Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 139. Secangkir Kopi Hitam dan Singkong Rebus



II 139. Secangkir Kopi Hitam dan Singkong Rebus

0"Apakah dia cantik?" Donni bertanya lagi. Sekedar ingin melepaskan ketegangan yang terjadi diantara mereka berdua.     
0

"Sangat cantik, anggun, dan lemah lembut." Jawab Agnes sambil tersenyum. Seolah wajah Calista berada di hadapannya dan dia bisa meraba wajah itu lekat-lekat.     

"Pasti dia mirip sekali denganmu." Donni tersenyum tipis. Dia tidak bisa berada di sisi anak perempuan, yang semua daddy inginkan untuk menjadi pelindung anak perempuannya.     

Agnes tahu kegelisahan yang ada di hati Donni. Dulu dia membawa pergi anak mereka karena kesalah pahaman yang dibuat oleh orang yang tidak menyukai hubungan mereka berdua. Sedikti banyak Agnes merasa bersalah, Donni pun tidak menyalahkannya dan itu membuatnya semakin merasa bersalah.     

"Aku akan membuat janji temu lagi dengan Sara dan anak kita. Aku akan membawamu serta." Untuk pertama kalinya, Agnes tulus memegang punggung tangan sang suami. Tampak kesedihan di matanya yang jarang dia tunjukkan. Pria bengis seperti singa itu, bisa tampak murung juga.     

Agnes tersenyum tipis dan perlahan meletakkan cangkirnya ke atas meja kopi disampingnya.     

"Donni, maafkan aku yang telah membawa anak kita pergi darimu. Aku pun merasa bersalah tapi saat itu aku tidak tahu kalau ….umpphh." Donni melumat bibir tipis wanita didepannya ini. Saat dahinya dan dahi Agnes menempel, tidak ada yang lebih berarti selain Agnes. Bahkan jika anaknya kelak tidak mengakui dirinya sebagai daddynya, Donni tidak akan ambil pusing karena dia punya Agnes saja sudah cukup.     

"Kita pindah ke kamar saja ya." Donni mengangkat tubuh Agnes yang berselonjoran di sofa ruang tamu. Pria itu sungguh mendominasi dan cepat sekali tergerak hasratnya. Baru digenggam tangannya saja, sudah mulai mengalihkan pembicaraan menuju ke tingkat intim yang lebih serius.     

"Kamu mau apa?" Agnes menggigit bibirnya.     

"Melakukan yang seharusnya aku lakukan. Kamu lupa ya? Aku sudah puasa selama hampir satu minggu." Jawab Donni dengan senyum maut memikatnya.     

"Kamu!" Agnes pasrah tidak melanjutkan lagi ucapannya karena Donni langsung membungkamnya dengan ciuman panas menggelora. Sepasang suami istri yang sudah tidak muda lagi namun percintaan mereka masih seperti anak muda yang panas dan penuh hasrat.     

Donni menikmati tubuh Agnes dengan sepelan mungkin. Agnes dibuat tercengang dengan cara Donni memperlakukan dirinya. Biasanya pria itu selalu bertindak cepat dan kasar. namun, kali ini entah mengapa semua gerakannya seolah matahari terbit dari arah berbeda.     

Donni mengecup setiap tubuh Agnes dengan hati-hati layaknya porselen yang takut pecah.     

"Kamu, kenapa berbeda kali ini?" Dian tidak sabar dilanda penasaran, sudah 10 menit berlalu namun Donni masih betah merayapi tubuhnya dan menjilat dan mengecup setiap inci kulitnya. Sesekali terdengar desahan keluar dari bibir cantik Agnes.     

"Aku mencintaimu, aku menginginkanmu, aku ingin merasakan setiap nafas yang berhembus dari bibirku adalah menyentuh kulitmu selalu dan selamanya." Agnes tidak tahan lagi, semua kecupan, sesapan, dan remasan yang diberikan Donni membuatnya melayang hingga ke langit ketujuh. Tapi pria itu belum memasukkan senjata pamungkasnya ke dalam kewanitaanya. Dan, itu yang membuat Agnes tersiksa dibuatnya.     

"Donni …"     

"Hmm …"     

"Jangan … siksa aku … ahh ahh …"     

"Hehe, memangnya apa yang aku sudah lakukan sayang?" Donni tahu Agnes sudah sangat menginginkan dirinya. Namun, dia masih ingin menyusuri kulit tubuh Agnes, bahkan mengenali tanda lahir ditubuhnya yang tidak pernah disadari sebelumnya.     

