Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II. 120. Bungkusan Kotak Kecil



II. 120. Bungkusan Kotak Kecil

0Sara menghela napas. Mencoba memberi ruang untuk pertanyaan berikutnya. Sara penasaran dengan kemiripan wajah antara Agnes dan Calista. Mereka bagai pinang dibelah dua dan yang membedakan hanya usia mereka saja yang diperkirakan sekitar dua puluhan tahun.     
0

"Sayang, kamu masih ingat kan, mami pernah meminta seorang desainer interior untuk merenovasi bagian dalam butik ini agar terlihat semakin nyaman dan betah pengunjung? Besok mami mau bertemu dia lagi untuk membahas kelanjutannya. Kamu mau ikut mami?" Sara menggenggam kedua tangan sang menantu perempuannya yang berada diatas paha.     

"Calista pasti mau. Tapi, Calista harus bilang sama Darren dulu ya mi." Jawab Calista.     

"Tentu saja. Kamu memang istri yang patuh. Ya sudah, mami mau melanjutkan pekerjaan dulu. Oya, terima kasih yaa karena kamu acara launchingnya sukses dan mami banyak orderan dari semua model yang diluncurkan." Sara memutar tubuhnya dan kembali duduk di kursi kebesarannya.     

"Kalau begitu, aku pamit mau ke kantor Darren dulu ya mi." Calista menghampiri Sara, wanita sosialita yang berdiri di atas kemampuannya sendiri, tanpa mengandalkan dukungan seorang pria di belakangnya.     

"Iya, hati-hati yaa. Hera bersama kamu kan?"     

"Iya mi." Sara dan Calista pun saling mencium pipi kiri dan kanan. Perempuan hamil itu kelua rmeninggalkan ruangan kerja Sara.     

Sebelum ke kantor Darren, Calista mencari keberadaan temannya, Dian. Setelah berkeliling didalam butik beberapa menit, akhirnya dia menemukan Dian sedang mengetik jumlah rangkuman orderan masuk. Ya, Dian disini bekerja sebagai admin dibelakang komputer, karena pengalaman bekerjanya adalah sebagai sekretaris.     

"Dian, aku pergi keluar sebentar. Aku kembali kesini sebelum jam 12. Nanti kita makan siang bersama yaa. Aku mau ajak kamu ke salah satu restoran seafood yang enak banget makanannya." Calista menghampiri Dian dan berkata sambil berbisik.     

"Oh baiklah, hati-hati dijalan." Dian hendak berdiri dan mengantar Calista sampai pintu, namun ditahan oleh perempuan hamil tersebut.     

"Aku minta nomer ponselmu lagi. Sepertinya kamu mengganti nomer hp mu ya?" Calista menatap Dian dengan tatapan cemberut dan kesal jadi satu.     

"Iya maaf, nanti aku ceritakan yaa kenapanya." Calista memberikan ponselnya dan Dian mengetik beberapa angkat di layar ponsel Calista dan menyerahkan kembali kepadanya.     

"Sampai jumpa nanti siang." Calista melambaikan tangan dan mereka pun berpisah di tengah ruangan.     

Calista dan Hera meluncur ke kantor Darren. Namun di tengah jalan, Calista meminta supir untuk berbelok ke sebuah toko souvenir yang berada di tepi jalan yang menarik hatinya.     

"Mau apa kita kesini, nyonya?" Hera terheran-heran. Perjalanan masih jauh namun majikannya ini sudah meminta berhenti.     

"Ibu tunggu disini saja ya." Calista turun mobil tanpa menunggu dibuka pintunya. Dia masuk kedalam melewati pintu yang berbunyi krincingan berasal dari rangkaian bel-bel kecil disambung dengan berbagai macam pernak-pernik yang sungguh memikat hati para pengunjung yang datang.     

"Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu?" Seorang perempuan yang diperkirakan pramuniaga toko tersebut, menghampiri Calista dan bertanya dengan ramah.     

"Aku mencari sebuah benda yang bisa dipakai couple tapi digunakan setiap hari. Kira-kira apa ya yang bagus?" Calista yang tidak tahu mau beli apa, meminta saran mba pramuniaganya.     

"Hmm, kalau digunakan setiap hari itu jaman sekarang adalah ponsel. Jadi yang berhubungan dengan ponsel." Jawabnya.     

