Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 143. Pertemuan Ayah dan Anak (4)



II 143. Pertemuan Ayah dan Anak (4)

0"Sudah, dan kamu bilang suruh tunggu 2 jam lagi. Mami tidak bisa menunggu selama itu, atau mami akan mati penasaran dibuatnya." Jawab Sara tegas.     
0

"Tapi, tetap saja mami sudah melangkahi kewenanganku. Ini rumahku, bukan rumah mami." Darren mencoba menahan emosi dengan menarik napas sebelum mengomentari ucapan Sara.     

"Itu juga karena kamu tidak mengijinkan Calista keluar rumah hari ini. Dan, mami dengar besok kamu mau keluar kota sama Calista. Terus kapan mami bisa mendapatkan kepastian?" Sara tidak mau kalah sengit dengan anaknya.     

"Darimana mami tahu?" Darren menyipitkan matanya curiga.     

"Apa sih yang mami tidak tahu di rumah ini?" Sara memutar bola mata dan mengatupkan bibir.     

"Huh, luar biasa! Mami punya cctv dimana-mana. Oke, untuk kali ini aku ijinkan. Terus. Kapan mereka akan datang?" Darren sudah menyerah berdebat dengan maminya, perempuan paling keras kepala selain Calista.     

"Hmm, sekitar 1 jam lagi." Sara melihat arloji di tangannya. Senyumnya berbinar karena tidak mungkin juga di mengusir tamu yang sudah datang nanti.     

"Ok, kalau dia sudah datang, panggil aku di kamar." Darren berlalu meninggalkan Sara seorang diri didalam kamar dengan perasaan gundah dan tidak tahu harus bicara apa.     

"Oke, siap bos! Hehe …" Sara merasa rencananya kali ini akan berjalan mulus.     

-----     

"Kamu sudah siap?" Agnes menghampiri Donni yang sedang mengancingkan lengan kemejanya. Wanita cantik itu membantunya dan membantunya juga memakaikan jas hitam yang tampak sangat sempurna melekat di tubuhnya.     

"Setelah puluhan tahun, akhirnya aku akan bertemu anakku kembali." Donni menatap dirinya di cermin yang ada dihadapannya. Cermin yang memantulkan dirinya dan Agnes dengan sangat sempurna, tidak ada cela fisik sedikitpun terlewatkan.     

"Huft, aku merasakan aku seperti bercermin saat melihat dirinya. Wajah kami berdua sama persis. Bahkan warna hitam rambut dan bola matanya, semua persis sama dengan diriku juga dirimu. Namun, kita harus melakukan tes itu kalau ingin kepastian lebih lanjut." Jawab Agnes.     

"Kita lakukan itu nanti setelah kita yakin dan dia pun mau untuk melakukannya. Yang aku khawatirkan adalah reaksinya saat mengetahui maksud kedatangan kita." Donni menghelas napas berat. Belum pernah dia segundah ini. Bahkan saat pertama kali untuk bertemu Agnes setelah puluhan tahun pun, Donni masih memiliki segudang keberanian. Tapi, yang sekarang, entah dimana keberanian itu berada.     

"Ayo." Agnes memastikan tidak ada yang kurang dari penampilan sang suami. Rapih, tampan, berwibawa, tinggi menjulang, dan janggut yang cukup lebat menghiasi rahangnya.     

Donni dan Agnes berjalan bersisian meninggalkan kamar mereka dan menuju mobil yang sudah menunggu di lobbi. Kali ini Donni memutuskan untuk memakai jasa supir karena hatinya sedang tidak tenang dan dilanda kegusaran.     

Agnes sesekali tersenyum melihat wajah tegang sang suami. Dia belum pernah melihat Donni setegang ini, bahkan di hari pertama mereka menikah, Donni masih menampilkan kesan garang dan penuh percaya diri. Agnes menggenggam kepalan tangan kiri Donni dengan lembut.     

"We can make it." Agnes berkata.     

