Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 181. C'è qualcosa che posso aiutare



II 181. C'è qualcosa che posso aiutare

0"Sudah. Dan, mamah kebetulan tidak kemana-mana. Jadi daripada aku dirumah seharian tidak melakukan apapun, lebih baik aku menghabiskan waktu dengan ibu kandung yang baru aku temui setelah puluhan tahun lamanya." Jawab Calista sambil menepuk-nepuk lembut pipinya dengan cairan penyegar wajah.     
0

"Baiklah, lakukan apapun yang kamu suka. Tapi, jangan seharian dan jangan menjauh dari Ivan." Darren menutup laptop dan memasukkannya ke dalam tas khusus. Sebelum merebahkan tubuhnya ke atas kasur, Darren selalu ke kamar mandi terlebih dahulu untuk melakukan ritual menyikat gigi dan membasuh wajahnya.     

-----     

Tok tok tok …     

"Likha, kamu tidak makan malam?" Ini adalah malam kedua Likha dan Lewis tanpa Grace bersama mereka. Kemarin malam Likha melewatkan makan malamnya karena tidak ingin berduaan saja dengan Lewis. Dan berujung dengn hasil, makanan yang dibeli Lewis tidak dihabiskan.     

Kali ini Lewis ingin dengan mata kepalanya sendiri melihat perempuan yang sudah diamanahkan oleh kakaknya untuk menjadi seorang perawat bagi temannya.     

"Aku tidak lapar. Anda boleh makan duluan." Sahut Likha. Setelah Likha berkata seperti itu, perutnya bergemuruh hebat. Cacing-cacing didalam perutnya mulai berunjuk rasa meminta makanan. "Uhhh," Perempuan dengan jilbab instant warna peach itu meremas perutnya.     

"Keluarlah, aku tahu kamu lapar karena siang pun tidak makan. Aku sudah beli banyak makanan untuk kita. Aku tunggu di meja makan." Terdengar langkah Lewis meninggalkan pintu kamar perempuan yang masih bergulat batinnya. Mau makan tapi berduaan pasti membuatnya risih. Kalau tidak makan, dia tidak akan bisa tidur karena kelaparan.     

"Ya Allah, aku mau makan. Tolong aku hindarkan dari segala godaan syetan yang terkutuk. Huft!" Likha menarik napas dan menghembuskannya berkali-kali. Sampai akhirnya dia bertekad untuk makan namun tidak akan berbicara apapun yang tidak perlu.     

Likha membuka pintu dengan ragu-ragu namun lapar mengalahkan segalanya. Tubuhnya gemetar menahan lapar. Lebih baik puasa baginya tidak akan merasa lapar meski tidak makan seharian.     

"Kemarilah." Lewis dengan kemeja hitam dan celana panjang hitam, sibuk menata makanan diatas piring dan mangkuk dengan rapih. Tidak lupa dua gelas air putih sudah terisi dengan sempurna disebelah piring kosong.     

"Anda menyiapkan semuanya? Maaf saya tidak bisa membantu memasak karena tidak ada bahan sama sekali didalam kulkas dan saya tidak tahu harus belanja kemana." Likha berkata dengan takut-takut. Antara takut dan segan menjadi satu.     

"Tidak masalah, santai saja. Disini bukan Indonesia yang kamu bisa kemana saja sesuka hati membeli bahan mentah untuk memasak. Kalau disini kamu tidak bisa bahasa mereka, kamu akan kesulitan untuk berbicara." Lewis selesai dengan penataan dan duduk di kursi yang berada dihadapan Likha yang masih berdiri.     

"Duduklah." Melihat Likha yang masih berdiri dan terbengong, Lewis mengangetkan perempuan yang masih melamun itu.     

"Oh, baiklah." Jawab Likha.     

"Banyak sekali makanannya. Seperti untuk lima atau enam orang." Hamparan makanan diatas meja seolah pasti memuaskan rasa lapar yang ditahannya.     

"Aku tidak tahu kamu suka yang mana. Jadi, aku beli beberapa untuk pilihan." Ujar Lewis. "Ayo kita langsung makan." Ujar Lewis lagi.     

"Baiklah, terima kasih sudah memberikan aku makan. Hehe …" Jawab Likha cengengesan. Baru kali ini Lewis melihat Likha yang menampakkan giginya. Gigi kelincinya sangat menggemaskan ditambah dengan wajahnya yang polos tanpa make up tapi cantik natural, bahkan seperti habis sholat karena setengah basah oleh air. Lewis menggeleng-gelengkan kepalanya.     

