Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 166. Tolong Aku!



II 166. Tolong Aku!

0"Dian … Dian …" Dave merasakan kenikmatan saat jari jemari halus dan kecupan hangat mengecup di telinganya. Namun, kedua matanya tetap tidak bisa terbuka karena sangat mabuknya.     
0

"Aku akan melepaskan semua beban di hatimu malam ini sayang." Ucap Siti dengan suara lembutnya.     

Mendengar suara yang datang ketelinganya, Dave membuka mata perlahan. Netranya menangkap sosok perempuan yang sangat dicintainya sedang tersenyum padanya dengan penuh kasih sayang. Dave tersenyum bahagia dan menarik leher Siti yang disangka adalah Dian. Namun, baru saja Siti mengecup tipis bibir pria pemabuk, Dave sontak melebarkan matanya dan menghempaskan wajah yang ada didepannya.     

"Kurang ajar! Siapa kamu? Berani memanfaatkan kesempatan!" Dave memang mabuk tapi tenaganya masih sangat kuat bahkan untuk melemparkan seorang pria yang beratnya sama dengan dirinya.     

Siti yang terjerembab ke lantai, ketakutan dan memungut pakaiannya lalu cepat-cepat memakainya kembali. Dave yang hendak mencengkeram tanganya, berhasil ditepisnya dan perempuan penggoda itu pun keluar kamar melarikan diri.     

-----     

"Aku harus kembali ke kantor. Kamu dirumah saja jangan kemana-mana. Kalau butuh sesuatu, minta sama Hera." Darren dan Calista yang naik pesawat penerbangan paling pagi itu, kini sudah sampai di mansion Darren. Calista yang sudah sembuh dari flu nya, masih belum diijinkan untuk keluar rumah oleh sang suami.     

"Iya, iya, sudah sana kembali ke kantor. Aku akan berbaring dulu sebentar, lalu kebawah." Jawab Calista.     

"Itu baru benar." Darren mengecup ubun-ubun Calista dengan dua tangannya menangkup wajah perempuan hamil tersebut.     

"Bye, hati-hati dijalan." Jawab Calista.     

Darren mengibaskan tangannya di udara tanpa melihat Calista lagi.     

"Huft, apa kabarnya Dian ini? Kenapa susah sekali menghubungi dia." Calista beranjak dari pembaringannya dan mengambil ponsel yang ada didalam tas diatas nakas.     

"Semoga dia baik-baik saja. Terlalu banyak rahasia yang dia sembunyikan dariku." Calista menunggu beberapa saat lamanya, sampai nada dering terputus dengan sendirinya. Tiga kali dia lakukan namun tidak ada jawaban dari si penerima.     

"Besok aku akan ke butik. Semoga dia ada disana." Gumam Calista. Perempuan hamil muda itu keluar kamar dan menuruni anak tangga. Calista ingin menghirup udara di teras samping.     

"Selamat pagi nyonya." Beberapa pelayan memberi salam hormat kepada majikan mereka yang baru pulang dari berlibur itu.     

"Selamat pagi." Sapa hangat kembali Calista.     

"Selamat pagi nyonya." Kali ini Hera yang datang dan menyapa dari arah belakang.     

"Pagi bu Hera." Jawab Calista.     

"Sarapannya apakah mau dibawa kesini, nyonya?" Hera bertanya dengan lembut.     

"Hmm, boleh bu. Tapi aku minta sarapannya salad buah saja ya. Jangan pakai susu krimmer. Pakai yoghurt saja." Jawab Calista.     

"Siap nyonya, saya siapkan sarapannya dahulu." Hera membungkuk hormat dan memundurkan langkahnya lalu memutar melangkahkan kaki menuju dapur.     

Calista mengusap perut yang sudah berusia dua bulan kehamilan. Karena perutnya yang terbiasa rata, maka saat hamil menjadi terlihat jelas meski masih sangat muda.     

"Baik-baik didalam ya nak. Mommy akan selalu menjaga kamu dimanapun kamu berada. Meski mommy kelak tidak berada disisimu dua puluh empat jam, tapi doa mommy selalu menyertai kalian." Calista pun menyenandungkan sebuah lagu yang sangat disukainya, perfect, yang dinyanyikan oleh Ed Sheeran.     

"Nyonya, sarapannya sudah siap." Hera menata salad buah dan minuman air putih mineral diatas meja. Calista berpesan kalau makanannya sudah mengandun banyak gula, seperti salad maka minumannya adalah air putih.     

