Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 262. Sejarah Dibalik Rumah



III 262. Sejarah Dibalik Rumah

0"Darren, kapan kamu pulang?" Perempuan hamil yang ketiduran karena tidak kuat membuka matanya lama-lama, merasakan ada tangan besar dan agak sejuk sedang mengusap wajahnya.     
0

"Kamu kalau mengantuk, langsung tidur di kasur. Jangan tidur di atas kursi lagi." Darren menjawab pertanyaan bukan dengan jawaban yang tepat. Calista baru sadar kalau dia sekarang sudah berpindah tempat.     

"Kenapa pulang malam sekali? Banyak pekerjaan ya?" Dengan mata masih setengah melek, Calista menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha mendapatkan kesadaran kembali.     

"Tidak juga. Aku sampai rumah jam 8 dan kamu sudah tidur. Sudah makan malam?" Darren berjalan menuju lemari pakaian untuk berganti baju. Tampaknya pria bermata biru itu sudah mandi. Terlihat dari jubah mandi yang dikenakannya dan rambut hitamnya yang setengah basah masih menetes di jubahnya. Calista ingat kalau setelah makan malam sendirian tadi, dia langsung naik keatas kamar dan membuka laptop. Tidak disangka dia malah ketiduran.     

"Sudah. Kamu pasti belum? Yuk, aku temani." Calista hendak turun dari kasur tapi Darren mencegahnya.     

"No no, tidak usah. Aku sudah menyuruh Hera untuk membawakan makan malam ke kamar. Aku pesankan juga jus alpukat untukmu." Jawab Darren sambil melepas jubah mandinya begitu saja tanpa malu sedikitpun di hadapan Calista dan lalu memakai kaos piyamanya. Calista justru yang memalingkan wajah melihat ke samping. Melihat istrinya memalingkan wajah, Darren tersenyum. Mereka akan memiliki anak tapi Calista bahkan masih malu-malu melihat dirinya tidak berpakaian. Beda dengan dirinya yang akan dengan senang hati melihat istrinya tampil polos didepannya jika akan berpakaian. Tapi yang terjadi malahan, perempuan hamil itu akan mengunci pintunya rapat-rapat dikamar mandi jika hendak ganti baju. Sungguh perbedaan kecil yang teramat nyata.     

"Oh iya," Calista baru teringat dengan ijin cuti yang diminta bu Hera, "Bu Hera tadi pagi minta ijin cuti selama dua bulan. Kamu sudah tahu belum?" Calista duduk di tepi kasur dengan menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya karena suhu kamar yang dingin.     

"Ya, dia bilang padaku tadi siang. Aku terserah padamu. Kalau kamu membolehkan, aku tidak akan melarangnya. Tapi, kalau kamu merasa keberatan, maka dia harus membatalkannya." Jawab Darren sambil menghampiri sang istri dan duduk disisinya.     

"Kemarilah," Darren memegang tangan Calista dan memintanya untuk duduk di pangkuannya. Calista pun berdiri dan menuruti apa yang diinginkan sang suami. "Apa saja yang kamu lakukan hari ini sehingga kamu sangat kelelahan begitu? Aku tahu kamu bisa tidur dimana saja. Tapi sekarang kamu sedang hamil, jangan terlalu capek dan beraktivitas sewajarnya saja." Darren merebahkan kepalanya di dada istrinya. Sementara tanganya meraba perut sang istri dengan penuh cinta.     

"Bagaimana bisa aku menolaknya meskipun aku ingin? Aku tidak pernah bisa menolak permintaan orang lain." Jawab Calista sambil mengusap rambut sang suami yang masih setengah kering.     

"Jadi bagaimana? Kamu tetap mengijinkan tapi hatimu tidak rela, begitu?" Darren tersenyum mendengar ucapan Calista yang ambigu.     

"Aku ijinkan kok. Aku juga sudah terbiasa tanpa ada orang yang melayaniku, hehe …" Ucap Calista.     

Tok tok tok …     

"Maaf tuan, makan malamnya sudah siap." Hera mengetuk pintu dan membawakan makan malam yang diinginkan Darren untuk dinikmati di dalam kamar saja.     

"Aku mau berdiri dulu." Ibu hamil itu pun berdiri dari pangkuan Darren dan berjalan menuju meja yang laptopnya belum dimatikan. "Masuk bu." Ujar Calista.     

