Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 252. Mengendap-endap



III 252. Mengendap-endap

0Tepat ketika pria dengan rambut sebahu itu menyeberang ke arah gedung lain, tiba-tiba dia melihat sekelebat Calista lewat dengan kaca jendela mobil dibuka. Dave spontan melebarkan matanya dan mengikuti mobil itu yang masuk kedalam area mall.     
0

Dengan diam-diam Dave mengikuti Calista turun dari mobil. Calista keluar dari mobil dan berjalan dengan penuh percaya diri. Lokasi yang diberikan Dian sudah dekat dengan tempatnya berjalan. Namun, tiba-tiba telponnya berdering dan itu dari Dian.     

"Jangan kesini! Dave sedang mengikuti kamu. Putar arah kemana saja kamu mau. Maafkan aku Calista, aku selalu merepotkanmu." Dian menutup telponnya dan memperhatikan bagaimana Dave mengendap-endap berjalan mengikuti Calista.     

Mendengar suara Dian, Calista menengok kesebelahnya yang ternyata merupakan salon.     

"Nyonya, tunggu saya!" Ivan yang baru selesai memarkirkan mobil, sudah berpesan kepada nyonya majikan untuk menunggunya namun Calista tidak menghiraukannya. Dia berjalan sendiri meninggalkan Ivan yang kesusahan menemukan tempat parkir.     

"Ishh kamu ini, kenapa lari-lari? Seperti anak kecil ditinggal ibunya saja." Jawab Calista asal.     

Pria tinggi besar itu dengan napas tersengal-sengal berdiri di depan Calista dan berkata, "Kalau terjadi apa-apa pada anda, saya akan dipenggal oleh tuan. Sekarang anda mau kemana?" Ivan berkata dengan napas masih ngos-ngosan. Calista tidak menjawab tapi matanya seiring dengan kepalanya yang miring ke sebelah kiri. Ivan melihat dan membacanya, 'Salon Muslimah Khusus Wanita'.     

"Saya akan tunggu diluar kalau begitu, nyonya." Jawab Ivan. Sayangnya bukan salon umum yang dia bisa ikut berjaga masuk kedalam mengawal sang nyonya. Jadi dia terpaksa menunggu diluar sementara majikannya sudah masuk dan sedang mendaftar di resepsionis. Tidak ada tempat duduk disana jadi Ivan hanya pasrah untuk menunggu diluar minimal dua jam.     

"Dian, kamu dimana? Aku didalam salon." Calista melihat ke sekitar dan tidak ada yang bertampang mencurigakan. Dia pun segera menekan nomer telpon temannya yang tertunda untuk bertemu.     

"Aku masih menunggu disini. Nanti aku telpon lagi kalau aku akan berpindah tempat. Aku takut, Calista. Hiks hiks ..." Suara Dian yang bergetar karena ketakutan membuat Calista gelisah tidak menentu. Akhirnya, Calista memiliki ide.     

"Ivan, kamu masih diluar?" Calista yang mulai dipanggil salah seorang pekerja salon untuk memulai perawatan, menyempatkan diri menelpon Ivan.     

"Ya nyonya, saya masih disini." Jawab Ivan singkat     

"Kamu lihat tidak ada pria yang mencurigakan didekat pintu masuk? Coba cari masih ada kah orangnya."     

Mendengar perintah dari majikannya, Ivan segera menuju tempat yang dimaksud. Ivan tidak melihat ada pria yang mencurigakan. Tapi, ada pria yang sedang menelpon seseorang dengan mata tanpa sengaja melihat Ivan.     

"Anda sedang menunggu seseorang?" Dalam benak Ivan, pria yang dimaksud majikannya adalah pria yang akan bertindak jahat pada majikannya itu. Makanya dia disuruh Calista pergi untuk melihatnya.     

"Kamu tidak lihat aku sedang menelpon?" Pria itu alias Dave memperlihatkan layar ponselnya yang memang sedang menunjukkan sedang melakukan panggilan dengan seseorang.     

"Huh, " Ivan mendengus sinis dan menatap wajah Dave yang sama-sama sinisnya. Ivan menatap Dave sedikit lebih lama sehingga membuat Dave merasa tidak nyaman.     

"Kenapa kamu melihat saya terus? Mau aku laporkan ke pihak keamanan karena tindakan tidak menyenangkan?" Dave yang sedang menelpon anak buahnya untuk melakukan pengejaran terhadap istri yang kabur itu, merasa terganggu konsentrasinya.     

