Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 185. Pria Yang Sudah Mulai Terobsesi



II 185. Pria Yang Sudah Mulai Terobsesi

0"Bunga matahari, mawar, anggrek, melati, dan masih banyak lagi lainnya." Jawab Calista sambil mengekor Agnes yang membungkuk memandangi bunga yang nama latinnya Helianthus annuus L itu.     
0

"Papahmu tahu kalau aku menggemari bunga ini. Tanpa bertanya padaku apa hobiku dan bunga apa yang aku suka, papahmu membuatkan aku taman ini yang berisi banyak bunga-bungaan dan tanaman herbal. Bunga matahari ini adalah maskotnya." Agnes berhenti sejenak berkata-kata. Wanita yang masih tetap cantik meski usia sudah kepala empat itu, berdiri dan menatap kedua mata anaknya yang masih terpukau dengan isi taman yang cantik mempesona.     

"Sayangku, tidak semua lelaki pandai berkata-kata dan romantis dalam berbicara. Ada sebagian lelaki yang lebih suka bekerja dengan tindakan. Coba kamu ingat-ingat, apa saja yang sudah Darren lakukan untukmu sebagai tanda cintanya, meskipun dia tidak mengucapkan tiga kata sakti yang ditunggu-tunggu kaum hawa 'I LOVE YOU'. Tindakan itu lebih baik daripada ucapan. Lebih terasa dan hasilnya akan selalu dikenang." Jawab Agnes.     

Calista terdiam sejenak. Mencoba meresapi semua ucapan mamahnya. Mungkin ada benarnya kalau Darren selama ini hampir tidak pernah mengucapkan kata-kata mesra, kecuali saat bercinta. Tapi, Darren tahu betul kalau istrinya ini suka tidur di sembarang tempat, cerewet, pelupa, dan ceroboh. Itu semua sudah sangat dimaklumi Darren hingga kadang pria bermata hijau itu yang akan membereskan sisanya.     

"Iya mah, terima kasih atas semua nasihat mamah. Aku mungkin yang terlalu berharap. Tapi, tidak menyadari kekurangan sendiri." Jawab Calista.     

"Semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing sayang. Jangan pernah membandingkan satu orang dengan orang lainnya. Kita sendiri pun punya itu. Tapi, mamah yakin, kamu punya lebih banyak kelebihan dibandingkan kekurangan." Agnes memeluk erat sang anak dengan penuh kasih sayang.     

"Iya mah, terima kasih mamah mau menemani Calista hari ini, juga mencicipi masakan buatan mamah." Ujar Calista. "Tapi, sepertinya, Calista harus pulang sekarang. Sudah terlalu lama disini, mamah juga pasti banyak pekerjaan. Lain kali Calista akan kesini dengan Darren." Calista menimpali.     

"Mamah tunggu. Ya sudah, kamu juga harus banyak istirahat. Mamah antar ke depan." Calista tersenyum dan mengangguk. Kedua perempuan beda generasi namun sama-sama cantik di usia mereka masing-masing itu, berjalan meninggalkan taman milik Agnes dan menuju ke halaman utama. Tampak Ivan berdiri dari duduknya di teras depan.     

"Kamu sudah makan?" Agnes tadi menyediakan juga bagian makan siang untuk Ivan dan menyerahkan kepada pelayan didapur untuk melayaninya makan.     

"Sudah nyonya, terima kasih." Jawab Ivan dengan datar.     

Calista dan Agnes saling bertukar pandang dan tersenyum dikulum. Cara Ivan menjawab pertanyaan sungguh membuat hati kedua wanita itu geli dibuatnya.     

"Baiklah mah, aku pulang sekarang. Terima kasih sekali lagi. Mamah langsung masuk saja. Jangan lupa istirahat ya mah." Calista sudah duduk di kursi penumpang bagian belakang dan Ivan pun sudah siap mengemudikan kendaraan berroda empat itu untuk menuju rumah tuan majikannya.     

"Hati-hati ya dijalan. Datang lagi yaa …" Calista dan Agnes pun berpisah dengan saling melambaikan tangan mereka.     

-----     

"Andrew, bagian ini kamu perbaiki lagi. Kata-katanya kurang mengena lawan bicara nanti." Darren sedang berdiskusi dengan Andrew untuk membahas pertemuan mereka satu minggu lagi dengan presdir sebuah perusahaan raksasa di bidangnya.     

"Baik tuan, saya akan perbaiki sekarang." Jawab Andrew.     

