Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 131. Pertemuan Ibu dan Anak (2)



II 131. Pertemuan Ibu dan Anak (2)

0"Tidak, aku yang salah. Aku jalan tidak melihat ke depan karena sedang mengambil ponsel ku yang berdering didalam tas." Dan kini ponsel wanita itu pun hancur berantakan, terpisah antara casing dan baterainya. Calista meringis hendak menangis karena menyesal namun justru wanita itu yang merasa bersalah.     
0

"Sudahlah, tidak apa. Aku bisa bawa ke service hp nanti." Wanita cantik itu tersenyum manis sambil memungut serpihan ponselnya dan memasukkan kembali semua isi yang berserakan kedalam tas.     

"Aku akan bertanggung jawab. Biarkan aku yang menemani nyonya ke bengkel hp." Perempuan hamil itu sungguh sangat menyesali keteledorannya. Namun, wanita cantik dihadapannya tidak ingin direpotkan dengan bantuan dari Calista.     

"Sudah tidak apa-apa, aku harus bertemu seseorang sekarang. Permisi." Wanita itu berdiri dan memakai kembali tas tangannya. Calista mengerutkan keningnya tatkala melihat wanita yang bertabrakan dengannya tadi justru masuk ke ruangan dimana Sara berada. Apakah ini klien yang dimaksud ibu mertuanya? Batin Calista.     

"Hai, aku telpon tidak bisa. Kupikir masih kena macet di jalan. Eh, kalian sudah berkenalan?" Untuk sesaat Sara merasa takjub luar biasa. Dua perempuan yang berdiri dihadapannya benar-benar bagai pinang dibelah dua. Sebenarnya maksud Sara mengadakan pertemuan siang ini adalah untuk meyakinkan keragu-raguannya.     

"Iya, kami bertemu tadi di luar. Eh tunggu tunggu, jangan-jangan, kamu menantu bu Sara?" Wanita tadi langsung membalikkan tubuhnya ke arah Calista yang masih nyengir bersalah.     

"I-iya, saya Calista, menantu mommy Sara." Jawab Calista sambil meringis.     

"Perkenalkan, nama saya Agnes." Wanita cantik itu mengulurkan tangannya untuk dijabat Calista yang masih merasa bersalah karena telah menghancurkan ponsel milik Agnes, wanita didepannya.     

"Sudah-sudah, kalian jangan berdiri di depan pintu. Ayo duduk." Sara menarik tangan Agnes dan Calista untuk segera duduk lesehan di atas bantal duduk yang telah disediakan. Calista dan Sara pasrah saja mengikuti kemana tangan mereka ditarik.     

Setelah ketiganya duduk, Sara memandang wajah kedua perempuan yang sengaja dia minta untuk duduk saling bersisian atau menghadap ke arahnya.     

"Wajah kalian sama persis. Bagai pinang dibelah dua. Luar biasa, aku tidak tahu harus berkata apa." Sara menghela napasnya berkali-kali dan memandang takjub dua perempuan dihadapannya.     

"Sebentar." Wanita pemilik butik Da House itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam tasnya. Dan, yang muncul adalah cermin berupa lingkaran yang memiliki pegangan dibawahnya.     

"Coba kalian lihat wajah kalian masing-masing didepan cermin." Sara sengaja membawa cermin didalam tasnya, agar kedua perempuan yang dia curigai ada hubungan darah ini bisa saling merenung. Sungguh sejak pertama kali melihat Agnes masuk ke ruangan kerjanya, Sara tidak bisa berhenti memikirkannya. Semalaman hingga hari berikutnya, dia memikirkan cara bagaimana kedua perempuan ini bisa bertemu satu sama lain.     

"Kamu, siapa nama ibu kamu?" Agnes merasakan debaran jantungnya kian cepat. Dadanya terasa sesak dan napasnya tersengal-sengal.     

"Nama ibuku Dini." Jawab Calista dengan suara penuh ketidak percayaan dengan keadaan yang dialaminya saat ini.     

"Dini? Dini, penjual jamu gendong?" Agnes menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Air matanya seakan mau tumpah dalam hitungan sepersekian detik.     

"Iya betul, dia ibuku. Anda mengenalnya?" Calista tersenyum cerah. Ternyata ada yang mengenal ibunya disini. Sungguh kebetulan sekali.     

