Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 257. My Kid's Mommy



III 257. My Kid's Mommy

0"Hari ini apa jadwalmu, sayang?" Darren yang sudah rapih dengan setelan jas serba hitamnya, sedang menikmati roti panggang dengan isian sayur dan potongan daging ditengahnya. Sarapan ala Darren sejak dulu yang hampir jarang mendapati nasi di sarapannya.     
0

"Tidak kemana-mana. Hari ini aku ingin dirumah saja sambil olahraga atau bercocok tanam." Jawab Calista sambil menyesap zuppa soup yang tidak bosan-bosannya dinikmati pagi siang sore malam.     

"Bagus kalau begitu. Aku pergi sekarang, ada meeting jam 10 pagi ini. Sayang, daddy berangkat kerja dulu yaa. Baik-baik dirumah bersama mommy." Darren mengecup perut sang istri yang pagi ini mengenakan gaun terusan sederhana lengan pendek sepanjang lutut. Calista mengusap lembut rambut sang suami yang mulai terlihat panjang.     

"Hati-hati di jalan ya daddy, cari uang yang banyak buat mommy dan babies." Ucap Calista menirukan suara anak kecil. Darren pun terkekeh mendengarnya. Akhir-akhir ini istrinya sering menirukan suara anak kecil jika Darren sedang berbicara dengan bayi mereka didalam perutnya.     

Tidak lupa Darren selalu mendaratkan ciuman lembut di ubun-ubun Calista, pipi kanan dan kiri, dan terakhir di bibirnya. Empat tempat yang rutin dilakukan Darren sebelum berangkat kerja. Calista tersenyum merasakan betapa kasih sayang Darren sangat berlimpah padanya.     

Sepeninggal Darren ke kantor, Calista segera menuju tempat ternyaman kedua dirumah ini selain kamar tidurnya, yaitu teras samping. Disini Darren membuatkan spot outdoor khusus untuk istri tercinta berupa taman sejuk dengan atap rindang diatasnya dan bunga-bungaan semakin mempercantik suasana. Calista pagi ini membawa laptopnya dari kamar berpindah tempat menuju teras. Angin yang sepoi-sepoi membuat ibu hamil itu malah mengantuk setelah sarapan.     

"Aduh gawat ini kalau pagi-pagi tidur. Bu Hera, apa Likha tidak akan kembali lagi?" Hera yang setia berada di sisinya, tersenyum mendengar pertanyaan nyonya majikannya.     

"Saya kurang tahu, nyonya. Terakhir bertemu waktu di rumah sakit di puncak tapi saya tidak berkesempatan untuk berbicara dengannya." Jawab Hera. Setelah mereka berpisah di mal waktu itu, Likha tidak menghubunginya lagi. Bahkan saat bertemu di puncak pun, Hera baru tahu kalau ternyata perawat nyonya majikannya itu sudah menikah. Dan, suaminya tampak sangat protektif padanya sehingga kemanapun Likha pergi, pasti suaminya berada disisinya.     

"Iya ya, apa aku telpon dia saja ya." Ujar Calista. "Tapi aku tidak punya nomer hpnya. Cona aku tanya Darren." Ucapnya lagi menimpali omongannya sendiri. Calista pun memencet nomer telpon sang suami yang diyakininya masih didalam perjalanan menuju kantor.     

"Iya sayang." Darren langsung memencet tombol hijau begitu melihat nama penelponnya adalah "My kid's mommy".     

"Darren, kamu punya nomer telpon Lewis kan? Aku boleh minta?" Tanya Calista. Pria dengan mata hijau yang sedang mengetik email ke salah satu kliennya, mendadak menghentikan jarinya menari di papan huruf dan angka.     

"Ada apa kamu mencari Lewis?" Darren mengernyitkan alisnya.     

"Aku mau tanya nomer telpon Likha. Aku ingin bicara padanya." Jawab Calista dengan suara lembutnya.     

"Oooh, sayang sekali mereka tidak dapat dihubungi hingga satu minggu kedepan." Jawab Darren.     

"Memangnya kenapa? Apa merek sedang pergi?" Tanya Calista penasaran.     

"Tepat sekali."     

"Kemana?"     

"Mereka sedang bulan madu ke Maldives selama dua minggu. Dan, minggu depan baru kembali ke Indonesia." Jawab Darren menjawab sejelas-jelasnya.     

"Bulan madu? Waahhh, enak sekali. Semoga sepulang mereka dari bulan madu, mereka langsung dikasih momongan, Aamiin." Jawab Calista.     

