Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 247. Over Reaktif



III 247. Over Reaktif

0"Iya mah. Aku juga sudah semakin percaya diri sekarang sejak mengikuti kursus." Jawab Calista.     
0

"Kursus apa?" Tanya Agnes dan Donni hampir bersamaan.     

"Kursus menembak."     

"APA???"     

Agnes dan Donni kompak melotot dan berteriak. Bisa-bisanya menantu mereka membiarkan istrinya mengikuti kursus menembak.     

"Sebenarnya aku lebih suka bela diri seperti karate atau taekwondo. Tapi, dalam kondisi seperti ini tidak mungkin untuk olahraga fisik yang keras. Jadi aku meminta Darren untuk mendaftarkan aku kursus menembak." Dalam hati Calista ingin berkata kalau Darrenlah yang meminta dia untuk kursus menembak. Tapi itu tidak mungkin untuk dikatakan.     

"Calista, mamah tidak tahu harus berkata apa. Tapi, kamu sungguh konyol kamu tahu itu?" Agnes menggeleng-gelengkan kepalanya gemas dengan ucapan Calista barusan.     

"Mah, ini demi keamananku juga. Aku pernah ditikam pisau, diculik, dan digigit ular berbisa. Aku tidak ingin kejadian itu terulang kembali. Lagipula, aku menggunakan pengaman yang tidak akan mengganggu janinku." Jawab Calista mantap.     

Donni dan Agnes saling bertatapan pasrah tidak tahu lagi harus berkata apa.     

"Ya sudahlah, kalau kamu yakin itu baik untukmu dan anakmu. Mamah cuma berpesan hati-hati." Jawab Agnes.     

"Pah, ayo katakan padaku, siapa orang yang papah duga adalah penculikku." Calista mulai mendesak kembali.     

"Papah juga belum yakin, sayang, ini baru dugaan sementara saja." Jawab Donni sambil menyeruput kopi susunya.     

"Iya siapa? Mungkin aku kenal orangnya." Ujar Calista penasaran.     

"Ehem, papah mulai diingatkan akan seseorang yang pernah papah buat meninggal terkena serangan jantung karena papah pecat akibat ulahnya melakukan korupsi dan merugikan perusahaan milyaran rupiah." Ujar Donni.     

"HAH? Orang itu meninggal? Lalu?" Calista semakin penasaran dan bernafsu untuk mendengarkan lebih lanjut.     

"Dia adalah salah satu direktur di kantor papah tapi terbukti memperkaya diri sendiri dengan korupsi. Papah pecat dia saat rapat direksi dan dia tiba-tiba terkena serangan jantung dan meninggal saat itu juga. Papah menduga keluarganya ingin membalas dendam dengan mencelakakan orang terdekatku." Jawab Donni.     

"Siapa namanya?" Tanya Calista lagi memburu Donni dengan segudang pertanyaan.     

"Harvey Kingstone." Jawab Donni.     

"Kingstone?" Calista merasa pernah mendengar nama itu tapi dimana dia lupa. Dia benar-benar pernah mendengar nama itu. Otaknya berpikir keras dengan dahi mengerut.     

"Sudahlah, mamah sudah bilang kamu jangan berpikiran yang tidak-tidak. Kamu tidak boleh stress, Calista. Biarkan papah dan suamimu yang mengurusnya. Donni mengangguk setuju.     

"Ayo, kita langsung makan siang saja." Agnes mengajak anak dan suaminya untuk menuju ke meja makan untuk menyantap hidangan yang sudah disediakan.     

Agnes membantu Calista untuk berdiri meskipun Calista bisa melakukan sendiri. Calista terbiasa mandiri namun mamah, papah dan suaminya memperlakukannya seperti anak kecil yang masih harus dipegang, dituntun, dan dipapah.     

-----     

"Hueeekkkk … hueeeekk …" Sejak pagi mulut Dian mengeluarkan muntah berkali-kali hingga tubuhnya lemas. Dave tidak mengetahuinya karena Dian mulai muntah-muntah ketika suaminya berangkat kerja.     

"Nyonya, apa mungkin anda …" Feni berkata dengan memasang mimic serius di wajahnya.     

"Maksud kamu?" Dian bertanya untuk menegaskan. Sudah lebih dari satu bulan yang lalu sejak dirinya operasi kuret. Dan, dua minggu kemarin, Dave tidak hentinya meminta untuk dipenuhi haknya setiap hari tanpa jeda seharipun. Apakah mungkin dia …? Dian terdiam. Secepat inikah Tuhan memberikan kepercayaan kepadanya untuk hamil kembali? Pikir Dian.     

