Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 286. Melindungi Perut



III 286. Melindungi Perut

0"Tapi nyonya, aku ganti baju dulu. Tunggu aku!" Feni segera berlari kedalam kamarnya. Dan, Dian pun keluar tanpa Feni disisinya. Melewati petugas, Dian berkata akan ke depan sebentar. petugas keamanan yang mendengar tidak bisa menolak dan membukakan pintu gerbang untuk nyonya mereka. Satu menit kemudian taksi online pun datang.     
0

"Nyonyaaaa …" Feni berteriak kencang ketika melihat majikanya sudah melesat dengan taksi yang membawanya pergi menjauh dari kediaman sang suami. Sayangnya suara Feni seperti ditelan angin kencang di siang hari.     

Dian tidak membawa ponselnya namun dia mengingat dengan jelas alamat yang terkirim ke ponselya beberapa menit yang lalu. Setelah setengah jam lebih, Dian tiba di lokasi yang diminta. Sebuah kamar di hotel bintang 5.     

"Maaf, saya mau bertemu dengan nona Gladys. Kamarnya nomer berapa ya?" Dian menghampiri meja resepsionis hotel.     

"Maaf, anda siapa?" Resepsionis perempuan itu mengkonfirmasi kembali nama dan maksud dari tujuan Dian ingin bertemu dengan salah satu tamu mereka.     

"Saya Dian dan saya sudah ada janji dengannya." Jawab Dian dengan intonasi teratur dan santai.     

"Baik, mohon tunggu sebentar." Resepsionis itu pun melakukan panggilan ke kamar hotel tempat perempuan penggoda dan suaminya itu berada. Setelah beberapa detik, akhirnya Dian diperbolehkan masuk menuju kamar tempat dimana Gladys menginap.     

Dian menghampiri lift dan masuk kedalamnya lalu menekan angka 10. Tidak berapa lama, lift itupun berhenti di lantai 10. Dian mencari nomer kamar 1011 tempat dimana Gladys dan suami yang Dian sangka sedang bermesraan. Dan, akhirnya Dian pun sampai didepan kamar tersebut. Perempuan hamil itu menghela napasnya berkali-kali, berusaha mengumpulkan keberaniannya jika didalam nanti suami dan selingkuhannya itu bekerja sama ingin menyindir dirinya.     

Pintupun terbuka namun tidak ada siapapun yang menyambutnya didepan. Dian berjalan masuk kedalam kamar yang tampak minim pencahayaan tersebut. Tiba-tiba BUG! Dian pingsan ditempat karena tengkuknya dipukul oleh orang dari belakang.     

Perempuan hamil itu membuka sepasang matanya perlahan. Kepalanya masih sedikit pusing akibat pukulan di tengkuk lehernya. Kepalanya tertunduk dan sedikit demi sedikit Dian mulai menemukann kesadarannya. Samar-samar dia melihat seorang perempuan sedang duduk di atas kursi yang berada didepannya. Namun, Dian merasakan tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali. Perempuan hamil itu baru menyadari kalau tangan dan kakinya terikat.     

"Hehehe, sudah bangun, tuan putri?" Gladys menatap sinis perempuan hamil yang duduk terikat dihadapannya.     

"Apa-apaan ini! Mana Dave? Katamu dia ada disini. DAVE … DAVE … DAAAAVE …"     

"DIAM! Suaramu berisik sekali! Kamu pikir kamar hotel ini kamar nenek moyangmu bisa berteriak sesuka hatimu?" Gladys menyeringai sinis dan berdecih berulang kali.     

"Dimana dia? Kamu bilang dia ada disini! Atau, jangan-jangan …"     

"Betul sekali. Dia tidak ada disini, sayang. Hahahaha …" Gladys tertawa lebar dengan tangannya yang memegang handycam.     

"Maksud kamu apa? Jadi, kamu membohongi aku?" Dian mengeraskan rahangnya. Betapa bodohnya dia tidak mengkonfirmasi ke Dave terlebih dahulu sebelum datang ke sarang buaya ini.     

"Huh, siapa suruh kamu sebodoh ini! Ckckck … aku heran, kok Dave mau memperistri perempuan bodoh sepertimu. Bila dibandingkan denganku yang cantik, seksi, glamour, dan lulusan luar negeri. Kamu tidak ada seujung kukupun dari ku yang bisa menyamai. Cih!" Lagi lagi perempuan itu berdecih sinis melihat perempuan tidak berdaya dihadapannya.     

"Lepaskan aku! Aku akan penuhi apapun yang kamu inginkan." Ucap Dian langsung tanpa ragu.     