Sementara itu ditempat lain, Calista yang melihat Ivan pergi meninggalkan salon dan menemui Dave, meminta maaf pada petugas salon untuk menunda sebentar perawatan. Calista segera naik ke lantai dua menggunakan lift yang ada di samping salon untuk menemui Dian.     

"Dian, kamu dimana?" Perempuan hamil yang sudah berhasil masuk kedalam toilet, memanggil-manggil perempuan hamil lainnya yang langsung keluar dari bilik persembunyiannya.     

"Calista, ya Tuhan, kamu bisa juga kesini. Apa dia mengikutimu?" Mata Dian tampak sembab sudah jelas karena terlalu lama menangis.     

"Kita pergi dari sini. Tapi, aku tidak yakin bisa keluar. Bukan tidak mungkin suamimu sedang mengerahkan anak buahnya untuk mencarimu." Ucap Calista.     

"Terus, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin disini selamanya." Jawab Dian pasrah dan bersandar lemas di dinding toilet.     

"Ada apa denganmu? Apa bisa menceritakannya disini?" Calista memeluk tubuh sahabatnya dan mengusap-usap punggungnya.     

"Aku ... aku memergoki suamiku bercinta dengan perempuan lain di kantornya tadi pagi." Jawab Dian dengan suara nyaris tidak terdengar.     

"Apa?? Kurang ajar sekali! Suami macam apa itu sudah menikah tapi berselingkuh dengan wanita lain." Calista geram luar biasa mendengarnya.     

"Cal, aku ... aku hamil." Dian menggigit bibirnya tidak tahu harus senang atau sedih.     

"Alhamdulillah, kita hamil bersama-sama. Aku senang mendengarnya." Jawab Calista sambil tersenyum. Tapi senyuman itu tidak berlangsung lama karena Dian langsung menutup wajah dengan kedua tangannya.     

"Sabarlah sayang, kamu tinggal dirumahku saja ya. Aku yakin Darren pasti setuju." Jawab Calista.     

"Tapi, aku tidak mau dia tahu kalau aku menginap di tempatmu. Dia pria yang nekat dan impulsif. Aku takut dia akan bertindak di luar nalarnya dan membahayakan kamu dan keluargamu." Jawab Dian lesu.     

"Pasti ada jalan keluarnya. Yang penting kita keluar dulu dari tempat ini tanpa ketahuan suamimu. Sebentar, aku keluar dulu untuk melihat situasi." Perempuan hamil yang terkadang nekat itu menghela napas panjang sebelum melangkah keluar dari kamar mandi. Dian mengamatinya dengan rasa campur aduk.     

Tidak ada siapa-siapa. Suasana mall masih sepi karena ini masih dibilang pagi dan juga masih jam kerja karyawan, jadi hanya beberapa orang saja yang ngemol. Namun, dari balkon lantai dua ini Calista bisa melihat Ivan dan Dave yang sedang berdiri saling berhadapan. Calista buru-buru bersembunyi dan kembali merapat kedinding bagian luar lorong menuju toilet.     

"Ivan, kamu jangan bicara apapun dan jangan menatap pria di depanmu saat sedang berbicara denganku. Cukup katakan OK. Okay?" Calista memberi perintah lewat telpon genggam yang menghubungkan mereka.     

"Ok." Jawab Ivan.     

"Dalam sepuluh menit lagi aku akan menuju mobil. Kamu langsung ke parkiran dan buka pintu mobil tanpa menungguku keluar. Ok?" Titah Calista.     

"Ok."     

"Sekarang kamu keluar dan jangan pernah berdebat dengan pria itu. Tinggalkan saja dia." Calista menarik tangan Dian keluar dari toilet dengan hati-hati dan mengendap-endap, layaknya adegan aksi di film-film detektif ala barat.     

Calista dan Dian berhasil masuk kedalam lift dan keluar lewat pintu belakang. Ketika hendak berbelok, kedua ibu hamil muda itu melihat Dave sedang berjalan kearah mereka tapi matanya tidak melihat keberadaan dua perempuan yang langsung bersembunyi masuk kedalam sebuah toko didekatnya. Mereka berlindung dengan duduk bersembunyi diantara gantungan baju yang sedang di jual.     

Calista heran kenapa dia harus bersembunyi juga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.