Begitu pintu dibuka, Hera membawakan satu nampan berupa salad sayuran, jus jambu, dan jus alpukat. Menu makan malam yang sangat sederhana yang membuat tubuhnya terjaga bentuknya dengan baik. Ditambah lagi pria ini setiap hari sebelum berangkat kerja, menyempatkan diri untuk olahraga lari minimal 1 jam keliling komplek perumahan.     

"Terima kasih bu Hera." Jawab Calista.     

"Sama-sama, nyonya. Ada yang bisa saya bantu lagi, tuan dan nyonya?" Hera membungkuk meminta tugas selanjutnya sebelum meninggalkan kamar.     

"Tidak ada." Jawab Darren singkat. Calista menaikkan salah satu sudut bibirnya mendengar balasan yang diucapkan Darren. Tidak ada rasa hormat sama sekali padahal bu Hera seumuran dengan mami Sara.     

"Baiklah kalau begitu saya keluar." Hera pun keluar meninggalkan sepasang suami istri yang berdiri berjauhan.     

"Kamu itu kalau berbicara dengan bu Hera, bisa agak sedikit sopan tidak?" Calista menghampiri suaminya yang sudah mulai menyuap salad ke dalam mulutnya.     

"Kenapa? Memangnya aku salah apa?" Darren berkelit saat Calista hendak memukul lengannya.     

"Nada bicaramu terlalu kaku. Cobalah sedikit santai dengan orang lain, jangan hanya ke Jack dan Lewis kamu bisa bebas berekspresi." Calista mengambil jus alpukat dan menyeruputnya menggunakan sedotan.     

"Hmm," Ucap Darren singkat.     

"Oh iya, aku mau nanya lagi. Aku tadi sore iseng jalan-jalan mengitari rumah ini dan aku baru tahu ada halaman belakang yang hanya ditumbuhi pohon buah-buahan. Aku yakin kalau malam pasti sangat menyeramkan disana. Hmm, kalau aku kasih sentuhan agar tampak hidup, apakah boleh?" Calista bertanya dengan hati-hati.     

"Aku tidak yakin kamu mau mengubahnya kalau kamu tahu ceritanya." Jawab Darren.     

"Memangnya apa yang terjadi di halaman belakan?" Calista semakin penasaran dengan kalimat yang diucapkan Darren.     

"Sayang, aku jelaskan dulu awal mula berdirinya rumah ini yaa." Darren mengelap mulutnya yang telah selesai menghabiskan salad hanya dalam hitungan menit. Calista pun senang sekali Darren mau bercerita tanpa dia harus bertanya.     

"Jadi, sebelum papi membeli rumah ini, rumah ini dimiliki oleh mantan suami Hera."     

"APA?" Calista sampai berdiri saking terkejutnya. Darren menarik lembut tangan istrinya untuk kembali duduk.     

"Dulu, sebelum Hera menjadi asisten pribadi mami, dia adalah seorang istri dari pebisnis kaya raya. Sayangnya, dia hanya sebagai istri muda. Suaminya masih memiliki istri pertama yang masih hidup tapi suaminya dan Hera berselingkuh dibelakang istri pertamanya. Mereka awalnya adalah direktur dan sekretaris. Sebagai seorang istri muda, Hera mendapatkan bagian sebuah rumah dan sebuah mobil mewah. Namun, beberapa lama setelah menikah, istri pertama mulai mencium perselingkuhan suaminya dengan sekretarisnya. Istri pertama itu pun mengikuti sampai kerumah. Saat itu suami Hera tidak ada dirumah. Jadi, istri pertama bisa bebas masuk bersama dua pengawalnya. Hera yang berada dirumah sendirian, dihajar oleh pengawal istri pertama dan Hera yang sedang mengandung anak berusia 4 bulan itu pun akhirnya keguguran."     

Calista terdiam dan menutup mulutnya rapat-rapat. Dia tidak menyangka ada cerita haru dibalik sejarah sebuah rumah.     

"Hera pun menguburkan bayinya itu di belakang rumah ini. Ya, rumah ini dia jual karena suaminya sudah tidak bertanggung jawab lagi dan lebih takut pada istri pertamanya yang merupakan anak dari salah satu pejabat penting di kota. Sementara mobilnya pun sudah dijual untuk membiayai hidupnya sehari-hari. Tidak ada perusahaan yang mau menerimanya kembali bekerja karena hasutan dari istri pertama suaminya. Jadi, dia meminta ke mami untuk diijinkan bekerja sebagai pelayan dirumah ini. Karena dia juga tidak ingin meninggalkan kuburan anak satu-satunya." Darren menutup cerita dengan senyum diwajahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.