Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 278. Beberapa Permintaan Carol



III 278. Beberapa Permintaan Carol

0"Panggil aku dengan sebutan nama saja, Likha." Calista berulang kali meminta perempuan berjilbab itu untuk merubah panggilannya tapi tetap saja, sepertinya Likha belum bisa melupakan status sebelumnya dirumah ini.     
0

"Sayang, aku kedalam sebentar dengan Darren ya. Kamu tunggu disini." Lewis menghampiri Likha yang sedang berbincang dengan Calista, dan mencium pipi sang istri penuh cinta. Likha gemas pada Lewis yang selalu menciumnya. Calista menggoda Likha yang telah diringgal suaminya kedalam.     

"Likha ..."     

"Ya nyonya, eh Calista ..."     

"Hehe, Likha, bagaimana Maldives? Apakah disana indah?" Calista penasaran karena belum pernah keluar negeri sama sekali.     

"Indah sekali. Sejauh mata memandang hanya pantai dengan hamparan pasir putih dan lautan lepas dengan airnya yang biru jernih." Ucap Likha dengan berseri-seri.     

"Senangnya. Maaf yaa aku tidak tahu kalau kamu istrinya Lewis."     

"Tidak apa-apa. Justru aku yang minta maaf karena telah menyembunyikan identitasku." Jawab perempuan berjilbab itu.     

"Ada apa Darren? Tampaknya kamu serius sekali. Lewis bertanya pada salah seorang sahabatnya itu.     

"Kamu masih ingat kan dengan orsng-orang suruhan yang berkomplot menculik Calista?" Darren memutari meja dan duduk di kursi kebesarannya.     

"Ya, kenapa?" Jawab Lewis duduk dihadapan Darren.     

"Ternyata bos mereka adalah suami dari sahabat istriku."     

"Apa? Apa motifnya dia begitu?" Tanya Lewis lagi.     

"Aku juga tidak tahu. Itu masih aku selidiki dengan papahnya Calista. Sepertinya ini soal dendam lama dan kebetulan Calista adalah anak dari Donni Rickman." Jawab Darren.     

"Kalau begitu kamu harus waspada, Darren. Apa kamu masih mengijinkan istrimu bertemu dengan sahabatnya?"Tanya Lewis.     

"Ada Ivan yang selalu membuntutinya kemanapun." Jawab Darren.     

"Lalu apa yang akan kamu lakukan sekarang?" Lewis bertanya.     

"Aku masih meminta pengawalan khusus untuknya sampai menunggu papah mamanya Calista pulang." Jawab Daren.     

"Ya sudah kalau tidak ada lagi, aku mau ke kantor dulu. Sudah lama aku tidak mendengar kabar dari anak buahku disana. Semoga kantor dalam keadaan baik- baik saja." Lewis berdiri dan hendak meninggalkan ruangan baca ketika Darren memanggilnya.     

"Kalau kamu mau ke kantor, aku ikut. Biar para istri disini saja. Toh rumahmu juga dekat dari sini. Nanti supirku yang mengantarkannya." Ujar Darren.     

"Baiklah ayo, tapi aku tidak pergi ke Tje Anderson, aku pergi ke kantorku sendiri." Ujar Lewis.     

Kedua pria itu selesai berbincang lalu keluar ruangan, mendapati istri mereka sudah berpindah tempat di taman. Calista tampak semangat memperkenalkan bunga kesayangannya, matahari.     

"Sayang, aku dan Lewis mau ke kantor. Aku terpaksa meninggalkanmu. Aku kbali agak malam." Ucap Darren.     

"Ya kami pergi dulu. Kamu pulang nanti dianterin supir saja ya. Bisakah?" Tanya Lewis lagi.     

"Tenang saja. Aku tahu rumah dimana. Tadi aku sudah merekam di memoriku. Aku bisa pulang sendiri, tidak perlu diantar." Ucap Likha.     

"Benarkah?"     

"Iya, kamu tenang saja. Aku bisa disini berlama-lama kalau Calista tidak keberatan." Jawab Likha sambil nyengir ke perempuan hamil tersebut.     

"Sama sekali tidak. Aku juga lagi jenuh dengan skripsiku. Jadi, kita bersenang-senang saja dirumah hari ini." Jawab Calista.     

Darren dan Lewis pun mengecup kening masing-masing istrinya dan kedua pria itu hilang di dalam sesaat setelah berpamitan.     

-----     

"Jadi, kamu serius melamarku?" Carol memijat pelipisnya yang tidak pusing.     

