Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 191. Tempat Pelelangan (1)



II 191. Tempat Pelelangan (1)

0Benar kata perempuan yang ditemuinya pertama kali masuk kurungan. Dirinya akan ditempatkan ke dalam sebuah sel kurungan berbentuk kotak persegi yang digembok rapat. Namun, apa yang mengejutkan dirinya adalah salah seorang pria melepas jilbabnya dengan paksa.     
0

"Tidaaaakkkkk!" Likha menggenggam jilbabnya erat-erat sekuat tenaga agar tidak terlepas. Namun, kekuatan pria itu tidak sebanding dengan Likha. Tangan perempuan malang itu dihempaskan hingga jilbabnya pun berhasil terlepas dari kepalanya. Likha meraung-raung menangis pilu. Kini harga dirinya seolah-olah sudah tergadaikan sia-sia.     

"Huhuhu, kalian pendosa! Kalian akan terima azabnya!" Teriak Likha dengan wajah garang. Justru hal tersebut di tertawakan terbahak-bahak oleh kedua pria tersebut.     

Likha ditinggalkan didalam kurungan besi tanpa menggunakan jilbabnya.     

-----     

"Dian!" Calista melambaikan tangannya memanggil teman yang selama ini dirindukan karena kaabr terakhir disekap oleh suaminya tersebut. Perempuan yang dipanggil, baru saja masuk ke dalam mall dan langsung berjalan cepat menghampiri teman satu-satunya itu.     

Mereka berdua pun berpelukan melepas kangen sambil cium pipi kiri dan kanan. Calista menarik tangan Dian menuju kafe yang sudah dipesan salah satu mejanya.     

"Kamu kemana saja? Aku mencarimu kemana-mana. Dan tiga hari yang lalu aku ke kantor suamimu untuk diijinkan kerumahmu bertemu denganmu. Dan, disinilah kita bertemu." Calista menatap Dian yang seperti tidak ada perubahan dari terakhir bertemu. Hanya saja, sikapnya sekarang lebih pendiam. "Kamu tidak apa-apa?" Lanjutnya lagi.     

"Aku baik-baik saja." Jawab Dian pelan.     

"Kamu … terakhir bilang padaku untuk … menyelamatkanmu. Kamu bisa ceritakan kenapa waktu itu?" Tanya Calista.     

"Huft, Calista, aku … saat ini sedang pemulihan." Jawab Dian lemas. Sorot matanya yang sendu cukup bercerita banyak peristiwa yang terjadi beberapa hari ini.     

"Pemulihan … kamu habis sakit apa?" Pertanyaan Calista harus terhenti sejenak karena dua jus dan beberapa cemilan mulai diantarkan seorang pelayan kafe.     

"Terima kasih." Sahut Dian dan Calista hampir bersamaan. Dan, disambut ucapan 'selamat menikmati hidangan'.     

"Jadi sampai mana tadi? Kamu pemulihan habis sakit apa?" Calista memangku pipi kirinya dengan tangan kiri dan menengok ke sebelah kanan dimana Dian duduk.     

"Aku … habis kuret." Sahut Dian sambil tersenyum tipis.     

"APA? KURET?" Dian membelalakkan matanya mendengar Calista yang tidak bisa mengontrol ucapan sehingga terdengar kencang.     

"Oh maaf maaf." Calista menyeringai malu melihat semua pengunjung kafe melihat padanya. Dian menundukkan wajahnya menahan malu.     

"Calista, kenapa kamu tidak sekalian saja pakai toa dan umumkan ke seluruh pengunjung mal." Jawab Dian sambil tertunduk malu.     

"Iya iya maaf, aku kaget sekali. Kamu kuret kenapa? Kamu habis jatuh kecelakaann atau bagaimana? Eh tunggu, sejak kapan kamu hamil?" Calista tiba-tiba teringat ada sesuatu yang hilang dari cerita mereka. Dian yang tahu-tahu bilang kuret padahal Calista belum pernah mendengar temannya itu hamil.     

"Aku hamil beberapa minggu, masih muda. Tapi, ada suatu kejadian yang membuat aku keguguran." Jawab Dian. Calista mendengarkan dengan penuh seksama dan ikut sedih menatap satu-satunya teman dekat itu memiliki nasib yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan dirinya.     

"Yang sabar ya sayang. Kamu akan memiliki anak lagi. Aku yakin." Jawab Calista berusaha untuk menghibur temannya itu.     

"Calistaaa, aku tidak tahu." Dian menelungkupkan wajahnya ke atas meja. "Aku … entahlah … aku … aku tidak mengerti." Ujar Dian yang merasa sangat bingung dengan semua kejadian yang menimpanya beruntun.     