"Iya terima kasih bu." Jawab Calista, "Oya bu, apa kabar Wandi? Bagaimana keadaan dia sekarang?" Tiba-tiba Calista teringat pria bayaran yang disuruh untuk melacak keberadaan Dian, temannya.     

"Wandi baik-baik saja, nyonya. Berkat rekomendasi dan bantuan dari nyonya, sekarang Wandi menjadi supir kantor tuan Darren." Jawab Hera sambil tersenyum cerah.     

"Oh syukurlah, selalu ada pelangi setelah hujan. Selalu ada hikmah disetiap kejadian." Calista berkata sebelum memasukkan suapan pertama kedalam mulut.     

-----     

"Silahkan nyonya." Feni memapah perlahan wanita yang baru menjalani operasi kuret tersebut. Bagaikan awan gelap, Dian menatap rumah yang harus dia kembali datang kedalamnya. Rumah yang banyak menyimpan kenangan buruk. Rumah yang menurut Dian lebih mirip rumah penyiksaan karena disini Dian tidak punya hak suara sama sekali dan tidak bisa bernapas layaknya manusia normal.     

"Feni, aku boleh minta tolong?" Dian menatap Feni yang masih memapahnya berjalan menaiki anak tangga menuju kamar utama Dian di lantai dua.     

"Apa itu nyonya? Kalau yang menyangkut nyawa, aku tidak berani nyonya." Jawab Feni jujur dan dengan raut muka was-was.     

"Pinjami aku telpon genggammu. Telponku terjatuh dijalan. Aku ingin menelpon seorang teman." Ujar Dian dengan suara pelan karena belum sembuh benar.     

"Nanti aku berikan di kamar, nyonya." Jawab Feni setengah berbisik. Rumah ini dipasang cctv hampir disemua tempat jadi tuan muda mereka bisa melihat apa saja yang dilakukan semua orang di rumah ini.     

"Terima kasih." Dian menyunggingkan senyuman senang karena ada harapan.     

"Cepat berikan padaku." Dian duduk di tepi kasur dan meminta Feni untuk segera meminjamkan telpon genggamnya. Feni segera mengeluarkan ponsel dari saku seragam pelayannya.     

"Beruntung aku hapal nomer Calista." Gumam Dian. Perempuan yang masih ringkih itu segera memencet dua belas digit angka di telpon genggam milik Feni.     

"Ayo Calista angkat …" Dian mengetuk kakinya ke lantai berulang-ulang. Perempuan itu gugup, cemas, takut, menjadi satu.     

"Halo …"     

"Calista, ini aku Dian." Dian tersenyum sumringah senang karena akhirnya setelah dua kali panggilan, diterima juga oleh Calista.     

"Dian, aduh maaf aku tadi lagi senam tidak mendengar bunyi hp. Kamu dimana?" Tidak kalah paniknya dengan Dian, Calista senang luar biasa bisa mendengar suara temannya kembali.     

"Calista, tolong aku! Tolong aku keluar dari rumah ini. huhu …" Dian menangis sesenggukan air mata langsung deras membanjiri wajahnya.     

"Kamu dimana? Share lokasi kamu sekarang juga." Jawab Calista.     

"Aku coba sekarang ya. Oya, ini nomer hape temanku. Hp ku aku buang ke tong sampah."     

"Hah? Kok bisa? Kenapa?     

"Ceritanya panjang. Yang penting aku mau keluar segera dari rumah ini. Tolong aku yaa!" Dian berkata.     

"Aku akan menolongmu. Cepat share saja lokasinya sekarang juga." Ujar Calista.     

Dian pun mematikan ponsel dan mulai mencari titik lokasi rumah Dave berada. Butuh waktu beberapa menit karena sinyal sampai akhirnya Calista mendapatan pesan tertulis berupa rute peta rumah Dian.     

"Jauh sekali. Aku bilang Darren tidak ya? Kalau bilang, pasti tidak akan diijinkan. Kalau tidak bilang, lebih bahaya lagi." Calista berpikir keras. Dia tidak punya teman yang bisa dimintai tolong.     

"Ah aku tidak mau ambil resiko. Apapun yang terjadi, Darren harus menolongu!" Gumam Calista mantap meyakinkan diri untuk tidak menyembunyikan apapun lagi dari Darren.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.