"Oya? Apa kamu bersedia melepas suami tampan dan kaya raya seperti Dave? Aku rasa tidak." Jawab Gladys sambil menyeringai tidak percaya.     

"Lepaskan aku maka aku akan lepaskan Dave! Aku tahu dia pasti mendukung apa yang aku katakan. Jadi , tolong lepaskan aku!" Jawab Dian dengan wajah memelas.     

"Huh, tanda tangani ini dulu." Gladys melemparkan selembar kertas diatas lantai. Dian melihat dan membacanya sekilas. SURAT TANDA TANGAN CERAI.     

Perempuan itu terpaku dengan selembar kertas yang ada dihadapannya.     

"Mungkin kamu berpikir, mana bisa aku orang luar bisa membuat surat cerai seperti ini? Huh, money talks, beib. Dengan uang yang kumiliki, aku bisa membuat sepasang suami istri cerai dalam semalam.     

"Kamu gila, psyho! Bisa-bisanya berpikir sejauh ini. Kalau kamu mau …"     

"PLAKKK!"     

"Kurang ajar, perempuan rendahan sepertimu berani sekali menghinaku. Cuih …" Gladys menangkup dagu Dian lalu menghempaskannya sejauh mungkin hingga kursinya hampir jatuh.     

Darah segar mengalir dari sudut bibir perempuan cantik tersebut. Namun, Dian tidak takut. Dia pun berdiri dari kursinya dan melakukan gerakan menyerong menggunakan kursi sehingga Gladys sukses jatuh diatas lantai keramik tersebut.     

"Dasar perempuan sialan!" Gladys ingin mendekati dan menyiksa Dian karena telah membuatnya kesal dengan menjatuhkannya ke atas lantai. Namun, Dian tidak bisa berbuat banyak. Rambut perempuan hamil itu dijenggut paksa hingga Dian jatuh ke belakang. Dian berusaha menjaga posisi jatuhnya dengan menyangga tangan dibagian bawah. Hingga jatuhnya tidak langsung membentur dengan bokongnya. Kursi yang dibuat mengikat dengan tubuh Dian, hancur kayunya. Dian pun berusaha melepaskan ikatan yang longgar secepat mungkin.     

Baru saja Gladys ingin menjambaknya kembali, tapi kaki Dian lebih cepat bergerak. Perut Gladys didorongnya hingga terjungkal ke belakang. Dian masih terus berusaha untuk melepaskan ikatan di tangan dan kakinya, mumpung Gladys belum bangkit dari jatuhnya. Namun, tiba-tiba tamparan keras mendarat lagi untuk kedua kalinya di pipi kirinya. Dian terjatuh diatas kasur dengan posisi miring.     

Gladys semakin menggila dengan menjambak rambut Dian yang mulai panjang dan menghempaskannya ke atas lantai. Dian lagi-lagi berusaha melindungi perutnya agar tidak terjatuh keras dengan cara tangan sebagai tumpuannya. Rambut dan baju Dian yang sudah koyak-koyak dan berantakan, begitu juga Gladys, ditambah lagi suasana kamar yang semula bersih, rapih, dan elegan, Kini seperti terkena gempa bumi maha dahsyat karena semua benda bertebaran di lantai dan beberapa furniture rusak parah.     

Dian mengambil sekitarnya apa yang bisa dijadikan senjata. Akhirnya dia menemukan hanger pakaian yang tergantung. Hanger yang terbuat dari besi dan kayu itu dia goyang-goyangkan kea rah Gladys yang bergerak mendekat dengan aura membunuh.     

"Kalau aku tidak bisa mendapatkan Dave, maka tidak boleh seorangpun yang memilikinya. Hahaha …" Dian tidak tahu apa maksud dari ucapan perempuan gila menurutnya itu. Namun, tiba-tiba Gladys mengeluarkan sebuah senjata api laras pendek dengan peredam dari dalam laci meja. Dian langsung pasrah seketika dengan hidupnya. Perempuan hamil itu menghela napas pasrah.     

"Turunkan senjata itu! Kamu jangan main-main. Itu sangat berbahaya." Dian berkata dengan suara rendah sambil berusaha mendekati Gladys agar bisa merebut pistol yang ada ditangannya.     

"Huh, kamu kira aku anak kecil yang tidak tahu benda apa yang aku pegang? Bersiap-siaplah untuk menjemput ajalmu segera." Jawab Gladys dengan mata melotot dengan aura iblisnya. Dian berhasil mendekat dan kedua perempuan itu pun memperebutkan sebuah pistol dengan delapan peluru didalamnya. Ketika tiba-tiba … DORRRRR!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.