Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 272. Cidera Lutut



III 272. Cidera Lutut

0"Bagaimana dok? Apa istri saya baik-baik saja?" Pria gondrong itu tampak cemas ketika menemani istrinya diperiksa.     
0

"Untunglah tidak apa-apa, hanya lututnya saja yang cidera ringan. Sebaiknya anda berdua harus berhati-hati saat berhubungan. Apalagi istri anda sedang hamil muda. Disarankan tidak terlalu aktif dan terlalu sering." Dokter tua itu tampak sudah paham betul bagaimana gejolak pasangan suami istri yang masih muda dan hasratnya masih menggebu-gebu. Dian menunduk malu mendengarnya. Ditambah lagi dokter itu pasti melihat beberapa jejak merah di leher dan dada Dian saat dokter itu menempelkan stetoskop di atas dada dan perutnya.     

Dave menghela napas lega. Sejak dari hotel sampai rumah sakit, dia sudah panik luar biasa. Karena ketika Dave sedang menyemburkan benih ke dalam rahim sang istri yang sudah berbuah itu, tiba-tiba lutut Dian membentur ujung tiang yang sedikit tajam sehingga darah mengucur deras.     

"Baik dok, terima kasih. Kalau begitu kami sudah boleh pulang?" Tanya Dave lagi.     

"Ya, selamat berbulan madu." Ucap dokter itu kemudian. Dian semakin merah wajahnya hingga ke telinga dan perempuan hamil itu pun keluar meninggalkan ruangan praktek dokter gawat darurat itu lebih dahulu.     

"Sayang, tunggu …" Dave berjalan sedikit cepat untuk mengejar istrinya.     

"Kamu jangan lari-lari, ingat kamu sedang hamil." Dave mengingatkan sang istri namun yang diingatkan malah menebar aura membunuh dengan kedua matanya berkilat-kilat di tengah malam ini.     

"Aku sudah bilang, pelan-pelan. Kenapa kamu selalu ganas dan liar saat berhubungan?" Ucap Dian geram plus malu jadi satu.     

"Iya maaf, aku tidak bisa mengontrol diri kalau bersamamu." Dave mencoba memeluk tubuh perempuan hamil namun tangannya dihempaskan dan Dian pun berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman rumah sakit.     

Dave menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak terasa gatal.     

"Sayang, tunggu aku." Pria dengan rambut panjang itu segera menyusul istrinya dengan setengah berlari. Mereka pun meninggalkan pelataran rumah sakit dengan suasana sunyi sepi didalam mobil tanpa ada yang berniat untuk memulai percakapan.     

"Kita langsung kembali ke hotel ya?" Tanya Dave.     

"Memangnya sudah malam begini kamu mau kemana lagi?" Sahut Dian.     

"Okay." Ujar Dave singkat.     

Sesekali Dian tampak meringis merasakan lututnya nyeri dan Dave yang mendengarnya jadi semakin merasa bersalah.     

"Maafkan aku sayang." Dave berkata dengan suara sangat rendah. "Aku lupa diri hingga membuatmu celaka." Jawabnya lagi dengan wajah sendunya. Dian yang mendengar suaminya berkata dengan suara rendah, memalingkan wajahnya menghadap suaminya tersebut. Tampak wajah sendu dan memelas sambil fokus menatap jalanan untuk kembali ke hotel.     

"Sudahlah, tapi lain kali kamu harus hati-hati." Jawab Dian.     

"Iya aku minta maaf. Maafkan daddy ya baby, sudah membuat mommy celaka malam ini." Dave mengelus perut Dian dengan tangan kirinya.     

"Iya Daddy, daddy tidak boleh nakal lagi yaa. Nanti baby ikutan marah loh." Dian bersuara mirip anak kecil yang sedang mengomel.     

"Hahahaha, kamu bisa saja. I love you honey." Dave menarik kepala sang istri dan mengecup pucuk kepalanya.     

"I love you too." Jawab Dian. Mereka pun kembali berdamai dan berpelukan mesra selama perjalanan kembali ke hotel.     

Setelah memarkirkan mobilnya, Dave mendekap pinggang sang istri sekaligus membantunya berjalan karena satu lututnya yang masih sakit dan tertutup perban.     

"Dian?" Seorang lelaki tiba-tiba datang menghampiri setelah cukup lama melihatnya dari jarak jauh.     

