Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 128. Zuppa Soup



II 128. Zuppa Soup

Perempuan hamil itu terbangun di pagi hari sudah tidak mendapati suaminya di sisinya. Semalam mereka tidak melakukan apapun selain berpelukan semalaman. Calista merasakan tidurnya lebih pulas jika bisa mendengar detak jantung dan hembusan napas Darren. Dengan langkah lesu, Calista menuruni kasur dan bergegas menuju kamar mandi. Hasrat ingin buang air kecilnya semakin sering terjadi beberapa hari ini.     

Dengan mata masih setengah mengantuk dan rambut acak-acakan, Calista membuka pintu kamar mandi yang tidak terkunci. Baru masuk melangkahkan satu kaki, matanya tiba-tiba terbelalak melihat Darren sedang menikmati mandi dibawah kucuran air hujan buatan dari kepala pipa yang terbuat dari bahan stainless steel itu.     

Spontan Calista menutup pintu kamar mandi dengan kencang. Darren yang tidak mengetahui Calista masuk, namun mendengar pintu dibanting, terkekeh dibawha guyuran air shower.     

"Ahh, kenapa aku sepanik ini? Bukankah aku sudah sering melihat tubuhnya? Eh tapi, kenapa jantungku dag dig dug? Huft, tenang tenang. Tenangkan dirimu, Calista." Gumam dirinya sendiri mencoba memberi ketenangan pada hatinya yang dibuat kalang kabut.     

"Kamu kenapa? Seperti belum pernah melihat tubuhku saja." Darren keluar dari kamar mandi dengan handuk masih membelit tubuh bagian bawahnya. Dihampirinya lemari baju dan dicarinya setelan jas yang akan dipakainya hari ini. Begitu saja dia membuka handuk dihadapan Calista dan memakai pakaian dalamnya.     

"Aaaahhh, pakai didalam kamar mandi sana!" Calista melempar bantal ke arah Darren dan menyembunyikan tubuhnya keseluruhan dengan selimut. Untuk beberapa detik, Calista menimbun dirinya didalam selimut tebal. Tiba-tiba selimut yang membungkus tubuhnya ditarik paksa oleh Darren dan selimut itu terbuang ke lantai berkarpet.     

"Tidak perlu malu begitu. Cepat mandi dan turun sarapan. Aku tunggu dibawah segera." Darren yang sudah siap berpakaian kemeja putih, tinggal menyisakan jas hitamnya. Tampak sudah siap untuk berangkat kerja.     

"Kamu … duluan saja sarapan. Menungguku nanti kesiangan. Aku akan sarapan nanti." Jawab Calista dengan senyum dipaksakannya. Kalau ada Darren dirumah ketika sarapan, dipastikan Calista tidak bisa pilah-pilih makanan. Darren tidak mentolerir istrinya yang susah makan.     

"Aku tunggu dibawah, aku akan panggil Hera supaya kamu cepat berpakaian." Darren segera keluar kamar. Tidak berapa lama kemudian, Hera masuk dan disambut dengan tatapan pasrah dari Calista.     

Berkat bantuan Hera, Calista bisa segera menyelesaikan mandi dan berganti pakaian. Hari ini Calista sudah ada janji dengan mommy dan desainer interior yang baru saya disewa Sara. Calista sudah mempersiapkan buku agenda dan laptopnya. Perempuan hamil itu sangat semangat ketika ada waktu untuk mempelajari hal yang baru.     

Melihat Calista yang sedang menuruni tangga, Darren langsung menutup laptopnya. Dia menghampiri Calista dan meraih tangannya untuk segera duduk di kursi sebelahnya. Perlakuan Darren yang semakin manis dari hari ke hari membuat Calista takut tidak bisa meninggakan semua kebahagiaan semu ini. Ingin rasanya dia berkata kepada Darren, "Jangan terlalu baik padaku. Hatiku bisa terperangkap dan sulit untuk pergi jauh. Aku butuh hati yang batu dan keras, agar tidak ada sakit hati saat harus berpisah."     

Namun, ketika dikatakan ibu hamil harus memiliki mood yang bagus dan hati yang gembira pastinya, maka Calista menerima semua perlakuan manis Darren tersebut. Walau dia yakin, Darren juga hanya berpura-pura saja agar hati Calista selalun gembira dan ceria.     

"Hari ini kamu akan pergi bersama mommy dan temannya kan?" Tanya Darren sambil menyuap potongan sandwich ke dalam mulutnya.     