Agnes tidak kuat lagi dan akhirnya dia pun membalik tubuh Donni menjadi dibawahnya.     

"Heiii tenang, apa yang kamu lakukan sayang?" Donni terkekeh melihat tingkah Agnes yang mulai semakin berani.     

"Aku akan tunjukkan padamu, kalau aku pun bisa mendominasi." Jawab Agnes, dia memasukkan sendiri kejantanan Donni yang sebenarnya telah mengeras dari tadi ke dalam kewanitaanya.     

"Aaaahh …" Kedua mata Agnes terpejam merasakan betapa penuhnya dibawah sana.     

"Euugggh … Agnes …" Donni pun pada akhirnya membantu Agnes memaju mundurkan tubuhnya dengan mengangkat tubuh wanitanya sambil meremas bokongnya.     

"Bagaimana sayang? Kamu suka kan diatas?" Donni menatap wajah Agnes yang memerah dan berkeringat. Tubuh mereka yang sudah polos pun memudahkan Donni menatap lekat-lekat tubuh indah di atasnya yang bergoyang dengan ritme beraturan.     

"Aahhhh …" Agnes tidak kuat berlama-lama hingga akhirnya dia mengawali pelepasan diantara mereka.     

-----     

Pagi menjelang menyapa setiap insan untuk menghadapi dunianya masing-masing. Begitu pula dengan sepasang suami istri yang tampak lebih tua dari usianya. Sang suami yang baru sembuh dari kondisi collapsnya pasca jadi korban tabrak lari, sedang berjemur di depan rumahnya yang berukuran kecil namun sangat rapih karena tidak adanya banyak barang disana. Sang istri sedang membuat secangkir kopi hitam dan singkong rebus sebagai teman untuk mengopi pagi ini.     

Sang suami menatap pagar rumahnya, berharap anak-anak yang ditunggu datang dan mengucap salam. Setiap hari dia lakukan tanpa jenuh, namun dia hanya bisa berdoa dan berharap, tidak bisa bertindak lebih karena setelah kecelakaan itu, kedua kakinya menjadi lumpuh meskipun dari luar tampilan masih utuh seperti orang normal biasanya.     

"Pak, kopi sama singkongnya. Ayo dimakan, jangan bengong terus." Ibu datang dari dalam membawa makanan dan minuman seperti biasa teman di pagi hari.     

"Kamu belum dapat kabar dari anak-anak, toh bu? Mereka tidak kangen kita kah?" Semenjak bapak keluar dari rumah sakit dan tidak bisa menarik becak lagi, bapak menjadi lebih sensitive. Apapun yang dikatakan dan tidak dikatakan, pasti akan berujung melankolis dan lawan bicara menghela napas dalam-dalam.     

"Mereka pasti sedang mencari uang untuk biaya hidup kita. Bapak kan tahu sendiri, aku sudah lama tidak jualan jamu. Orang-orang pada menanyakan terus kapan aku jualan lagi. Tapi aku bilang, sekarang aku jualan dirumah dan sesuai pesenan saja." Jawab Dini, ibu dari Calista dan Anton.     

"Maafkan bapak ya bu. Karena bapak, ibu jadi tidak bisa jualan lagi." Teguh, sang bapak menghela napasnya berat. Rokok yang dulu biasa terjepit diantara jari telunjuk dan jari tengah, sejak kecelakaan itu tidak nampak lagi disana. Efeknya, tubuh yang dulu kurus tergerus asap rokok, kini lebih segar berisi.     

"Bicara apa bapak ini. Kita suami istri harus saling mendukung satu sama lain, dalam keadaan suka maupun duka. Aku merasa gusti nyuruh aku untuk istirahat, jangan nafsu nyari duit terus." Jawab Dini sambil tersenyum lembut.     

Dalam hatinya, dia pun rindu dengan sosok anak perempuannya yang sangat cantik dan berbakti. Anak yang selalu patuh apa kata kedua orangtua, senang memberi, sayang pada adiknya, dan tidak pernah mau berebut sesuatu. Sedangkan anak bungsunya, Anton, sifatnya bertolak belakang dengan mbaknya. Namun, Anton sangat menyayangi kakaknya. Usia mereka yang tidak berbeda jauh, kadang kalau jalan bersama malah dianggap pasangan kekasih, bukan kakak adik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.