Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

III 258. Tidak Bisa Hidup Tanpamu



III 258. Tidak Bisa Hidup Tanpamu

0Diantara ratusan calon penumpang pesawat yang akan bertolak ke Bali, terdapat sepasang suami istri yang sedang berada di area lounge sebuah maskapai terbesar di Indonesia.     
0

"Kamu mau makan apa?" Dave bertanya ke Dian yang baru kembali dari toilet.     

"Aku sudah kenyang. Kamu mau aku ambilkan makanan atau minuman?" Dian bertanya balik.     

"Tidak, nanti aku ambil sendiri saja. Kemarilah duduk saja." Dave menarik lembut tangan Dian untuk duduk didekatnya.     

"Eh, aku lupa mau telpon Calista. Tadi pagi dia kirim pesan padaku." Dian langsung membuka ponselnya dan mulai membuat panggilan.     

"Calista …"     

"Hai Dian, kamu dimana? Sudah bangun tidurnya? Hehehe …" Calista menggoda temannya yang tadi pagi belum bangun tidur saat ditelpon.     

"Sudah dong, hehehe. Maaf yaa aku tidak menerima telponmu dengan baik." Jawab Dian.     

"Tidak masalah, aku paham kok. Oya, kamu sekarang dimana? Sudah baca pesanku kan?"     

"Sudah. Tapi aku minta maaf kita tidak bisa bertemu dulu mulai hari ini hingga satu minggu kedepan."     

"Kenapa?" Calista yang sedang membaca buku tentang 'ibu hamil dan probelematikanya' itu meletakkan sejenak bukunya demi menerima panggilan dari teman satu-satunya.     

"Aku … sudah berada di bandara untuk ke Bali bersama suamiku." Jawab Dian malu-malu. Dave yang pura-pura membaca majalah, sesungguhnya sedang menguping pembicaraan antar wanita. Akan ada rencana selanjutnya setelah yang pertama gagal.     

"Wah, kamu mau bulan madu ya? Ya sudah, selamat bersenang-senang yaa. Semoga pulang dari honey moon bisa menghasilkan kabar bahagia." Calista tersenyum senang. Kebahagiaan Dian juga kebahagiaanya. Dia dan Dian sama-sama memulai segalanya dari 0. Tidak ada keluarga yang support. Temanpun cuma satu sama lain. Untuk itulah mereka saling menguatkan bila salah satu dari mereka lemah dan berduka.     

"Aku belum bilang ya? Calista, aku sudah hamil." Dian cekikikan dan menatap suaminya yang tersenyum lembut padanya. Dave menarik tubuh sang istri dan mencium pipi sang istri sehingga menimbulkan suara cuppp.     

"Ahhh selamat sayangku. Kita hamil bersama-sama. Aku sudah tidak sabar ingin mengobrol denganmu." Jawab Calista.     

"Iya nanti ya sepulang dari Bali, kita akan berjumpa lagi."     

"Iya, have fun ya Dian. Mmuuahh …"     

"Mmuuahh …"     

Dian pun menutup panggilannya dan Dave menyaksikan istrinya menelpon dengan bahasa yang sangat mesra pada temannya.     

"Kalau aku tidak tahu, aku pasti mengira kalau kamu sedang menelpon lelaki lain. Ckckck …" Dave menggelengkan kepalanya.     

"Calista itu temanku sejak kami sama-sama susah. Kami bertemu saat melamar menjadi office girl dan kami diterima. Siapa sangka seorang office girl sebuah perusahaan, kini malah menjadi nyonya presdir perusahaan itu sendiri." Jawab Dian, sambil mengenang masa lalu mereka.     

"Office girl? Temanmu itu dulu seorang office girl?" Dave tidak percaya dengan yang didengarnya.     

"Ya, bapaknya seorang tukang becak dan ibunya seorang penjual jamu gendong. Ternyata, baru ketahuan belum lama ini kalau mereka adalah orangtua angkat Calista. Orangtua sesungguhnya adalah nyonya Agnes dan tuan Donni. Calista dibawa pergi mommynya sejak baru dilahirkan dan ditinggalkann di depan rumah orangtua angkatnya. Mommy Calista kabur dari papinya salama dua puluh tiga tahun dan baru bertemu kembali beberapa bulan yang lalu. Tenyata karena sebuah kesalah pahaman mereka berpisah tapi sekarang mereka sudah rukun kembali." Dian menjelaskan semua kejadian yang menimpa sahabatnya itu.     