"Jadi, selama ini kamu menganggapku main-main?" Jack balik bertanya.     

"Kita belum kenal lama, bahkan kita belum menjalin hubungan layaknya orang berpacaran. Kamu belum tahu siapa aku dan aku belum tahu banyak tentang kamu. Bagaimana kalau nanti di tengah jalan, kita masing-masing akan kecewa? Kamu tidak berpikir ke arah sana?" Carol menghela napas kasar.     

"Untuk apa pacaran lama-lama? Kita bukan anak remaja lagi yang senang mencoba-coba. Kamu sudah tahu rumahku, orangtuaku, pekerjaanku. Begitu juga aku. Apalagi yang kurang? Kalaupun ada perbedaan selama pernikahan nanti, bukankah itu wajar terjadi karena dua kepala pastinya punya dua keinginan berbeda. Yang penting kita sama-sama memahami dan saling percaya satu sama lain." Ujar Jack. Dia tidak pernah segigih ini meyakini seorang perempuan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius.     

Carol tidak bisa berkata apa-apa lagi. Semua yang dikatakan Jack benar adanya. Tapi, dia juga tidak ingin secepat itu menikah. Perempuan cantik ini masih ingin mengejar karirnya menjadi dokter spesialis dan banyak hal lainnya ingin dilakukan seperti memiliki klinik praktek sendiri di rumah, memiliki rumah sendiri, bepergian keliling Eropa, dan lain lain.     

"Atau, kamu masih mencintai pria yang telah selingkuh darimu?" Jack menaikkan satu alisnya.     

"What? No way lah. Aku sudah tidak ada perasaan apa-apa padanya." Ujar Carol sedikit emosi.     

"Atau, kamu mencintai pria lain?" Jack bertanya dengan nada datar.     

"Tidak ada, aku tidak pernah sempat untuk berpikir seperti itu." Jawab Carol lebih tenang.     

"Kalau begitu apa yang membuatmu ragu-ragu? Kamu tidak ada secuil perasaan kah padaku?" Jack mencecar dokter muda itu dengan beberapa pertanyaan.     

"Aku, aku masih banyak impian. Aku takut setelah aku menikah, aku tidak bisa menjemput semua impian itu lagi." Jawab Carol akhirnya.     

"Carol, aku akan dukung semua keputusan dan karirmu. Kamu ingin melanjutkan sekolah dan impian lain? Aku akan mewujudkannya jika itu yang menjadi syaratmu." Jawab Jack meyakinkan.     

"Kamu yakin?" Carol bertanya.     

"Sangat yakin." Jawab Jack mantab.     

"Lalu, kenapa kamu yakin memilih aku untuk menjadi istrimu?" Kini Carol yang mencecar pria itu segudang pertanyaan.     

"Entahlah, hatiku berkata begitu. Dan, aku lihat mami sangat menyayangimu padahal kalian baru bertemu. Aku lihat kamu juga sangat penyayang dan punya prinsip. Aku suka perempuan yang punya prinsip seperti dirimu." Jawab Jack tanpa ragu.     

"Hahhhh, kamu benar-benar tahu cara menjawab pertanyaan." Carol menjatuhkan kepalanya diatas meja. Jack tersenyum melihatnya.     

"Jadi, ayo kita menikah dua bulan lagi. Aku tidak sabar untuk mensahkanmu sebelum aku keduluan yang lain." Ucap Jack dengan nada jahil.     

"Kamu itu! Menikah tidak semudah itu." Jawab Carol dengan mengangkat kepalanya kembali.     

"Tapi, menikah juga tidak sesulit pikiranmu." Jack menjawab.     

"Kamu ingin aku meminta restu kemana? Katakan saja!" Jack berkata.     

"Aku anak yatim piatu dari panti asuhan. Tidak ada orangtua untuk didatangi." Jawab Carol singkat.     

"Kalau begitu, let's get married! Tidak perlu dua bulan, okay?" Jack mendekati Carol dan duduk dihadapannya. Carol menatap lekat-lekat mata Jack berusaha menemukan kesungguhan disana. Apakah pria itu bersungguh-sungguh dengan komitmen sebuah pernikahan? Apakah pria itu yakin tidak akan selingkuh? Apakah pria itu bisa mengimbangi wataknya yang keras kepala? Pikirnya.     

"Tapi aku punya beberapa permintaan kalau kamu inginkan pernikahan ini. Kalau kamu setuju, aku setuju menikah denganmu satu bulan lagi.     

"Apa saja itu?" Tanya Jack sambil memicingkan mata.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.