Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 129. Desainer butik, Dwi Aryani



II 129. Desainer butik, Dwi Aryani

0Keberuntungan berada pihak Calista. Waktu di arlojinya masih menunjukkan satu jam lagi butik dibuka namun tiba-tiba Dian sudah terlihat duduk di teras samping butik. Suasana di luar teras bisa dilihat dari dalam lewat kaca besar membentang sepanjang sisi.     
0

Calista mengetuk kaca dengan buku-buku jarinya. Dian yang sedang menatap jalanan, memalingkan wajahnya mencari asal bunyi. Senyumnya sumringah lebar ketika melihat teman satu-satunya tersenyum ke arahnya.     

"Pagi sekali kamu datangnya. Apa setiap hari selalu sepagi ini?" Calista menghampiri Dian dan duduk di depannya. Kursi besi dengan untaian cantik berwarna tembaga itu, menjadi saksi obrolan dua sahabat di pagi hari.     

"Iya, aku selalu datang jam segini. Jakarta kalau tidak datang pagi-pagi, bisa kesiangan datangnya meski berangkat beda lima menit." Jawab Dian sambil tersenyum. Ada sesuatu yang menarik mata Calista seketika, namun dia berusaha untuk tidak ketahuan melihatnya. Beruntung, Dian sedang mengalihkan pandangannya ke jalanan dan bercak merah itu semakin tampak terlihat jelas. Calista semakin dibuat penasaran.     

"Dian, kamu pernah bilang mau cerita-cerita padaku. Mumpung aku ada waktu sekarang, ayo ceritakan padaku." Calista memegang kedua tangan Dian dan bertingkah merajuk manja seperti anak-anak.     

"Mana cukup waktunya. Setengah jam lagi mulai kerja." Jawab Dian sambil menyipitkan mata.     

"Memangnya ceritamu setebal buku Harry Potter? Cih! Yang penting-penting saja lah, ayooo cepat cerita!" Calista berdiri dan berpindah duduk disebelah Dian. Kedua tangannya menggenggam lengan Dian yang membuat Dian terkekeh.     

"Iya, iya, singkat saja yaa. Selebihnya nanti kalau ada waktu lagi. Karena tuan putri ini waktunya padat sekali." Jawab Dian sambil menarik hidung mancung Calista.     

"Putri antah berantah. Sudahh, ayo cepat cerita!" Jawab Calista setengah memaksa.     

"Calista, aku ini … sudah menikah." Dian menundukkan wajahnya malu namun senyumannya tidak seperti pasangan bahagia yang baru menikah. Melainkan seperti ada ganjalan dihatinya. Namun, Calista menampakkan senyuman termanisnya dan mendoakan teman satu-satunya itu.     

"Waahh, selamat ya sayang. Nikah kok tidak bilang-bilang sih." Pelukan erat dan hangat diberikan perempuan hamil untuk teman yang telah berani mengungkapkan statusnya itu.     

"Aku … menikah dengan … pria yang memperkosaku." Jawab Dian lirih. Terdengar helaan napas dari bibirnya setelah dia selesai berkata.     

"Apa? Kamu mau menikah dengan pria itu? Bukankah kamu bilang kalau dia adalah pria yang …"     

"Ya, dia pria yang egois, posessif, dan juga cemburuan. Belum pernah aku bertemu dengan pria seperti itu dalam hidupku. Entah apa dosaku bisa bertemu dan menikah dengannya."     

"Jadiii … ehem-ehem … merah-merah ini hasil keegoisan suamimu?" Jawab Calista sambal mengulum senyum dan menunjuk kiss mark di leher Dian yang terlihat jelas dari dekat.     

"Ya ampuuun, aduhh, a-aku, ahh." Dian panik bukan main dan menutupi leher dengan genggaman tangannya. Calista tertawa terbahak-bahak melihat kepanikan di wajah Dian.     

"Hahaha, kamu itu yaa, memangnya kamu tidak bercermin dulu sebelum keluar rumah? Dan, seharusnya kamu juga sadar kalau suamimu menyesap lehermu, sudah pasti akan ada tanda merah. Hahaha …"     

"Ssttt, kamu jangan kencang-kencang begitu ngomongnya! Aku malu tahuu." Dian cemberut mengerutkan bibirnya. Sungguh sial sekali dia bisa lupa kalau Dave tidak akan pernah melewatkan lehernya untuk disesap setiap kali mereka berhubungan.     

Setelah puas tertawa terbahak-bahak hingga meneteskan air mata disudut kelopaknya, Calista mengeluarkan sebuah syal dari dalam tasnya.     