"Aamiin." Darren ikut meng-Aamiin-in.     

"Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati di jalan ya. Bye."     

"Bye." Darren melihat layar ponsel yang dimatikan sambungan telponnya oleh sang istri.     

"Dia sedang bulan madu. bu. Huft, aku kesepian." Calista menggoyang-goyangkan kedua kakinya diatas gazebo. Namun, tiba-tiba wajahnya berseri kembali seolah-olah mendapatkan ide baru. Dia pun memencet telpon dan menelpon seseorang lainnya. Selama beberapa lama, tidak juga dijawab. Hingga akhirnya panggilan yang dia lakukan pun akhirnya diterima oleh seseorang disana.     

"Halo … eugggh."     

"Dian? Kamu … masih tidur?" Calista meringis mendengar desahan Dian yang sepertinya masih pulas diatas kasur.     

"Calista? Oh sudah jam berapa ini?" Calista membayangkan temannya itu sedang mengucek-ngucek matanya dan mencari arloji atau ponsel untuk melihat waktu.     

"Maaf mengganggu kalau kamu masih tidur. Nanti aku telpon lagi ya." Jawab Calista.     

"Tidak tidak tidak apa-apa. Aku saja yang kesiangan. Euhhh Dave, singkirkan tanganmu dulu. Dadaku sesak." Calista semakin tidak enak hati hingga akhirnya dia pun mematikan ponsel lalu mengirimkan pesan.     

"Maaf mengganggu waktu tidurmu. Kalau kamu tidak sibuk, main kerumahku mau tidak? Balas yaa kalau sudah mandi dan sarapan. love, Calista." Pesan yang diterima dari Calista membuat Dian tersenyum. Matanya masih belum terbuka sempurna, tubuhnya pun masih polos tanpa sehelai benangpun.     

Setelah semalam adalah acara saling memaafkan layaknya lebaran, Dave meminta jatahnya. Dan,itu yang paling dikhawatirkan Dian kalau bermusuhan. Karena setelah berdamai, Dave akan lebih bersemangat memacu tubuhnya semalaman. Meskipun Dave mendominasi tapi tetap saja tubuh Dian seperti porak poranda dan tulangnya lemas tidak bisa bergerak.     

"Dave, sudah jam 7. Ya Tuhan, kamu sudah kesiangan. Bangunlah." Tangan kanan sang suami yang berada di dadanya terasa sangat kuat seperti tiang yang mengekang sempurna. Sejak Dian hamil, Dave tidak pernah lagi meletakkan tangannya di atas perut ibu hamil.     

"Aku tidak masuk hari ini." Jawab Dave dengan suara berat dan malasnya.     

"Hah, kenapa? Kamu sakit?" Dian membalikkan tubuhnya dari posisi telentang menjadi menyamping menghadap sang suami. Tangan halus dan jemari lentiknya meraba kening sang suami yang dirasanya tidak demam.     

"Kamu tidak demam. Terus kenapa kamu tidak masuk?" Dian mengernyitkan alisnya.     

"Humm … " Dave berusaha membuka matanya dan melihat sang istri yang sudah melek sempurna.     

"Kita akan pergi liburan selama satu minggu di Bali." Jawab Dave.     

"APA? Kamu tidak sedang mengigau kan?" Dian hampir saja bangkit dari tidurnya kalau tidak ditahan oleh tangan kanan Dave di pinggangnya.     

"Kita belum pernah pergi kemana-mana berdua. Pernikahan kita sangat sederhana bahkan cenderung biasa saja. Tapi, bukan berarti kita tidak bisa merayakan bulan madu berdua dengan mewah, bukan?" Jawab Dave sambil menempelkan hidungnya ke leher sang istri dan menghirup aroma tubuhnya yang belum mandi.     

"Tapi, ini semua terlalu mendadak. Aku belum menyiapkan apapun." Jawab Dian disela desahannya karena sang suami lagi-lagi dengan jahilnya menyesap lehernya yang pasti meninggalkan jejak disana.     

"Kamu tidak perlu menyiapkan apapun. Pesawat dan hotel sudah siap semua. Pakaian hanya perlu waktu kurang dari satu jam pasti beres."     

"Lalu, kita akan berangkat jam berapa?"     

"Nanti siang pesawat jam 12, begitu turun pesawat kita langsung check in." Ujar Dave sambil bibirnya merayapi wajah sang istri dan berakhir di bibir yang menjadi candunya.     

"Ummppph …" Dian memukul-mukul dada suami mesumnya untuk menjauh dari sisinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.