Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 256. Singa Betina Yang Sedang Berdiri Surainya



III 256. Singa Betina Yang Sedang Berdiri Surainya

0"Tidak ada yang terlalu cepat. Kamu tahu profesiku, aku tahu profesimu. Kamu tahu rumahku dan orangtuaku, aku tahu rumahmu dan tentangmu. Selebihnya biarkan mengalir dengan sendirinya. Okay?" Jack terus mengusap pipi dan bibir yang baru saja dinikmatinya itu sambil terus menatapnya tanpa jeda.     
0

"Aku tidak tahu. Aku … aku tidak tahu. Aku baru dikhianati pria. Aku tidak tahu apakah aku masih bisa percaya dengan pria lain." Jawab Carol dengan wajah sendu.     

"Berikan aku kesempatan. Aku akan melakukan yang terbaik yang bisa aku lakukan. Tidak semua pria sama. Kita jalani satu bulan ini jalan dulu. Aku akan bilang ke mommy tentang tanggal pernikahannya untuk diundur." Jack menggenggam tangan dokter muda dihadapannya.     

"Ahh aku tidak tahu, aku mau pulang dulu. Beri aku waktu untuk berpikir." Carol memalingkan wajahnya ke samping dan menutup setengah wajahnya dengan telapak tangan kirinya.     

"Baiklah, pasang sabuk pengamanmu dulu." Jack menarik tali yang berada di ujung pinggir atas kepala Carol dan menariknya ke pengait di sebelah kananya hingga terdengar bunyi KLIK. Carol kaget Jack sudah memasangkan seat belt untuknya tiba-tiba. Pria dengan warna rambut coklat itu pun segera menghidupkan mesin mobil dan melajukan meninggalkan kediaman keluarga Smith.     

-----     

Suasana di meja makan mendadak sepi tidak seperti biasanya. Pria yang selalu mesum dan menggoda sang istri, kini hanya bisa mencuri-curi pandang ke sang istri yang duduk di sebelah kanannya yang masih konsisten dengan wajah datar tanpa ekspresi. Berkali-kali sang suami menghela napas untuk melonggarkan sesak di dada namun sang istri seperti tidak menganggap ada kehadirannya. Dia terus menikmati makan malamnya dengan tenang.     

"Sayang …"     

"Aku sudah kenyang." Dian langsung berdiri dan meninggalkan sang suami yang bengong tidak tahu harus berbuat apa. Sejak mereka sampai rumah tadi pagi menjelang siang, sampai malam begini, istrinya sama sekali tidak mau berbicara dan melihat dirinya. Perempuan hamil itu konsisten menghindari dirinya setiap saat. Kalau Dave memanggil namanya agak keras, Dian akan menatap tajam wajahnya dengan mata melotot bengis. Kalau sudah begitu, Dave memilih untuk diam dan tidak jadi berkata apa-apa.     

Tapi, ini sudah tidak bisa ditolerir lagi. Semua memang salahnya. Gara-gara perempuan dari masa lalunya, kini masa kini dan masa depannya terancam. Dave pun memutuskan untuk berbicara dengan Dian apapun yang terjadi. Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam berumah tangga.     

"Sayang, kamu sudah cukup lama mengabaikan aku. Aku suamimu tidak bisa dibeginikan terus menerus. Dalam sebuah rumah tangga itu harus membangun saling percaya satu sama lain." Dave menghapalkan beberapa kalimat sebelum menaiki anak tangga menuju kamar singa betina yang sedang berdiri surainya. "Benar-benar, aku pasti bisa! Mana mungkin seorang Dave Kingstone yang ditakuti banyak lawan dan digilai banyak wanita bisa kalah hanya dengan satu perempuan bertubuh langsing, dada besar, mata memikat, dan senyum menggoda. Ahhhhh … Tuhan, tolong aku." Pria itu menjatuhkan kepalanya ke atas meja makan.     

Setelah menghela napas tiga kali, Dave akhirnya memutuskan untuk membujuk sang istri apapun yang akan terjadi nanti. Dave membuka pintu perlahan. Didapati sang istri sedang duduk selonjoran diatas kasur sambil memainkan hpnya. Sungguh, seumur hidup baru kali ini Dave merasakan getaran dagdigdug jantung tidak beraturan. Dia pernah berbuat kesalahan sebelumnya yang menyebabkan istrinya keguguran. Kali ini Tuhan memberikannya kesempatan kedua dan lagi-lagi setelah berita kehamilan dia dikasih ujian lagi. Dave pun harus menghempaskan keegoisannya demi istri dan anak yang dikandungnya.     

