Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II. 121. Memakai Headset



II. 121. Memakai Headset

0"Maaf, pak Andrewnya tidak mengangkat telpon. Mungkin sedang tidak di tempat. Anda bisa menelpon hp pak Andrew kalau punya nomernya." Resepsionis itu berkata. Calista tersenyum lebar ke resepsionis tersebut dan berkata, "Baiklah, aku telpon saja tuan Darren langsung." Resepsionis itu melebarkan matanya tidak percaya.     
0

Calista menyingkir beberapa meter dari tempat resepsionis. Jendela lebar dan tinggi menjadi tempat yang dipilihnya untuk melakukan panggilan kepada suami bermata hijaunya.     

"Ya …" Suara berat dan sedikit serak yang menjadi cirri khas Darren, menjawab telpon disaat dirinya masih memimpin rapat. Semua orang yang hadir di ruangan rapat diam seketika.     

"Siapa orang yang menelpon? Sangat langka sekali bos mereka menerima panggilan disaat rapat kecuali sangat mendesak." Pikir para direktur setiap divisi yang hadir.     

"Aku ada di lantai satu depna respsionis. Aku tidak membawa kartu pass jadi tidak bisa masuk. Aku bawa sesuatu untuk kamu. Aku titip Hera saja yaa. Aku tunggu dibawah." Calista menahan senyum sambil meringis. Sejujurnya, dia tidak berani menghadapi Darren saat ini, terlebih lagi ditempat kerjanya. Entah apa yang akan pria itu lakukan untuk menghukum dirinya yang menyewa orang diam-diam dibelakangnya.     

"Huh, coba saja kalau berani." Darren menyeringai sinis. Aura mengancamnya membuat semua orang yang ada didalam ruangan seperti tidak bisa bernapas. Presdir mereka ini memang terkenal royal dan sering memberi banyak reward kepada mereka yang rajin dan tekun bekerja. Namun, jika sampai mengecewakan dirinya, apalagi tidak setia, jangan harap bisa bekerja di perusahaan manapun. Karena satu kata 'BLACKLIST' dari The Anderson Group, bisa membuat seseorang jadi pengangguran selamanya.     

"Lalu aku harus bagaimana? Menunggumu disini sampai jam pulang kerja? Atau aku balik saja ke butik kalau begitu." Calista tidak kalah mengancamnya. Tidak ada yang berani mengancam seorang Darren, kecuali Calista.     

"Andrew akan menjemputmu. Tunggu saja disana." Jawab Darren singkat. Andrew yang mendengar namanya disebut, langsung tahu siapa yang menghubungi bosnya di jam rapat seperti sekarang ini.     

"Saya kebawah sekarang." Tanpa bertanya apa-apa lagi. Andrew langsung meninggalkan ruangan rapat dan bergegas menuju lantai 1 dimana istri bosnya berada.     

Semua orang yang hadir tidak berani bertanya. Mereka diam sambil berpura-pura mengetik sesuatu di laptopnya atau sekedar membaca kertas laporan yang dibagikan sebelum rapat dimulai.     

"Nyonya, silahkan ikuti saya." Andrew yang sudah sampai lantai 1, langsung menghampiri istri bosnya yang berada tepat di depan jendela kaca yang tinggi menjulang dan lebar.     

"Andrew. Aku tidak punya kartu pass." Jawab Calista.     

"Ini kartu yang bisa nyonya pakai kapanpun untuk keluar masuk gedung ini. Sebenarnya tanpa kartu juga bisa. Tinggal bilang saja kalau nyonya adalah istri dari presdir The Anderson Group." Jawab Andrew langsung sambil memberikan sebuah kartu pass bertuliskan nama gedung dan nama perusahaan.     

"Tidak dulu untuk saat ini. Biar Darren yang memutuskan saja bagaimana nanti. Sekarang dimana bos kalian?" Ketiga orang itu menggunakan lift khusus yang hanya dimasuki oleh Darren dan Andrew. Kini Calista ikut merasakan berada didalam lift itu.     

"Tadi saya tinggal, masih memimpin rapat. Tapi sekarang entahlah. Coba saya lihat nanti di ruangan beliau sudah selesai atau belum." Andrew menjawab pertanyaan Calista sambil tetap menatap pintu lift dari dalam.     

"Oh ok." Suasana hening seketika didalam lift. Hera lebih banyak diam sejak tadi. Tidak ada yang perlu dikatakan olehnya. Andrew pun demikian.     