"Ya sudah, bubar lanjutkan pekerjaanmu." Darren mengusir Andrew dengan cara halus seperti biasa.     

Drrt … drrt … drrt …     

Tiba-tiba ponsel Darren bergetar, tanda pesan masuk tiba.     

"Oke, akan kami catat. Kami akan tunggu kehadiran bapak dan ibu besok pukul 10 pagi. Terima ksaih dan salam sehat selalu." Tulis isi pesan tersebut. Darren menyeringai membaca isi pesan dan langsung meletakkan kembali telpon genggamnya ke sisi meja. Satu masalah terselesaikan.     

"Oya, aku belum telpon Calista pagi ini. Perempuan ini, selalu aku yang menelponnya, bukan dia yang menelponku. Padahal kesibukan dia hanya sepersepuluh kesibukanku." Gumam Darren. Pria yang sudah mulai terobsesi dengan suara istri yang harus didengar meskipun hanya beberapa menit, mulai menunggu sang istri untuk menerima telpon darinya, sambil jarinya mengetuk-ngetuk meja kayu beralaskan kaca tebal dan bening.     

"Darren?" Calista berkata.     

"Kamu sudah pulang?" Darren akhirnya bisa tersenyum lega setelah mendengar suara sang istri.     

"Sudah, ini masih dijalan. Ada apa?" Calista kembali bertanya.     

"Tidak ada. Kamu mau langsung pulang atau kemana lagi?"     

"Aku mau langsung pulang saja. Ada apa? Kamu mau mengajakku untuk ke kantormu lagi?" Tanya Calista sambil mendengus kecil.     

"No, cuma minta kamu untuk mengkosongkan jadwalmu besok." Jawab Darren.     

"Besok? Mau kemana besok?" Calista mulai merasa Darren sering sekali membuat kejutan untuknya.     

"Aku sudah daftar untuk jadwal kontrolmu besok ke dokter kandungan. Kita dapat jam 10 pagi." Ujar Darren.     

"Oh benarkah? Wahhh, terima kasih ya daddy. Besok daddy dan mommy bisa melihat aku." Calista menirukan ucapan anak kecil yang imut dibuat-buat.     

"Hehehe … suaramu lucu sekali." Darren terkekeh mendengarnya. Calista pun ikut tersenyum diujun telpon sana. Benar apa kata mamah Agnes, tidak semua lelaki mudah mengucapkan tiga kata sakti untuk menunjukkan rasa sayang dan pedulinya. Beberapa lain akan berkata lewat tindakan demi mengimbangi kekurangan pasangannnya.     

Tiba-tiba saja dada Calista berdesir bahagia mengingatnya.     

"Darren …"     

"Ya …" Jawab pria yang telah selesai tertawa tapi senyumanya masih membekas di bibirnya.     

"Cepat pulang, aku akan buatkan soto ayam, dengan buatanku sendiri." Calista berkata.     

"Baiklah, tunggu aku dirumah. Aku akan segera pulang secepat mungkin." Jawab Darren dengan penuh antusias. Telpon pun akhirnya ditutup oleh Calista setelah mengucapkan beberapa salam cinta perpisahan sementara.     

"Ivan, mampir ke supermarket dulu ya." Calista tidak yakin bahan-bahan untuk membuat soto ada dirumah, jadi dia memutuskan untuk langsung membeli ke supermarket bahan-bahan yang dia perlukan.     

"Baik nyonya." Jawab Ivan seperti biasa.     

Mobil yang seharusnya berbelok ke kanan untuk masuk kep pintu tol, kini lurus ke depan dan di persimpangan belok kiri menuju sebuah pusat grosir terdekat dari jarak mereka saat ini. Calista teringat pengalaman dia pernah diculik setelah belanja dari supermarket. Jadi, dia pun meminta Ivan untuk menemani masuk kedalam dan membawakan barang belanjaanya. Ivan dengan sigap mengiyakan saja tanpa berpikir macam-macam.     

Mobil mereka pun akhirnya sampai di pelataran parkir yang sangat luas di depan pusat grosir tersebut. Calista turun dari mobil setelah Ivan memastikan mobil sudah berhenti sempurna.     

"Ayo cepat-cepat ikuti aku, aku tidak mau berlama-lama disini." Ujar perempuan hamil yang melirik arloji di tangan kirinya. Semuanya berpacu dengan waktu, belum lagi masaknya juga lumayan lama.     

Calista berjalan cepat menuju pintu masuk sementara Ivan menyusul dibelakang dengan langkah-langkah panjangnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.