Dave tertegun mendengarnya. Pria itu menyangka kalau Calista adalah perempuan yang hidup berfoya-foya dengan uang yang dihasilkan Donni Rickman. Tapi ternyata semua karena usahanya sendiri hingga bertemu dengan Darren, suaminya.     

"Kamu kenapa bengong? Ada yang salah dengan ucapanku?" Dian memalingkan wajahnya menatap sang suami yang wajahnya tertunduk dengan kedua telapak tangan menyatu diantara kedua lututnya.     

"Aku hanya membayangkan, apa yang terjadi jika kamu kabur lagi dari ku dan saat itu tidak berhasil aku temukan. Apakah nasib anak kita akan seperti Calista? Yang kedua orangtuanya bertemu lagi hingga puluhan tahun kemudian." Jawab Dave dengan ekspresi datar.     

Mendengar apa yang dikatakan Dave, Dian terdiam. Dia lupa kalau dia juga seperti mommy Calista namun bedanya, Dave selalu menemukannya. Dian dan Dave terdiam cukup lama hingga akhirnya suara panggilan untuk memasuki pesawat, menggema didalam lounge.     

"Sudahlah tidak usah dipikirkan lagi. Aku tahu kamu pasti tidak akan melarikan diri dariku lagi. Karena aku tidak bisa hidup tanpamu, tidak seperti papinya Calista yang masih bisa hidup dua puluh tiga tahun kemudian bahkan sampai sekarang. Aku … mungkin akan bunuh diri kalau harus kehilanganmu." Jawab Dave. Kalimat yang diucapkan Dave membuat Dian menitikkan air mata. Wajahnya mulai menampakkan ingin menangis.     

"Maafkan aku Dave, aku berbuat begitu karena emosi sesaat. Aku bukan orang yang bisa menahan emosi. Siapa juga istri yang tidak emosi melihat suaminya bercumbu dengan perempuan lain? Saat itu aku merasa aku hanyalah istri diatas kertas jadi aku tidak berhak untuk marah. Tapi, aku juga tidak bisa untuk diam saja. Jadi, aku memilih untuk pergi.'" Jawab Dian sambil menangis tersedu-sedu.     

"Kamu istriku sampai kapanpun. Kamu berhak untuk marah pada semua perempuan yang ingin menyentuhku. Jangan pernah bilang lagi istri diatas kertas, okay? Nanti baby kita marah sama daddynya." Dave memeluk Dian penuh haru dan cinta kasih. Tidak pernah salah dia menjatuhkan pilihan untuk menikahi perempuan emosian ini. Dave pun menghapus air mata sang istri dan mereka berjalan menuju pesawat sesuai yang diperintahkan.     

-----     

Perempuan hamil yang telah menyelesaikan olahraya yoga sorenya, membasuh keringat di wajah, leher, dan tubuhnya. Calista mengikuti gerakan tutorial dari internet untuk senam yoga ibu hamil. Hari-harinya saat ini hanya diisi makan, tidur, senam, dan bercocok tanam. Calista ingin bekerja lagi sekedar mengisi waktu luang. Namun, nasibnya selalu berakhir dengan buruk kalau keluar rumah. Oleh karena itu, Calista sadar diri untuk tidak kemana-mana. Toh dirumah sebesar ini banyak yang bisa dilakukannya.     

Perempuan hamil yang sudah kering keringatnya itu pun menenggak jus alpukat yang menyegarkan tenggorokannya dan juga membuatnya kenyang lebih lama.     

"Bu Hera, jam berapa sekarang?" Calista yang tidak membawa jamnya dan ponselnya pun sedang di charge, bertanya pada bu Hera yang baru saja datang membawakan cemilan jagung manis rebus untuk sang majikan.     

"Jam tiga, nyonya." Hera melirik arlojinya, sesaat setelah meletakkan sepiring jagung manis diatas meja.     

"Darren masih lama lagi pulang. Aku ingin kembali ke kamar dan berendam, setelah ini." Jawab Calista sambil mengipas-ngipas tubuhnya yang keringetan dengan handuk kecil.     

"Baik nyonya. Mohon maaf nyonya, ada yang ingin saya katakan kalau nyonya berkenan mendengarkan." Hera yang merupakan kepala pelayan dirumah ini, usianya masih diatas mamahnya dengan penampilan yang sangat keibuan.     

"Apa itu bu?" Tanya Calista penasaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.