"Dian, apa kamu … mencintainya?" Tanya Calista ragu-ragu.     

"Cinta? Cinta menurutmu itu seperti apa? Apakah ketika kamu mengidolakan seseorang dan dia memberimu lampu hijau dan lalu kalian hidup bahagia bersama? Atau, cinta itu datang ketika kalian sering bertemu dan sering melakukan banyak hal bersama-sama?" Dian menatap sendu Calista.     

"Kamu bertanya pada perempuan yang menikah dengan pria atas dasar saling membutuhkan. Aku butuh uang dan dia butuh keturunan. Menurutmu apakah cinta bisa datang?" Tanya Calista balik.     

"Huh, kenapa hidup kita tidak seperti perempuan-perempuan lain yang normal yaa. Bertemu pria tampan dan baik-baik, kenalan, pacaran, lalu menikah, dan punya anak. Kenapa kita harus hidup yang ekstrim seperti ini?" Jawab Dian sambil menghela napasnya sambil menyandarkan punggung.     

"Cinta bisa datang dengan sendirinya, kalau kata mamahku. Mereka awalnya menikah bukan karena cinta. Tapi seiring berjalannya waktu, mereka saling merindukan satu sama lain ketika mereka berjauhan, dan mereka saling melengkapi kekurangan dan kelebihan pasangan." Calista tersenyum lembut dan menepuk tangan Dian dengan perlahan-lahan.     

"Entahlah." Ujar Dian lagi.     

"Oya, kenapa kamu bisa kesini? Kamu lari dari suamimu atau …" Calista bertanya dengan penuh kehati-hatian.     

"Aku diantarkan oleh supir suamiku. Nanti aku pulang bersama supirnya dan menjemput dia ke kantor lalu kami pulang bersama." Ujar Dian.     

Masih banyak yang ingin Dian katakan jadi mereka sambil makan dan minum, kedua perempuan itu melanjutkan obrolan yang sudah tertunda berhari-hari itu.     

Tidak kerasa satu jam sudah kita ngobrol-ngobrol. Aku ingin lebih lama tapi nanti dia tidak mengijinkan aku keluar rumah lagi. hehe … Terima kasih ya Calista sudah mau mendengarkan semua curhatanku." Jawab Dian.     

"Aku yang terima kasih karena kamu mau jujur padaku. Kita berdua sama-sama pelaku pernikahan kontrak. Semoga kita bisa melewati semua ini dengan baik dan kedua suami kita sayang dan bucin pada kita, masing-masing istrinya. Aamiin."Jawab Calista.     

"Bucin? No terima kasih. Ya Tuhan, tolong kabullkan semua doa Calista, kecuali yang bucin." Jawab Dian dengan penuh keseriusan. Calista dan Dian pun tertawa terbahak-bahak, menertawakan hidup mereka yang penuh dengan dilematis.     

"Aku harus kembali ke kantornya. Dan, maaf aku belum diijinkan untuk memiliki telpon genggam. Segera setelah aku memilikinya, kamu adalah orang pertama yang akan aku beritahu." Ujar Dian. Seorang supir sekaligus pengawal Dave tampak sedang menerima telpon diujung kafe, yang sejak tadi dia mengawasi Dian agar tidak bisa melarikan diri lagi. Setelah menerima telpon, pria itu berjalan dan menghampiri Dian juga Calista.     

"Maaf nyonya, anda sudah ditunggu tuan Dave sekarang di kantor." Pria itu berkata dihadapan dua perempuan yang masih menikmati jus mereka masing-masing.     

"Baiklah Calista, aku pergi dulu. Terima kasih atas pertemuan yang mendadak ini kamu bisa mengabulkannya." Ucap Dian.     

"Kebetulan aku juga sedang berada di kantor suamiku. Jadi aku bisa langsung kesini kurang dari satu jam." Sahut Calista dengan tersenyum ramah.     

"Okay sampai jumpa ya, hati-hati dijalan." Ujar Calista lagi.     

"Ya sama-sama. Kamu juga yaa. Bye." Ucap Dian sambil mengecup pipi kiri dan kanan lalu mereka pun berpisah.     

"Bye, Dian." Gumam Calista yang sedang sendirian.     

-----     

Dengan kurungan tertutup oleh kain panjang dan tebal, Likha merasakan tubuhnya ikut terangkat bersama sel ini. Bukan terangkat, tapi didorong seperti diatas kereta. Likha tidak tahu takdir apa lagi yang akan membawanya kali ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.