Namun tidak buat Agnes. Bukan wajah sumringah dan cerah seperti Calista tunjukkan, wajah Agnes pucat pasi. Dadanya sesak luar biasa hingga akhirnya dia tidak sadarkan diri.     

"Nyonya!" Calista menangkap tubuh wanita yang hampir terjatuh ke belakang itu dengan kedua tangannya. Cermin yang dipegangnya terlempar ke lantai.     

"Agnes! Tolong siapa saja tolooooong …" Sara berteriak meminta tolong.     

Dalam hitungan menit, suasana restoran Jepang itu mendadak riuh. Sebuah ambulans datang tidak lama kemudian dan membawa Agnes menuju rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama. Calista diminta Sara untuk menemani Agnes didalam ambulans sementara Sara menyusul dibelakangnya dengan mobil pribadinya.     

"Pasien ditemukan dalam keadaan pingsan." Seorang petugas paramedis melaporkan kondisi Agnes saat ditemukan dan brangkar pun didorong menuju ruangan gawat darurat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.     

"Maaf, anda anaknya? Tolong urus administrasi segera di dekat pintu masuk." Salah seorang perawat memberitahu Calista yang masih terbengong tidak percaya. Kenapa wanita itu pingsan begitu mendengar nama ibunya? Dan, kenapa wajahnya bisa sama persis dengan wanita yang pingsan itu? Calista masih gamang dan terdiam beberapa saat, ketika Sara tiba dibelakangnya dan menyadarkannya.     

"Sayang, sudah kita pikirkan itu nanti. Sekarang, kita urus administrasi Agnes dulu. Setelah dia sadar, kita bisa mengorek informasi lebih dalam." Sara mengusap-usap punggung Calista dengan lembut. Pada akhirnya, Sara lah yang mengurus administrasi. Calista masih bingung dengan semua keadaan ini. Belum pernah dia melihat seseorang pingsan di depan matanya. Dan, kenapa wajah mereka berdua bisa begitu sama persis? Itu yang selalu terngiang-ngiang di pikiran Calista.     

Calista baru tersadar dari melamunnya ketika ada panggilan telpon masuk dari ponselnya.     

"Kamu dimana?" Suara ciri khas Darren seketika menyadarkannya dari lamunan.     

"Aku … dirumah sakit." Jawab Calista pelan.     

"Kamu sakit apa? Rumah sakit mana?" Suara Darren yang terkesan buru-buru, menyita perhatian Calista untuk mencari tahu nama rumah sakit ini. Telpon pun diputus setelah Darren mengetahui lokasinya.     

Calista berdiri dan berjalan menghampiri ruangan dimana wanita tadi masuk dan diberikan pertolongan. Wajah perempuan hamil itu menjadi lebih cerah ketika melihat wajah Agnes sudah lebih baik meski harus dipasang jarum infus di punggung tangan kanannya. Tas Agnes yang masih ada di genggamannya, dipegang erat-erat Calista. Dia teringat ponsel yang hancur lebur. Pasti ada seseorang yang sedang mencarinya, yang menelponnya sesaat sebelum dirinya bertabrakan dengan wanita yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.     

Calista berjalan masuk kedalam ruangan dimana Agnes berbaring. Dipandanginya wajah yang sedang tertidur lekat-lekat. Dia tidak tahu apakah wajah wanita itu dan wajah dirinya memang benar-benar mirip atau tidak. Semua orang pasti memiliki wajah mirip meskipun bukan satu darah.     

Perempuan hamil itu menggenggam ponsel yang hancur berkeping-keping itu. Dia bertekad untuk segera ke bengkel hp. Yang artinya keluar dari rumah sakit dan harus mencarinya di sepanjang toko yang berjejer di pinggir jalan.     

"Mumpung Darren belum datang, aku akan ke konter hp dulu." Batin Calista berkata. Dengan hidupnya kembali ponsel Agnes nanti. Dia bisa menghubungi orang yang terakhir kali ingin bertemu dengannya     

Calista keluar rumah sakit dan menuju deretan kaki lima yang menjual pernak pernik hp.     

"Permisi pak, apakah bapak bisa membetulkan hp teman saya yang sudah hancur lebur begini?" Ponsel dengan tampilan mengenaskan itu ditunjukkan oleh Calista.     

"Hmm, sebentar." Pria itu mengamati Calista yang tampak risih dan tidak kenal saiap2.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.