"Iya, aku akan ke butik mommy dan berangkat dari sana untuk ketemuan di luar." Jawab Calista, sambil menyeruput makanan berupa roti yang diletakkan diatas cangkir dan kuahnya terbuat dari jagung, jamur, dan agak krimi karena campuran susu dan kejunya. Calista sejak kemarin meminta makan paginya hanya zuppa soup karena soup ini juga mengenyangkan dan enak untuk perutnya, jadi tidak mual lagi.     

Darren tersenyum senang melihat Calista lahap makannya.     

"Oya, hari ini weekend. Besok kita akan ke Jogja. Aku juga ingin kenal ibu dan bapak mertuaku." Jawab Darren santai.     

"APA? SERIUUUSS? Kamu tidak becanda kaaan?" Calista tersentak kaget dan berteriak kesenangan. Akhirnya Darren menepati janjinya untuk menemani Calista pulang sejenak ke jogja.     

"Untuk apa aku becanda. Kamu senang?" Tanya Darren yang seharusnya tidak perlu ditanyakan lagi.     

"Tnetu saja aku senang sekali! Mmuahhhh, kamu memang suami paling tampan dan pengertian." Calista tidak sadar langsung duduk dipangkuan Darren dan menghujaninya dengan ciuman di seluruh wajahnya.     

"Daripada kamu menciumku, kenapa kita tidak melakukan hal yang menyenangkan di pagi hari ini." Sahut Darren yang disambut dengan cibiran di bibir perempuan hamil. Dia pun kembali ke kursinya dan menghabiskan sup kental kesukaannya.     

"Aku akan pulang cepat. Setelah bertemu desainer itu, aku akan segera pulang." Jawab Calista.     

"Tumben kamu patuh. Setiap hari saja begini kan enak. Aku tidak perlu menghukum siapapun." Jawabnya. Pria bermanik mata hijau itu segera berdiri setelah menuntaskan sarapannya. Calista juga sama telah selesai makan. Mereka berpisah di pintu utama. Calista naik mobil lain bersama Hera dan seorang supir untuk Calista sehari-hari.     

"Dimana pria yang merupakan keponakan Hera?" Darren bertanya pada supirnya. Kemarin dia menyerahkan Wandi kepada supir itu untuk diberikan hukuman dan selanjutnay diberikan pekerjaan di lapangan.     

"Sudah saya serahkan pada tim promosi, tuan. Dai punya dasar ilmu marketing jadi sedikit banyak dia tahu seluk beluknya." Jawab supir itu yang lumayan diabaikan Darren.     

"Oh, pastikan dia membayar apa yang sudah diterima olehh istriku. Kerja belum tapi gajinya sudah diambil. Ujar Darren sedikit emosi.     

"Siap tuan!" Jawab supir Darren tersebut.     

"Bu, kita berangkat sekarang sebelum terjebak macet." Hera yang diajak bicara, sedikit melamun membayangkan nasib ponakan satu-satunya.     

"Siap nyonya." Hera pun langsung membereska peralatan sang majikan perempuan. Sementara, Calista yang menenteng tas laptop dan tas selempang. Mereka pun langsung meninggalkan rumah tidak lama setelah mobil Darren pergi.     

Hera ingin menanyakan kabar keponakannya kepada Calista namun hatinya ragu-ragu karena Wandi sendiri sudah tahu apa konsekuensinya jika menerima pekerjaan dari Calista.     

"Maaf bu Hera, aku tidak tahu kondisi Wandi. Aku belum sempat bertanya pada Darren. Tapi, perasaanku berkata kalau keponakan bu Hera baik-baik saja. Darren tidak akan tega memberkan hukuman kepada keluarga dari orang kepercayaanya." Sahut Calista. Kalimat yang diutarakan majikan perempuan ini sungguh sangat menenangkan hatinya. Bagaimana tidak, Wandi adalah keponakan satu-satunya. Dan, Hera mengemban amanat untuk menjaganya sebaik mungkin.     

Jam masih menunjukkan pukul 8 pagi ketika Calista sampai didepan butik Sara. Baru beberapa karyawann yang datang. Itu juga para office girl dan office boy sedang membersihkan semua peralatan hasil dari pekerjaan kemarin.     

Keberuntungan di pihak Calista. Jam masih menunjukkan satu jam lagi butik dibuka namun tiba-tiba …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.