"Sejak menikah, aku selalu membawa ini kemana-mana didalam tasku. Sekarang kamu pakai dulu, tidak usah dikembalikan tidak apa." Calista tersenyum lebar. Dia senang melihat senyum di wajah sahabatnya. Dian menikah mungkin bukan dengan pria idamannya. Namun, setidaknya pria yang dia nikahi adalah pria yang mau bertanggung jawab setelah merampas keperawanan sahabatnya itu.     

"Terima kasih Calista, kamu memang sahabat aku. Oya, nanti siang tidak kemana-mana kaan? Aku akan ceritakan secara lengkap dan jelas." Dian mengambil syal terulur dari Calista. Jari jemarinya lincah membelit leher yang terdapat banyak jejak kiss mark, dengan model syal menjadi lebih cantik.     

"Oke, kali ini aku akan pastikan aku makan siang denganmu. Aku sudah tidak sabar mendengar ceritamu seutuhnya." Calista dan Dian berjalan beiringan menuju ke dalam butik, karena jam kerja akan segera dimulai.     

"Calista, kamu pagi sekali datangnya." Sepeninggal Dian bekerja, Calista menyibukkan diri dengan membantu seorang desainer memasang manik-manik di gaun pengantin pesanan milik seseorang.     

"Mommy? Iya mi, lumayan. Aku jadi punya pengalaman memasang manik-manik cantik ini." Jawab Calista dengan senyum cerah.     

"Hehe, kamu memang perempuan yang luar biasa. Mau mencoba segala jenis pekerjaan dengan suka hati." Jawab Sara.     

"Oya, kamu siap-siap setengah jam lagi kita berangkat yaa. Mommy mau ke ruangan dulu." Sara menepuk bahu perempuan hamil dan berjalan masuk meninggalkan Calista dengan kegiatan barunya.     

"Siap mi." Sahut Calista sebelum Sara menghilang dari pandangan.     

Calista meneruskan proses pemasangan manik-manik sesuai arahan dari sang desainer. Gaun pengantin yang sangat sederhana namun cantik luar biasa. Tidak mewah seperti gaun pengantin putri-putri kerajaan di televisi. Tapi, sangat anggun dan si pemakai dijamin akan merasa lebih nyaman dan senang memakainya seharian.     

"Nyonya Calista selain cantik juga sangat rendah hati. Kami sangat senang dipimpin nyonya meski hanya beberapa hari. Sehat terus kehamilannya dan lancar hingga persalinannya ya nyonya." Seorang desainer yang keibuan dan sangat santun, sudah bekerja lama di butik Sara. Kehadiran Calista mengingatkannya dengan anak perempuannya yang pernah dilahirkan namun dititipkan ke panti asuhan.     

"Panggil saya Calista saja bu. Jangan nyonya. saya mungkin seumuran dengan anak ibu."Jawab Calista sambil terus sibuk menautkan satu monte dengan monte lainnya menggunakan seutas benang khusus.     

"Nona Calista saja kalau begitu. Kalau langsung nama tidak sopan untuk menantu dari bu Sara." Jawab ibu anggun tersebut yang setelah memperkenalkan diri namanya adalah Dwi Aryani, atau biasa dipanggil Dwi.     

"Terserah ibu saja." Calista menatap Dwi dan tersenyum manis padanya.     

Setengah jam sudah dan Calista hampir lupa kalau tidak diingatkan Dwi. Perempuan hamil itu pun segera berkemas-kemas dan menunggu Sara di pintu depan.     

"Ayo, naik mobil mami saja ya." Sara menawarkan mobil putih favoritnya keluaran negeri sakura yang sudah dimilikinya sejak lama. Mobil itu pun memiliki seorang supir yang siap mengantar Sara kemanapun.     

"Kita mau bertemu desainer itu dimana mi?" Calista menatap mami mertuanya yang masih tampak cantik meskipun diusianya yang hampir lima puluh tahun.     

"Ada sebuah restoran unik milik teman mommy. Kita kesana yaa karena mommy belum pernah kesana sejak dibuka. Mommy sudah memberitahu letak alamat restorannya pada desainer itu." Jawab Sara dengan senyum elegannya.     

"Siap mi."     

"Sayang, kamu ada alergi makanan tidak?" Sara lupa kalau Calista adalah calon ibu dari cucunya. Jadi, pasti ada jenis makanan tertentu yang tidak bisa dikonsumsi.     

"Calista suka apa saja mi. Tapi, baby ini menolak seafood karena setelah mengkonsumsinya, Calista ruam-ruam merah sekujur tubuh." Jawab Calista sambil nyengir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.