Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 127. One Night Stand



II 127. One Night Stand

0"Oh, anda Lewis? Bos kakak saya? Yang meminta saya untuk ke Italy bersama?" Pertanyaan Likha yang beruntun, membuat Lewis tersenyum tipis.     
0

Lewis yang baru sampai Bali, langsung menuju rumah sakit tempat dimana adik dari managernya bekerja. Dia tidak ingin menyia-nyiakan waktunya meski sehari saja.     

"Boleh saya minta waktunya untuk berbicara empat mata?" Tanya Lewis, kedua tangannya dilipat didepan dada.     

"Hmm boleh, tapi bukan sekarang. Aku masih bekerja." Jawab Likha pelan.     

"Kapan selesai bekerja?" Lewis mengamati perempuan dihadapannya ini yang seolah-olah takut dengan dirinya. Dia berdiri agak menjauh dengan menjaga jarak.     

"Dua jam lagi." Jawab Likha setelah melihat arloji di tangan kirinya.     

"Oke, aku akan kembali dua jam lagi. Kamu tunggu aku di lobi, pastikan aku menemukanmu disana dua jam lagi." Jawab Lewis sambil melangkah pergi.     

"Okay." Jawab Likha singkat.     

"Huft, aku harus menjawab apa nanti? Aku ingin sekali ke luar negeri. Tapi, pekerjaanku disini bagaimana? Susah payah mencari pekerjaan dan akhirnya diterima disini, itu merupakan hal yang sangat luar biasa." Gumam Likha bingung.     

-----     

Britney yang kehilangan jejak Dave, segera berbelok arah kembali menuju Jakarta dan diskotek tempat beberapa teman sosialitanya menunggu.     

"Sial! Bisa-bisanya aku mengikuti sejauh ini tanpa hasil." Gerutu Britney.     

"Lihat saja besok di kantor. Aku akan mencecarnya dan mencari tahu sampai dapat." Tidak ada yang tidak bisa aku dapatkan. Mendapatkan Darren hanya soal waktu saja. Karena pria itu sudah menikah jadi pergerakannya sedikit terhambat. Namun, bukan berarti tidak bisa mendapatkannya.     

"Haiii Britney, darimana saja kamu? Kami sudah lama menunggu sampai bulukan begini." Seorang perempuan seksi dengan pakaian yang hanya menutupi dada dan sangat tipis, menyapa Britney yang baru saja datang dengan wajah ditekuk sedemikian rupa.     

"Huft, sudahlah, aku lagi kesal malam ini. Ayo kita bersenang-senang sampai pagi." Jawab Britney sambil mengambil minuman yang diberikan seorang bartender, wine.     

"Hahaha, siapa orang yang bisa bikin kesal perempuan cantik satu ini? Kila habiskan malam ini dengan joget sampai pagiiiii." Jawab teman Britney lainnya.     

Alunan musik yang menghentak seolah-olah bisa menghancurkan gendang telinga manusia, ditambah pemandangan setiap pengunjung yang meliak-liukkan tubuh mengikuti nada music dan pakaian juga aroma alcohol sangat terasa di ruangan tersebut. Diskotek paling terkenal se Jakarta yang dimiliki oleh Jack, salah seorang teman Darren dan Lewis.     

"Jack, kamu lihat perempuan disana? Janda dari Donni Rickman, yang juga mantan dari temanmu, Darren? Hidup baginya hanya pria dan bersenang-senang." Seorang pria yang berdiri disebelah Jack dilantai dua, yang bisa melihat ke arah lantai satu tempat lantai dansa dan kumpulan manusia berjoget sampai pagi.     

"Huh, kenapa? kamu tertarik?" Jawab Jack malas menjawabnya.     

"Tertarik? Aku pria yang sudah banyak mencicipi setiap tubuh perempuan, kalau harus mencicipi dia lagi, bukankah sama saja aku tidak memiliki kemajuan?" Jawab pria berambut setengah ikal dan berkacamata tersebut.     

"Sialan! Mencicipi tubuh perempuan kamu bilang kemajuan? Dasar psycho!" Jack meninggalkan tempatnya berdiri dan menuju ke ruangan kantornya yang berada di lantai tiga.     

"Hei tunggu dulu! Malam ini kamu harus menemaniku minum-minum sampai pagi!" Teriak pria berambut agak ikal tersebut.     