"Feni, tolong belikan aku alat tes kehamilan. Kamu diantar supir saja. Tapi ingat, jangan beritahu hal ini kepada siapapun, termasuk suamiku. Okay?" Dian ingin memberikan kejutan sendiri pada Dave. Pria itu sangat menginginkan dirinya hamil kembali dan mempunyai anak sebanyak mungkin. Dave pasti senang bila mendengar kabar ini. Dian tersenyum tipis membayangkan raut wajah Dave jika dia mengetahui kalau istrinya hamil lagi.     

"Baik nyonya. Aku pergi sekarang." Feni meninggalkan Dian yang terbaring lemas diatas tempat tidur karena muntah berkali-kali. Dian pun memutuskan untuk beristirahat sejenak dan tidak ke dapur dulu agar tidak mencium aroma tajam yang membuatnya muntah kembali.     

Dian merasakan ada tangan besar yang mengusap perutnya. Dian pun terbangun kaget dan memundurkan tubuhnya.     

"Kamu? Kamu sudah pulang?" Dian melihat ke arah jendela dan diluar langit sudah gelap. Dia merasa kalau hanya tidur sejenak untuk beristirahat sejak makan siang. Tapi, kenapa sampai selama ini dia tidur?     

"Aku masuk ke kamar melihatmu tidur nyenyak sekali jadi aku tidak mau mengganggu. Tapi ini sudah mau makan malam. Jadi aku terpaksa membangunkanmu. Ayo kita makan. Kamu pasti lelah sekali setelah semalaman tidak tidur." Jawab Dave sambil tersenyum jahil.     

"Jam berapa sekarang?"     

"Jam 7 malam." Jawab Dave.     

"Apa? Aku tidur sejak jam 1 siang. Lama sekali aku tidurnya. Huh, kenapa Feni tidak membangunkanku?" Rungut Dian kesal. Seharusnya Feni membangunkannya sepulang dari Apotik.     

"Aku justru akan memecat dia kalau sampai membangunkan ratuku yang sedang tidur." Jawab Dave sambil mengusap-usap pipi Dian dengan jari panjang dan besarnya.     

"Baiklah, aku mau mandi dulu. Nanti aku menyusul." Jawab Dian.     

"Aku tunggu disini saja dan kita turun makan malam bersama." Dave memaksa sambil menaikkan alisnya.     

"Terserah kamu saja." Dian pun segera bangun dari duduknya dan berjalan perlahan menuju kamar mandi. Namun, baru berjalan dua langkah, tiba-tiba kepalanya mendadak pusing dan hampir saja jatuh ke lantai kalau tidak ditangkap Dave.     

"Kamu kenapa? Kamu sakit? Ayo kita ke dokter sekarang." Dave bergegas membopong tubuh istrinya menuju keluar kamar dan menuruni anak tangga.     

"Dave tunggu dulu, aku tidak apa-apa. Tidak perlu ke dokter." Dian memukul-mukul dada suaminya yang dianggap terlalu over protektif padanya.     

"Diamlah. Aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu." Dave berteriak memanggil supirnya untuk segera membuka pintu mobil dan mengemudi menuju rumah sakit terdekat. Semua pelayan dirumah terbengong melihatnya. Mereka ikut panik awalnya karena tuan majikan mereka tidak seperti biasanya berteriak-teriak dan bahkan sambil menggendong nyonya majikkan mereka dalam pelukannya.     

"Ambilkan jaket nyonya kalian di kamar. Cepat!" Feni secepat kilat berlari menaiki anak tangga menuju kamar majikan mereka dan mengambil sembarang jaket yang ada didalam lemari. Jaket warna pink pun berhasil didapatnya dan dibawa keluar kamar untuk diberikan kepada tuan majikan mereka.     

"Dave, please. Kamu membuatku malu." Dave tidak peduli dan tetap mendudukan istrinya dengan perlahan di kursi belakang. Suami posesif itu pun segera berlari memutar ke belakang mobil untuk masuk dari sisi sebelah.     

"Kita ke rumah sakit!" Titah Dave pada supir yang siap siaga. Mobil pun meluncur dengan cepat. Semua orang seperti sedang kebakaran berlari cepat-cepat melakukan segalanya. Dave memakaikan Dian jaket yang diberikan Feni padanya.     

"Dave, please. Aku tidak apa-apa. Kamu jangan over reaktif begini. Aku baik-baik saja. Okay."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.