Dian yang tahu siapa lelaki itu hanya bisa diam dan menunduk. Dave melihatnya dan menatap sinis lelaki tersebut.     

"Jangan dekati istri orang, menyingkirlah!" Dave tahu kalau lelaki itu adalah mantan pacar Dian, Wawan.     

"Oh jadi anda suaminya? Kamu demi pria lain baru mengkhianatiku, Dian? Bagus sekali!" Wawan kecewa berat melihat Dian yang sudah menikah dan malah kebetulan ditemuinya di Bali, ketika dia sedang kunjungan bisnis dengan rekan kerjanya.     

"Menyingkir!" Dave mendorong dada Wawan dengan sekali dorongan keras namun berhasil membuat lelaki itu terjatuh ke belakang.     

"Dave! Sudah. Diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Tolong menjauhlah dariku." Dian berkata pada lelaki yang pernah menemaninya dalam keadaan suka dan duka itu.     

Dave pun menarik Dian untuk kembali ke kamar dengan lemah lembut. Semua orang yang melihat kejadian itu hanya bisa berbisik-bisik tanpa menolong Wawan yang masih terduduk di atas lantai. Kecuali seorang petugas keamanan.     

"Anda tidak apa-apa, tuan?" Bapak petugas keamanan itu bertanya.     

"Aku tidak apa-apa. Terima kasih." Ujar pria yang pernah diputus cintanya sepihak oleh sang perempuan.     

Wawan memperhatikan Dian dan suaminya yang berjalan menjauh. "Ternyata mereka disini? Huh, jangan harap aku akan membuat kalian hidup tenang." Wawan memiliki rencana jahat untuk memisahkan Dian dengan suaminya dan membawa Dian kedalam pelukannya kembali.     

-----     

"Sarapan dulu yang benar setelah itu minum susu hamil. Aku tidak akan mengijinkan kamu eklaur rumah kalau kamu tidak mengisi perutmu dengan benar." Darren melihat Calista yang makan hanya sedikit dan minum air cepat-cepat. Calista menghela napasnya dan mulai mengunyah makanannya pelan-pelan. Setelah itu perempuan hamil itu patuh dengan minum susu hamil warna putih yang selalu diminumnya pagi dan sore.     

Setelah hampir setengah jam, akhirnya Darren dan Calista selesai sarapan. Perempuan hamil itu menenteng tas laptopnya dan binder berisi berkas dan draft bab 3 yang telah di cetak. Sepanjang jalan didalam mobil, wajah Calista berseri-seri dan sering tersenyum. Darren tahu itu pasti karena dia akhirnya bisa merasakan kembali suasana kampus setelah masa cutinya berakhir.     

"Kamu senang?" Darren berpura-pura tidak melihat. Pria itu membuka laptopnya dan memulai pekerjaanya didalam mobil.     

"Banget. Kamu tidak tahu rasanya cuti sekian lama dan kembali ke kampus dengan kondisi sedang hamil." Jawab Calista dengan absurd. Darren memicingkan matanya.     

"Aku pernah kembali ke kampus setelah cuti karena menemani papi ke luar negeri urusan bisnis. Tapi kalau kembali dalam keadaan hamil, sepertinya kepalamu sudah mulai error bahkan sebelum mulai kuliah." Darren memijat kening Calista dengan satu tangannya. Perempuan hamil itu pun menjauh mendapati keningnya di pijat.     

"Oya, nanti kamu tunggu aku didalam mobil saja ya. Aku akan kembali kesini setelah mendapatkan jam tepatnya bisa bertemu dosen pembimbingku." Ucap Calista.     

"Kenapa aku tidak boleh ikut?" Darren mengernyitkan alisnya.     

"Karena kamu terlalu tampan dan sempurna, aku tidak mau semua mahasiswi disana jadi tergila-gila dan mengerubungimu seperti lalat." Batin Calista berkata.     

"Aku takut kamu kelamaan menunggu nanti malah bosan." Jawab Calista asal.     

"Huh, aku bawa laptop tidak akan bosan." Jawab Darren sekenanya.     

"Pokoknya kamu di mobil saja. Aku pasti cepat." Calista memaksa sang suami untuk tidak mengikutinya.     

"Ya sudah terserah kamu saja." Darren akhirnya menyerah untuk berdebat dengan makhluk yang berjenis kelamin perempuan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.