu cerdas sekali. Utu utu utu … aku makin sayang padamu." Diana mencubit gemas pipi chubby temannya itu namun temannya itu malah berkata setengah berteriak minta dilepaskan.     

"Non-nona, lepaskan aku. Nanti orang-orang kita kita pasangan lesbian." Perempuan itu sekarang yang gantian merengut.     

"Huft, susah sekali sih mau agresif saja." Diana pun pergi meninggalkan penasihat percintaannya sambil menyeringai sinis. Semua teman-teman yang melihat mereka berdua tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.     

-----     

"Wah terima kasih papah mamah mau repot-repot datang kerumah." Calista senang sekali sore ini acara makan malamnya semakin meriah karena kedatangan papah dan mamahnya.     

"Ya, mamah papah juga tidak mungkin membiarkan kamu berjalan kesana kemari dengan perut kamu yang semakin besar itu. Tidak terasa kita mau jadi nenek kakek ya, sayang." Agnes melihat perut anaknya dengan wajah cerah. Namun, Calista melihat mamahnya seperti kurang sehat karena senyumnya seperti dipaksakan. Calista memilih akan bertanya nanti setelah acara makan malam selesai.     

"Pah, aku tahu siapa yang mencelakaiku tapi aku rasa aku tidak akan melaporkannya saat ini ke kantor polisi. Karena, aku tahu kebahagiaann temanku sedang aku pertaruhkan." Donni dan Agnes saling bertukar pandang dan menatap Darren kemudian. Darren yang sudah tahu keputusan istrinya, hanya bisa diam dan menyesap minuman air putihnya sekali tenggak.     

"Kamu tidak takut kalau dia akan mengulangi lagi perbuatannya padamu?" Donni menghentikan menyendok makanan kedalam mulutnya, ketika mendengar ucapan anak semata wayangnya.     

"In Syaa Allah tidak pah. Aku yakin teman aku bisa membimbing suaminya ke jalan yang benar. Suaminya sangat menyayangi dia. Dia pasti mau mendengarkan apa yang dikatakan temanku itu." Calista tersenyum lebar. Pipi chubbynya semakin terlihat saja seiring penambahan berat badannya.     

"Papah terserah kamu saja. Tapi, kalau dia berbuat seperti itu lagi, papah tidak akan segan-segan mematikan bisnisnya dan membuatnya masuk penjara seumur hidup." Ujar Donni. Agnes dan Calista saling bertatapan dan menelan saliva susah payah.     

"Tenang saja pah, Calista sekarang tidak aku ijinkan keluar rumah lagi kecuali denganku dan pengawalnya. Apalagi usia kehamilannya sudah semakin besar dan geraknya pun sudah sangat terbatas. Tapi, dia masih nekat melanjutkan skripsinya. Ckckkck …" Darren berkata.     

"Sayang, untuk apa kamu memaksakan diri? Kamu bisa meneruskannya nanti setelah anakmu lahir." Agnes berkata dengan penuh kelembutan.     

"Tidak ada yang bisa menjamin kalau anak-anakku lahir maka aku akan bisa lebih leluasa mengerjakan skripsi. Yang aku tahu malah waktuku akan semakin diperuntukkan untuk anak-anak." Jawab Calista dengan diplomatis.     

"Hmm, benar juga." Agnes berkata. "Ya sudah, yang penting kamu jaga kesehatanmu ya. Jangan terlalu capek dan stress. Karena itu akan mempengaruhi kandunganmu." Jawab Agnes.     

"Iya mah." Calista tersenyum senang karena mamahnya setuju dengan pilihannya.     

"Oya Darren, aku ada sedikit urusan pekerjaan denganmu tentang proyek kerjasama kita yang sedang berlangsung. Apakah papah bisa bicara denganmu setelah ini?" Donni menghentikan makan malamnya lalu mengelap mulutnya dan meletakkan serbet makan diatas meja.     

"Tentu saja, pah." Darren pun berhenti makan dan melakukan hal yang sama seperti Donni lakukan. Sekarang kedua pria itu berjalan menuju ruang bacaan Darren setelah mengucapkan pamit kepada istrinya masing-masing.     

"Mah, kita juga bisa bicara berdua kan?" Calista akhirnya memiliki waktu untuk berdua saja dengan mamahnya. Agnes yang malam ini tampak bersahaja dengan pakaian santainya, kemeja lengan pendek dan celana panjang bahan, tubuhnya mirip dengan Calista seperti sebelum hamil sekarang.     

"Ada apa, sayang?" Agnes bertanya balik saat mereka sudah duduk manis diruang keluarga.     

"Mah, mamah sakit? Wajah mamah pucat dan ada lingkaran hitam disekitar mata mamah." Agnes mengamati baik-baik perubahan yang terjadi pada tubuh sang mamah.     

"Aku baik-baik saja. kenapa tidak? Kamu sendiri baik-baik saja? Bagaimana kehamilanmu ini? Luar biasa kamu akan memiliki anak kembar." Agnes tersenyum lebar sambil memeluk tubuh sang anak yang tidak bisa sepenuhnya terdekap karena ada bulatan lumayan besar ditubuh bawah sang anak.     

"Mah, aku selalu ada untukmu kalau mamah ingin bercerita apa aja." Jawab Calista.     

"Mamah tahu itu. Calista anak yang baik tidak akan melupakan mamah." Jawab Agnes.     

Setelah hampir dua jam, Donni dan Agnes pun pamit undur diri. Calista senang sekali ada keluara yang selalu setia menyayanginya. Semua perempuan hamil pasti menginginkan adanya dukunga dari keluarga mereka, begitu juga dengan Calista.     

"Kembali ke kamar?" Darren bertanya pada istrinya yang sedang menyangga perut bagian bawahnya dengan tangan kanannya, sementara tangan kiri berkacak pinggang.     

"Iya, tolong bantu aku." Calista berkata. Dengan semakin bertambahnya usia kandungan Calista, perempuan hamil itu benar-benar semakin terbatas gerakannya. Beruntung, skrpsinya sudah sampai tahap bab terakhir, dan itu juga berkat bantuann Darren yang melanjutkan mengerjakannya saat sang istri tiba-tiba terlelap diatas meja laptopnya.     

Kalau sudah begitu, Darren yang akan menggendongnya dan merebahkannya ke atas kasur. lalu Darren diam-diam akan mengoreksi pekerjaan sang istri yang tertunda sebelum disetor ke dosen pembimbing     

Saat merebahkan tubuh sang istri, Darren mengusap-usap pipi kenyal Calista yang semkin empuk dan enak disentuh.     

"Kamu tidak mengantuk?" Calista melihat Darren menatapnya terus menerus seperti ada yang ditunggu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.