Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 141. Pertemuan Ayah dan Anak (2)



II 141. Pertemuan Ayah dan Anak (2)

0"Atau, kamu mau aku bawa Agnes bertamu kerumahmu hari ini?" Sara menyarankan sebuah ide yang diyakininya menguntungkan semua pihak.     
0

"Nyonya Agnes dan suami? Memangnya ada apa mi? Apakah mereka mau menuntut aku karena menyebabkan nyonya Agnes masuk rumah sakit?" Calista panik dengan pikiran yang dibuatnya sendiri.     

"No, Agnes bukan oraang seperti itu. Aku tahu betul siapa dia meskipun baru beberapa kali bertemu." Ujar Sara.     

"Mami hanya ingin mengkonfirmasi sesuatu dengan kamu secepatnya. Darren pastu setuju karena kamu tidak perlu keluar rumah." Ucap Sara lagi.     

"Baiklah mi, mohon atur saja mi terserah mami. Karena Darren memang melarangku keluar rumah hari ini." Calista menjawab dengan sendu. Perempuan hamil itu teringat besok hari yang dijanjikan Darren untuk ke menengok bapak ibunya. Kalau masih mabuk dan muntah-muntah juga, kemungkinan jadwal besok ditunda lagi.     

"Sip, nanti mami telpon Darren. Dia ada dimana sayang?" Tanya Sara.     

"Ada diluar mi. Mau Calista panggil?"     

"Tidak usah, nanti saja mami telpon Darren langsung. Kamu paksakan makan yaa biar tidak kosong perutnya." Sara berkata sebelum mengakhiri sambungan telpon.     

"Siapa yang telpon?" Darren tiba-tiba masuk ke dalam kamar membawa nampan berisi bubur jagung dan segelas air putih hangat.     

"Apa itu?" Calista menutup hidungnya khawatir aroma menyengat akan membuatnya muntah-muntah lagi.     

"Aku minta orang dapur membuatnya tadi pagi sebelum kamu muntah-muntah. Sekarang makan dulu dan habiskan ya." Nampan berisi makanan dan minuman itu mendapat tatapan memilukan dari Calista. Perutnya lapar namun mulutnya takut untuk menyuap makanan. Darren yang melihatnya, menghela napas.     

Pria itu pun mengambil mangkuk bubur tersebut dan menyendok lalu menghilangkan uap panasnya dengan mengangkat sendok naik turun.     

"Sepertinya enak." Bibir Calista hampir mengeluarkan air liur, melihat Darren yang memancing netranya untuk ikutan menyesap bubur lembut yang memiliki warna kuning dan putih itu.     

"Aaaa … " Darren menyodorkan sendok berisi bubur yang telah hangat dan aman untuk ditelan.     

"Biar aku saja yang makan sendiri." Calista tersenyum malu dan mengambil sendok yang dipegang Darren. Namun Darren menolaknya.     

"Ishhh, makan saja. Aaa …" Calista mengerutkan bibir, terpaksa membuka mulutnya dan menerima bubur jagung yang sudah membuatnya tergoda sejak tadi.     

Rasanya yang lembut dan aroma manisnya membuat Calista menyukainya sejak pertama kali makanan lunak itu menyentuh lidahnya.     

"Hmm, gimana? Enak bukan?" Dengan antusias Darren menatap wajah sang istri, demi untuk melihat ekspresinya setelah merasakan bubur yang sebenarnya adalah buatannya sendiri.     

"Hmm, enak. Aku tidak merasakan mual sama sekali. Nanti aku minta buatkan lagi ke mba nya." Jawab Calista. Darren tersenyum senang. Bubur yang dia cari resep dan cara memasaknya lewat internet, makanan yang baru pertama kali dia buat, ternyata disukai oleh Calista, istri yang sedang mengandung anaknya.     

Sedikit demi sedikit akhirnya bubur itu pun habis tak bersisi. Darren senang bubur buatannya bisa mengatasi mual di perut istrinya yang sejak pagi belum masuk makanan sama sekali.     

"Dulu mami pernah bilang, kalau saat mengandungku, mami tidak bisa makan apapun dengan benar hingga 6 bulan kehamilan. Setelah 6 bulan keatas, semua jenis makanan masuk kedalam perut. Bahkan yang tidak disukai sekalipun sebelumnya." Darren bercerita sambil mengusap perut Calista yang mulai terlihat sedikit buncit. Perut ratanya membuatnya mudah terlihat kalau sedang hamil.     