"Sayang, kamu harus dengar penjelesanku. Aku dan dia tidak melakukan apa-apa. Aku bersumpah, dia yang memaksaku dan aku sudah berusaha menolaknya tapi dia benar-benar diluar kendali." Dave duduk di tepi kasur di dekat lutut sang istri. Pria itu bisa melihat istrinya menatap wajahnya dengan memicingkan mata.     

"Apa dia lebih cantik dariku?" Mendengar suara Dian, bagaikan air dingin yang menyiram bara api dalam hatinya. Nyesssss … segaaar. Dave pun tersenyum senang sehingga menampakkan barisan gigi putihnya.     

"Tentu saja tidak. Kamu adalah wanita paling cantik, paling seksi, dan paling segalanya untuk aku." Dave menggenggam tangan istrinya penuh suka cita.     

"Dave, apa kamu percaya padaku?" Sorot mata tajam dengan wajah datar yang ditunjukkan Dian, membuat Dave mengernyitkan alis.     

"Maksud kamu apa?"     

"Kamu ingin aku mempercayaimu tapi apa kamu pernah percaya padaku? Kemanapun aku pergi, kamu selalu meminta orang menemaniku, ada pelacak di ponselku, aku harus memberitahu aku sudah sampai dimana, dan dengan siapa. Bahkan saat kamu dan perempuan itu sedang bergumul pun aku harus percaya padamu. Sekarang aku tanya lagi, apakah kamu pernah percaya padaku?" Dian berkata dengan suara teratur, pelan, dan menstabilkan emosinya agar tidak meletup-letup.     

Dave, pria yang mendapat banyak pertanyaan itu, hanya bisa diam.     

"Aku bukannya tidak percaya padamu. Aku … hanya … takut kehilanganmu. Karena dalam hidupku, aku hanya memiliki kamu. Aku tidak memiliki keluarga dan siapapun yang aku khawatirkan. Aku senang memiliki rasa bisa mengkhawatirkan kamu walau kamu mungkin tidak peduli apakah aku sedih, sakit, atau dalam keadaan tidak baik." Jawab Dave sambil tersenyum getir.     

"Sudahlah, kamu istirahat saja. Yang bisa aku katakan padamu, dia bukan siapa-siapaku dan tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi permaisuri di hatiku selain kamu. Dan, kalau kamu tidak ingin mendapatkan pengawalan kemana-mana dan ponselmu tidak dilacak, mulai besok aku tidak akan melakukan itu lagi. kamu bebas melakukan apapun sesuai keinginanmu." Dave bangkit dan hendak meninggalkan Dian yang masih diam tidak bergerak.     

Namun, tiba-tiba tangannya ditahan.     

"Dave, aku percaya padamu, kamu pasti tidak akan mengkhianatiku. Aku sudah lupakan masa lalumu. Tapi, berjanjilah untuk tidak memberikan lampu hijau untuk semua perempuan. Karena kami kaum perempuan, baru dikasih senyuman saja kami sudah meleleh." Dian bangun dan memeluk tubuh suaminya dari belakang.     

"Kamu sudah memaafkan aku?" Dave menggenggam tangan sang istri dan memutar tubuhnya. Jarak tinggi mereka yang berbeda dua puluh senti membuat Dian mendongakkan kepala sekedar untuk melihat senyuman di wajah sang suami.     

"Hu'um, tapi kamu jangan berbuat macam-macam lagi." Jawab Dian.     

"Iya aku berjanji. Aku tidak akan membiarkan semua betina mendekatiku. Kalau tidak, singa betina didepanku akan berdiri surainya dan membuatku tidur diluar." Jawab Dave sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V di depan dadanya. Dian terkekeh melihatnya.     

Mereka pun berpelukan kembali dan satu masalah telah diselesaikan kurang dari dua puluh empat jam.     

"Maafkan aku yaa …" Dave memeluk Dian penuh mesra.     

"Iya, aku juga minta maaf telah mendiamkanmu seharian ini." Jawab Dian kembali dengan wajah menempel di dada bidang sang suami yang terbungkus kaos santai pas di badan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.