Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 269. Posisi Tidur Estetik



III 269. Posisi Tidur Estetik

0Darren pun bergegas menuju ruang meeting sendirian yang ternyata sudah ditunggu oleh semua peserta dan Andrew yang tampak ketakutan karena kesalahannya beberapa menit yang lalu.     
0

"Andrew, kamu tertarik untuk pindah kerja ke cabang kita di Afrika?" Ujar Darren dengan lugas hingga terdengar ke semua peserta rapat. Andrew melongo hampir menangis.     

"Tidak tuan, saya masih ingin bekerja disini. Maafkan saya." Jawab Andrew sambil berdiri membungkuk minta maaf berkali-kali. Semua peserta saling menatap satu sama lain bertanya-tanya dalam hati, kesalahan apa yang dilakukan asisten kepercayaan presdir mereka sampai akan dibuang ke kantor cabang yang baru berjalan satu tahun di Afrika Selatan? Kalau orang kepercayaanya saja akan dibuang ke Afrika karena melakukan kesalahan, mereka yang hanya direktur tidak akrab pasti akan dipecat secara tidak terhormat. Ruangan meeting pun mendadak bertambah lebih suram dari biasanya.     

-----     

Sementara itu Calista didalam ruangan kerja sang suami sedang sibuk mengatur jadwal untuk bertemu dengan dosen pembimbingnya lewat email, setelah sebelumnya mendaftar lagi untuk semester baru yang akan ditutup pendaftarannya dua minggu lagi.     

"Okay, sudah selesai semua. Huuuhh, aku sangat bersemangat untuk memulai kuliah lagi. Aku tidak sabar untuk melihat kampus lagi." Calista mengangkat kedua tangannya ke atas untuk merenggangkan tangan karena lelah mengetik. Namun tiba-tiba dia mendengar ada suara keributan diluar pintu ruangan sang suami.     

"Ada apa sih?" Perempuan hamil itu segera bangkit dari duduknya dan melangkah ke luar ruangan.     

"Ada apa ini, Ivan?" Calista membuka pintu dan mendapati seorang perempuan berpenampilan sangat seksi dengan dandanan super tebal, sedang menatapnya lekat-lekat.     

"Kamu siapa bisa ada diruangan Darren?" Jelas perempuan itu tidak tahu aku istrinya, batin Calista.     

"Kamu siapa?" Tanya Calista balik dengan intonasi datar.     

"Huh, semua orang seluruh Indonesia tahu aku siapa, apalagi Cuma karyawan di kantor ini. Justru aku tidak tahu kamu siapa." Jawab perempuan itu dengan sombongnya sambil meyeringai sinis.     

"Siapa dia Ivan?" Calista memilih bertanya pada pengawalnya dibanding bertanya dengan perempuan sombong.     

"Tidak tahu, nyonya. Dia berusaha menerobos masuk kedalam ruangan tuan. Tapi saya halangi dan dia teriak-teriak." Jawab Ivan dengan matanya masih menatap Natasya, sang selebgram.     

"Nyonya? Kamu siapanya Darren? Dan, kenapa aku tidak boleh masuk? Biasanya juga aku keluar masuk bebas ke ruangan ini." Jawab Natasya masih dengan nada sengit.     

"Bebas keluar masuk? Sejak kapan?"     

"Kamu siapa berani sekali tanya-tanya? Dan aku mau masuk, minggir!" Ivan menghadang perempuan itu dengan badannya yang tinggi besar dan matanya tajam melotot menatap Natasya.     

"Jangan sampai aku main kasar pada perempuan. Kalau nyonyaku tidak mengijinkan masuk, aku tidak akan mengijinkan siapapun masuk." Jawab Ivan dengan ekspresi datarnya.     

"Ada apa ini?" Darren yang telah selesai memimpin rapat, mendapati di luar pintunya ada tiga orang sedang berdebat hebat.     

"Darren, siapa sih pria ini berani sekali menghalangi aku masuk?" Dengan nada manjanya, Natasya menghampiri Darren hendak memeluknya namun Darren mendorong tubuhnya hingga hampir menabrak dinding.     

"Jaga sikap kamu, Natasya. Aku tidak pernah mengijinkanmu keluar masuk ruanganku sembarangan. Sayang, ada apa ini?" Darren menghampiri Calista yang masih berdiri di luar pintu dan mengecup ubun-ubunnya.     

"Dia memaksa ingin masuk ke ruanganmu." Jawab Calista.     