"Hehe, berarti baby menurun sifat dari daddynya. Semoga sifat-sifat baik yang menurun, jangan yang tidak baik." Jawab Calista lalu mengatupkan bibirnya.     

Darren mengerutkan dahi mendengar kalimat yang diucapkan Calista, "Maksud kamu yang tidak baik itu apa?" Darren mendekatkan wajahnya ke wajah Calista hingga kedua dahi mereka menempel. Aroma nafas Darren yang kuat tercium langsung dan masuk ke indera penciuman perempuan yang sedang memancing serigala untuk keluar dari kandangnya.     

"Mak-maksudku, sifat yang tidak baik itu pemaksa dan tidak mau mengalah." Calista langsung memejamkan mata dan mengatupkan bibirnya.     

"Hah, kalau aku suka memaksa istriku sendiri … apa itu salah?" Napas Darren yang hangat dan memburu sangat jelas terasa di wajah Calista.     

"Iya, iya aku salah. Sudah, aku sudah kenyang." Calita mendorong dada Darren untuk menjauh. Namun sayang, kedua tangannya bahkan tidak mampu mendorong lebih dari satu inci dada bidang dan kuat tersebut.     

"Tiba-tiba aku ingin merasakan bubur jagung." Darren semakin mendekat ke tubuh Calista. Bahkan kini tubuh Darren sudah diatas tubuh Calista dan kedua tangan perempuan hamil itu digenggam disisi kiri dan kanannya.     

"Ka-kalau kamu mau bubur, ke dapur saja. Kamu mau apa? Ini masih pagi." Sungguh Darren benar-benar pria yang tidak mengenal waktu dan tidak bisa diajak kompromi, pikir Calista.     

"Tapi, aku mau bubur yang berada di dalam mulutmu." Darren mengecup bibir Calista perlahan namun pasti, bibir yang masih terasa manisnya jagung itu disesap Darren dengan penuh penghayatan.     

"Euggghh …"     

"Tenang, nikmati saja, aku tidak akan menindih perut mu lagi mulai sekarang." Darren melengkungkan tubuhnya hingga hanya tangan dan wajahnya yang menyentuh tubuh Calista.     

"Darren, isshhh ..." Kedua tangan Darren melepas pegangan di tangan Calista dan mulai menarik tubuh Calista untuk berada dalam posisi duduk. Kini tubuh Calista ada diatas pangkuan Darren.     

Darren menekan punggung Calista agar dada Calista menempel erat di wajahnya. Seluruh tubuh Calista bergetar hebat manakala Darren menghisap gunung kembarnya seperti anak bayi yang kehausan. Kedua tangan Calista meremas rambut tebal Darren yang hitam pekat.     

"Ahhh, pelan-pelan …" Calista merasakan Darren semakin liar dan dikhawatirkan akan memasuki dirinya di pagi hari ini.     

Tok tok tok …     

"Maaf tuan dan nyonya, ada ibu Sara baru datang dan sedang menunggu di ruang tamu." Suara Hera mengetuk pintu membuat Darren geram karena kesenangannya terganggu tiba-tiba.     

"Bilang mami tunggu 1 jam lagi, tidak, 2 jam lagi." Darren berteriak menahan kesal. Semalam dia tidak mendapatkan candunya karena Calista tidur sejak sore karena lelah.     

"Darren, mami menunggu dibawah. Kita … ahhh …" Suara desahan Calista yang terdengar lebih keras karena kaget, membuat Hera terdiam membeku. Dia pun segera turun ke lantai bawah tanpa berkata apa-apa lagi.     

"Ma-maaf nyonya besar, tuan dan nyonya sedang …" Hera tidak tahu harus berkata apa. Dia tidak pernah berbohong namun tidak baik juga berbicara jujur saat ini.     

Sara menghela napas dan memejamkan matanya. Seorang ibu yang tahu betul kelakuan anaknya.     

"Dia bilang mau keluar kamar kapan?" Tanya Sara dengan suara gemas tertahan.     

"Tu-tuan bilang … dua jam lagi." Hera menjawab dengan sangat amat pelan kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya."     

"APA?" Sara berdiri dengan napas tersengal-sengal. Masih pagi dan seharusnya Darren sudah berangkat ke kantor, tapi malah asyik bercinta dengan istrinya yang sedang hamil muda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.