Akhirnya mereka sampai di lantai paling atas bangunan ini. Pintu lift yang terbuka lebar menampilkan sesosok pria tinggi menjulang dengan setelan jas hitam dan bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar rahangnya juga rambut hitam lebatnya.     

"Jadi, kamu memutuskan untuk datang?" Calista tercekat melihat Darren sudah berdiri tepat dihadapannya.     

"Ehm, aku … aku …" calista tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sorot mata tajam Darren seolah menghipnotisnya untuk diam seribu bahasa.     

"Dimana dia?" Tanya Calista kemudian.     

Darren langsung menarik tangan kiri Calista dan membawanya ke dalam ruangannya. Hera dan Andrew ditinggal begitu saja.     

"Katakan padaku, keberanian macam mana yang kamu miliki sehingga bisa menyewa orang untuk menjadi mata-mata?" Darren mengangkat tubuh Calista untuk duduk di atas meja kerjanya. Dan, kini tinggi mereka sejajar sehingga mata tajam Darren tidak bisa dihindari Calista lagi.     

"Aku … aku hanya ingin … tahu kabar temanku. Dia menghilang setelah pulang kerja dari butik." Jawab Calista dengan merundukkan wajahnya.     

"Lihat aku!" Dagu Calista diangkat. Kini wajah mereka saling berdekatan, hidung mereka menempel satu sama lain.     

"Apa kamu sudah memperhitungkan akibatnya kelak? Bagaimana kalau sampai ada korban jiwa? Hmm." Hembusan napas dari kalimat yang di ucapkan Darren, membuat Calista tidak bisa berkata apa-apa. Aroma khas pria benar-benar ada pada diri Darren. Dan, Calista tidak bisa menjelaskan dengan detail jenis aromanya.     

"Tapi tidak ada kan? Hehehe …" Jawab Calista lagi. Karena gugup ditatap Darren lamat-lamat, Calista menggigit bibirnya.     

"Untuk kali ini aku maafkan. Tapi, kalau lain kali aku masih mendapati kamu berbuat seperti ini lagi, hukuman dariku akan lebih hebat dari sekedar bercinta sampai pagi. Mungkin, aku akan menggunakan alat-alat seks seperti yang ada di internet. Seperti cambuk, tali, besi, atau tongkat. Mungkin?" Darren menyeringai kejam yang membuat bulu kuduk Calista berdiri. Membayangkannya saja sudah membuatnya ngilu, apalagi merasakannya langsung.     

"Baik baik, aku tidak akan melakukannya lagi. Aku janji!" Perempuan yang masih duduk diatas meja itupun mengacungkan dua jari didepan wajahnya. Jarinya yang gemetar membuat Darren menahan senyumnya. Perempuan ini mudah sekali diancam. Salah satu yang paling disukai Darren dari Calista adalah jiwa toleransi dan setia kawannya. Namun kadang hal itu justru jadi boomerang untuk dirinya sendiri.     

"Hmm, bagus. Tapi, kamu harus tetap dihukum." Darren menyusupkan tangan besarnya kedalam dress yang dikenakan Calista. Tangan besar itu meraba paha mulus sang istri dan sampai ke punggung hingga tanpa sadar pengait bra itu sudah terlepas. Calista mengatupkan bibir menahan desahan yang akan keluar dari bibirnya.     

"Tolong, jangan disini. Nanti ada orang masuk." Calista memejamkan mata merasakan sentuhan Darren yang semakin lancangnya menjelajahi kulit tubuhnya.     

"Biarkan saja orang melihat apa yang kita lakukan." Darren melumat bibir yang menjadi candunya setiap hari. Sangat manis meskipun kalimat yang keluar dari bibir ini terkadang pahit dan asam didengar.     

Tangan Darren menarik tengkuk Calista sehingga wajah mereka semakin erat. Darren mengangkat tubuh Calista dan menggendongnya diatas perutnya.     

"Pelan-pelan, ada baby." Calista memperingatkan Darren yang mulai liar dan semakin bernafsu. Pria bermata hijau itu meletakkan Calista di atas sofa dan dia sendiri bergegas membuka zipper celananya. Darren menarik segitiga warna hitam yang masih menutupi kewanitaan Calista.     

"ini hukuman karena telah bermain api di belakangku."     

"Aahhhh …." Calista mengerang menahan teriakan karena kejantanan Darren langsung menghujam kewanitaannya dengan sekali hentakan.     

Sementara itu diluar, Hera dan Andrew berjaga di depan pintu masuk ruangan Darren sambil memakai headset di telinga masing-masing.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.