"Carilah perempuan lain untuk kamu cicipi malam ini. Jangan dekat-dekat denganku! Aku tidak mau dituding homo karena selalu berdua denganmu kemana saja!" Lewis mengibaskan tangannya diudara ke arah belakang tanpa memalingkan wajahnya. Dia benar-benar ingin sendirian malam ini.     

"Sial!" Pria itu pun menenggak habis wine yang ada di gelas tergenggam dan berjalan menuruni anak tangga menuju lantai dansa. Matanya tidak lepas kea rah Britney. Perempuan yang akan dijadikan target untuk menjadi simpanan dirinya, yang sudah menikah dan punya anak.     

"Britney, kamu lihat pria yang duduk dekat bartender. Dari tadi aku merasa dia melihat kamu te rus." Teman Britney yang menemaninya berjoget, berbisik dengan suara agak keras di telinga Britney. Britney menoleh mencari asal wajah yang ditunjuk temannya. Benar saja, di sana duduk seorang pria dengan rambut agak ikal dan berkacamata tipis namun bukan seperti kacamata seorang kutu buku. Senyumnya pasti mengarah ke Britney dengan wine yang diangkat ke atas. Britney tersenyum manis padanya.     

"Akhirnya, ada mangsa baru." Pikir Britney. "Hilang satu tumbuh seribu. Aku tidak perlu mencari, namun pria datang sendiri padaku." Gumamnya lagi.     

"Huh, tipe perempuan yang haus akan uang dan kasih sayang. Aku pun membutuhkan tipe perempuan seperti itu saat ini, untuk memuluskan tujuanku." Pikir pria berambut ikal itu, Rian.     

"Hai, sendirian?" Britney menghampiri Rian dan duduk di sebelahnya.     

"Hai, ya, seperti yang kamu lihat. Kamu sendiri bagaimana?" Tanya Rian basa basi busuk.     

"Aku bersama teman-temanku. Mereka ada disana." Britney melambaikan tangan pada empat orang temannya dan mereka pun melambaikan tangan balik sambil mengedip nakal.     

"Hehehe, sungguh menyenangkan sekali memiliki banyak teman." Ucap Rian.     

"Teman-temanmu dimana?" Tanya Britney penasaran. Pria seperti dirinya datang sendiri ke diskotek kalau bukan karena patah hati, pasti jomblo.     

"Teman-temanku bukan disini dunianya. Mereka lebih suka pulang kerja lalu segera pulang kerumah dan besok kembali bekerja lalu pulang lagi, begitu seterusnya. Hehehe …" Rian terkekeh sambil menyeruput wine keduanya     

"Sungguh membosankan dunia seperti itu. Aku lebih suka hidup bebas tanpa tekanan dan tuntutan. Tidak ada yang mengekang. Hidup cuma sekali, jadi harus dinikmati sepuasnya. Bukan begitu?" Britney semakin mendekatkan duduknya ke sisi Rian. Pria berkacamata itu senang, umpannya berhasil. Perempuan ini tampaknya tidak hanya bodoh, tapi juga mudah dirayu dan dipuji.     

Kedua insan manusia berlaianan jenis itu pun menghabiskan waktu semalaman dengan berjoget di lantai dansa, mabuk-mabukkan, hingga tanpa disadari, mereka melanjutkan pergi ke sebuah hotel terdekat dan memesan satu kamar untuk berhubungan seks yang sudah panas sejak dari dalam diskotek.     

Pagi menjelang dan sebuah kamar tampak porak poranda seperti diamuk badai yang maha dahsyat. Sprei, bantal, dan pakaian berserakan kemana-mana. Sepasang pria dan wanita masih tidur pulas dengan wajah perempuan diatas dada sang pria. Keduanya bertelanjang penuh dan hanya ditutupi selimut tebal dan bercak-bercak merah ditubuh sang wanita tampak bertebaran di sekujur tubuhnya.     

Britney, perempuan itu, mengangkat kepalanya perlahan setelah mengerjap-ngerjapkan matanya. Pikirannya masih linglung karena mabuk semalaman. Dia tidak menyadari apa yang dilakukannya.     

"Ohhh …" Britney memegang kepalanya yang masih agak pusing. Matanya masih belum menemukan penglihatan dengan jelas, tubuh siapa yang dia peluk semalaman.     

Rian terbangun mendengar suara Britney mengaduh.     

"Kamu sudah bangun?" Pria berkacamata itu tampak sangat berbeda tanpa kacamata di wajahnya. Rambutnya yang berantakan, membuat dirinya tampak lebih maskulin dan mempesona, setidaknya itu menurut penglihatan Britney pagi ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.