"Natasya, sepertinya kamu sudah bosan berkarir ya? Segera pergi dari tempat ini atau aku akan membuat ayahmu kehilangan pekerjaannya." Darren tampaknya tidak main-main dengan ucapannya. Perempuan seksi itu menatap sinis Darren dan Calista lalu dia pun pergi meninggalkan kesal yang membuncah didada.     

"Kerja yang bagus, Ivan." Darren menepuk bahu Ivan dan menggandeng Calista masuk kembali ke ruangannya. Tampak Calista melihat senyum dibibir Ivan karena dihargai kerjanya.     

"Sudah selesai rapatnya?"     

"Sudah, kamu juga sudah selesai mengurus administrasinya?" Tanya Darren sambil meletakkan laptopnya.     

"Sudah. Besok aku ijin ke kampus ya untuk menyerahkan semua data-data tertulis ke secretariat dan dosen pembimbingku." Calista berkata.     

"Jam berapa? Aku akan menydiakan waktu untukmu." Jawab Darren dengan santainya.     

"Waktunya tidak akan tentu. Kamu tidak akan mau menunggu lama." Jawab Calista balik.     

"Katakan saja jam berapa!"     

"Jam 9 pagi. Tapi aku tidak tahu selesai jam berapa. Kamu antarkan saja terus tinggalkan aku dengan Ivan ya." Jawab Calista.     

"Sudahlah, aku antarkan saja. Kamu kenapa sih tidak mau aku antarkan? Hmm, pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" Darren memegang dagunya sendiri dan membuat kesimpulan sendiri.     

"Ya sudah terserah kamu, tapi kalau kelamaan jangan ngedumel ya." Ucap Calista akhirnya.     

"Tidak akan." Pria bermata hijau itu menjawab, mencoba meyakinkan sang istri yang tahu betul betapa suaminya itu tidak cocok dengan istilah 'menunggu',     

-----     

"Ada apa lagi kamu disini? Aku kan sudah bilang jangan jemput aku lagi." Carol yang baru selesai praktek, melihat Jack duduk di ruang tunggu bagian depan.     

"Sudah selesai? Ayo kita pulang." Jack menghampiri Carol dan menarik lengannya.     

"Hei, tunggu dulu, pulang? Pulang kemana? Aku masih harus memeriksa pasien dulu." Carol menghempaskan tangan Jack yang menarik lengannya. Dokter muda itu merapihkan jas putihnya yang dirasa sedikit kusut lalu pergi berbalik meninggalkan Jack, lelaki yang belum tidur sama sekali sejak semalam. Dia pun mengikuti kemana langkah Carol berjalan seperti pengawal yang mengiringi tuan puterinya. Beberapa pasang mata melihat mereka berdua berjalan dan menjadikannya santapan lezat gosip untuk dighibah dan fitnahkan dibelakang mereka.     

"Kamu tunggu disini, jangan ikuti aku lagi. Aku tidak mau diikuti kesana kemari seperti anak kecil yang takut hilang." Carol menunjuk kursi panjang yang terbuat dari stainless steel yang berada di depan poli bedah. Jack melihat kursi itu sekilas lalu mengernyitkan alisnya.     

"Aku bilang tunggu disini atau aku tidak akan mau mengikutimu." Carol mengancam dengan suara tertahan di bibirnya.     

"Kamu tahu betul tidak ada yang menghalangiku untuk membawamu pergi dari sini. Bukan karena ancamanmu tapi karena aku mau." Jawab Jack sambil senyum menyeringai.     

"Ya ya ya, terserah kamu saja. Cih, dasar keras kepala!" Jawab Carol.     

Carol pun masuk kedalam ruangan poli bedah cukup lama sampai Jack tidak sengaja tertidur di kursi tunggu dengan posisi duduk. Carol keluar poli setelah hampir satu jam. Matanya menatap lurus seorang lelaki dengan lingkaran hitam di sekitar matanya itu sedang tidur pulas dengan posisi kepala menunduk memeluk kedua tangan dilipat didepan dada dengan satu kaki disilangkan diantara kaki lain.     

Sungguh posisi tidur yang estetik. Carol malah berpikir kalau posisi tidurnya lebih bebas dengan kepala mendongak ke atas, mulut menganga lebar, dan posisi tangan kaki bebas kemana-mana. Sungguh orang kaya dengan status social seperti Jack bahkan cara tidurnya pun sangat elegan. "Cih, sudah tahu ngantuk berat tapi memaksakan diri datang kesini." Cibirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.