"Anda tidak apa-apa?" Likha melihat Lewis menggeleng-geleng merasa mungkin bosnya sedang pusing.     

"Oh tidak apa-apa, hanya sedikit pusing saja." Jawab Lewis dengan berbohong.     

"Oh, sebentar." Likha meninggalkan meja makan dan segera beranjak ke dalam kamar.     

"Hei, mau kemana?" Teriak Lewis.     

Tidak berapa lama, Likha keluar dengan membawa sesuatu ditangannya.     

"Aku bawa ini untuk persediaan kalau sedang pusing. Anda minum satu butir setelah makan. Jangan minum bersama teh atau kopi." Likha meletakkan sekaplet pil pereda sakit kepala dengan bungkus warna putih, diatas meja dekat Lewis.     

"Oh, okay, terima kasih." Lewis tercengang dengan kepolosan Likha sehingga menertawakannya dari dalam hatinya.     

"Ayo lanjutkan makannya." Ujar Lewis lagi.     

Dua orang anak manusia berlainan jenis itu pun melalui acara makan malam tanpa berkata-kata lagi. Hanya kadang terdengar dentingan sendok dan garpu bertemu piring dan mangkuk. Bahkan bunyi menelan minuman pun terdengar jelas karena saking sepinya suasanya di dalam unit apartemen yang dimiliki Lewis.     

Kini giliran Likha yang mencuci semua peralatan makan. Lewis tidak diijinkan sama sekali untuk masuk dapur, meskipun pria itu sudah menyingsingkan lengan panjangnya sampai ke sikut. Likha bekerja dengan cepat dan gesit mencuci piring bahkan membersihkan ruangan dapur dan meja makan hingga tampak kinclong dan besih total.     

"Aku mau keluar sebentar. Kamu bisa langsung tidur. Aku bawa kunci cadangan." Lewis mengenakan jaket warna merah dan keluar apartemen tanpa menunggu jawaban dari Likha yang sedang duduk menenggak minuman air putih pelepas dahaga setelah membersihkan dapur dan sekitarnya.     

"Okay." Gumam Likha. "Baguslah kalau begitu. Aku bisa bebas tanpa takut lagi, hehe." Jawabnya lagi.     

Kehidupan malam kota Milan, sungguh sangat berbeda dirasakan Lewis dibandingkan saat dirinya di Jakarta. Disini pria blasteran ini memiliki banyak teman yang berpikiran terbuka dalam menerima pendapat dan bahkan banyak diantara mereka yang bergaul bebas dengan pacar mereka. Namun malam ini Lewis lebih suka sendiri menikmati jalan-jalan malam.     

Ada tempat yang ingin ditujunya saat ini, yaitu toko yang menjual aneka busana muslim. Satu-satunya butik yang menyediakan aneka busana untuk muslimah karena pemiliknya adalah seorang warga kebangsaan asli Italy yang seoran muallaf.     

"Sta cercando qualcosa signore? C'è qualcosa che posso aiutare? (Apakah tuan mencari sesuatu? ada yang bisa saya bantu?)" Seorang wanita berpakaian serba tertutup seperti Likha, menghampiri Lewis yang masuk ke dalam butik dan sedang berada dibagian gamis dengan berbagai macam model dan warna.     

"Sto cercando una salopette musulmana per mia moglie. (Saya sedang mencari pakaian muslim gaun terusan untuk istri saya.)" Ah sudahlah terlanjur basah mengatakan Likha adalah istriku ke orang yang ditemuinya dua hari yang lalu, jadi sekalian saja sebut istri untuk seterusnya. Pikir Lewis.     

"Vabbè, le piacciono i vestiti semplici o i vestiti stravaganti? (Oh baiklah, apakah dia suka gaun yang sederhana atau gaun yang mewah?)" Tanya wanita penjaga butik tersebut.     

"A mia moglie piacciono i vestiti semplici con colori neutri e poche decorazioni sui suoi vestiti. (Istri saya menyukai gaun yang sederhana dengan warna netral dan tidak banyak hiasan dibajunya.)" Jawab Lewis melengkapi kebohongannya yang sudah terlanjur jauh.     

"Beh, allora sembra un bel vestito. tua moglie è davvero una donna meravigliosa. Sono sicuro che deve essere molto bella. (Baiklah kalau begitu, sepertinya ini gaun yang bagus. Istri anda benar-benar wanita yang luar biasa. aku yakin dia pasti sangat cantik.)" Ujar wanita paruh baya tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.