"Oh boleh boleh, apa yaa kira-kira?" Calista melangkah santai menyusuri lorong rak pajangan yang ada didepannya. Belum ada yang bisa memikat hatinya. Namun, tiba-tiba matanya terbelalak lebar dan senyumnya mengembang sempurna ketika melihat sesuatu dihadapannya.     

"Aku mau ini. Tolong dibungkus ya." Calista menyerahkan benda yang dimaksud dan pramuniaga itu sigap membungkus dan menghitung harga barangnya. Calista tersenyum lebar melihat benda yang dipilihnya sedang dbungkus dan dimasukkan kedalam kotak kecil.     

"Aku sudah bermain api dibelakang Darren. Dia harus di ambil hatinya biar tidak semakin ganas dan marah-marah terus." Batinnya.     

Setelah selesai dibayar, Calista membawa bungkusan kecil itu kedalam tasnya dan dia pun kembali berjalan menuju mobil. Hera yang sudah menunggu, tidak bertanya apa-apa. Bukan kapasitasnya untuk ikut campur urusan majikannya. Lagipula hanya ke toko souvenir sudah pasti yang dibeli barang-barang kecil yang berhubungan dengan kerajinan tangan.     

Mobil itu pun akhirnya sampai di pelataran parkir The Anderson Group. Bangunan tinggi menjulang yang memiliki 30 lantai itu, setengahnya dipakai sendiri oleh The Anderson Group, setengahnya lagi di sewakan untuk perusahaan lain yang ingin memiliki kantor di gedung ini. Calista tidak pernah bermimpi apalagi berangan-angan untuk menjadi istri seorang pemilik gedung ini.     

Dulu dia dan Dian adalah salah satu office girl di bangunan ini. Orang-orang lama pasti mengenalnya. Karena Calista bekerja sambilan menjadi office girl sejak kuliah di semester 5. Biaya hidup yang tinggi, tidak punya uang transferan dari orangtua, dan belum punya keahlian, menjadi office girl adalah satu-satunya pekerjaan saat itu. Dengan honor yang dimilikinya, Calista bisa membayar uang kuliah sendiri dan biaya hidup selama merantau.     

Kini perempuan cantik yang sedang mengandung keturunan dari The Anderson, melangkah masuk menuju lobi didampingi Hera di sisi kanannya. Terakhir dia bekerja disini adalah sebagai sekretaris pribadi Darren. Dan itu hanya berlangsung dua minggu, selebihnya dia kembali menjadi tawanan rumah. Sampai saat ini pun, tidak semua orang tahu kalau Calista adalah istri dari seorang Darren Anderson.     

Celakanya, Calista tidak mempunyai kartu pass masuk kedalam gedung. Perempuan itu merutuki dirinya dalam hati karena terlalu ceroboh dan mengabaikan hal-hal yang remeh. Beruntung, Hera punya kartu pass masuk tapi itu hanya untuk satu orang saja. Artinya, Calista tetap belum bisa masuk.     

"Permisi, maaf saya mau bertemu tuan Darren Anderson." Calista berkata dengan sopan. Dua orang resepsionis yang dihadapannya ini baru dia lihat artinya orang baru.     

"Ada keperluan apa anda ingin bertemu tuan Darren?" Seorang resepsionis wanita menatap Calista dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tatapan menyelidik.     

"Dia ini …."     

"Aku ini tamu dan sudah ada janji dengan beliau. Kalau tidak percaya, boleh telpon sekretarisnya, Andrew." Jawab Calista menyela ucapakan Hera yang ingin memberitahukan pada resepsionis itu status Calista.     

"Oh, kalau begitu tunggu sebentar." Perempuan itu pun mengambil gagang telpon dan melakukan panggilan ke nomer yang diyakini Calista adalah nomer ekstension Andrew.     

Calista memberikan kode mata ke Hera untuk tidak membuka rahasia status dia disini. Hera yang mengerti kode tersebut, hanya mengangguk pasrah.     

"Maaf, pak Andrewnya tidak mengangkat telpon. Mungkin sedang tidak di tempat. Anda bisa menelpon hp pak Andrew kalau punya nomernya." Resepsionis itu berkata. Calista tersenyum lebar ke resepsionis tersebut dan berkata, "Baiklah, aku telpon saja tuan Darren langsung." Resepsionis itu melebarkan matanya tidak percaya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.