"Huh, aku tampak konyol ya? Seumur hidup aku tidak pernah se gugup ini. Bahkan menghadapi partner bisnis kelas kakap sekalipun, aku santai saja. Tapi, entah mengapa aura anak itu belum bertemu saja sudah membuatku seperti susah bernapas." Donni menghembuskan napasnya berkali-kali.     

"Mau minum?" Agnes menawarkan sebotol minuman air mineral yang selalu ada didalam mobil mewahnya.     

"Boleh." Donni pun mengambil botol air minum yang ada didalam genggaman tangan Agnes dan meminumnya banyak-banyak hingga habis tak bersisa.     

"Tenang saja, sabar, dan berdoa. Biar bagaimanapun, kita adalah orangtuanya. Aku akan menceritakan semua kepadanya setelah hasil DNA itu keluar dan terbukti di positif anak kita." Jawab Agnes.     

"Okay, kamu atur saja." Jawab Donni malas untuk berpikir.     

Mobil mewah itu pun telah sampai didepan pintu gerbang rumah tinggi menjulang milik seorang pengusaha muda sukses yang sudah terkenal ke seluruh dunia. Gapura tinggi yang terbuat dari besi terbuka dan mereka disuguhkan dengan desain exterior yang sangat kental dengan gaya Eropa.     

"Jadi, ini rumah seorang Darren Anderson? Huh, jadi dia adalah menantuku sekarang?" Batin Donni berkata.     

"Kita sudah sampai. Ciaooo …" Sahut Agnes.     

Pemilik rumah yang mendapat kabar kalau mereka akan kedatangan tamu penting, segera mempersiapkan semuanya dengan baik. Darren dan Calista tidak mengetahui maksud dari kedatangan Agnes dan suami. Mereka hanya berasumsi kalau kedatangan Agnes adalah untuk mempertanyakan kenapa Agnes bisa mendapat serangan jantung tiba-tiba.     

Diantara semua orang yang sedang dilanda ketegangan, hanya Sara yang berpikir dan bersikap santai. Dia bahkan meminta Hera dan semua pelayan di dapur untuk mempersiapkan makanan sejak tiga jam yang lalu.     

Ting nong …     

"Mereka sudah datang." Sara berkata, sambil bangun dari sofa yang didudukinya bersama sang menantu yang tampil sangat cantik dan anggun, dengan mengenakan kaos lengan panjang model turtle neck warna hijau dan bawahan berupa rok lebar selutut warna putih.     

"Silahkan masuk Agnes." Sara menyambut dengan gembira kedatangan Agnes beserta suaminya yang berjalan beriringan. Darren dan Calista yang berdiri di belakang Sara berdiri dengan posisi siap menyambut tamu yang datang ke rumah mereka.     

"Tuan Donni." Darren mengulurkan tangannya lebih dahulu. "Sebelumnya aku pernah bilang ingin mengundang anda. Dan, ternyata terkabul secepat ini." Darren berkata lagi.     

Donni mengangguk pelan, "Terima kasih atas undangannya. Aku dan istri sangat beruntung bisa datang kerumah pengusaha besar macam anda." Donni merangkul pinggang Agnes dan tersenyum ramah pada semua orang.     

Namun, tiba-tiba netranya menangkap sosok perempuan berdiri dibelakang Darren. Tidak diragukan lagi, wajahnya mirip dengann Agnes waktu masih muda. Meskipun dulu Agnes masih sangat muda menikah dengannya, namun wajah perempuan didepannya ini tidak jauh berbeda. Kontur wajahnya, rahang yang agak chubby, senyum ramah, dan hidungnya yang lumayan mancung, juga rambutnya, semua mirip dengan Agnes muda.     

"Selamat datang dirumah kami, tuan dan nyonya Agnes." Calista mengulurkan tangan sambil tersenyum ramah. Calista berpikir kalau mereka akan membuat perhitungan karena sudah membuat nyonya Agnes pingsan dan ponselnya rusak. Jadi, Calista ingin memberikan kesan yang baik agar mereka tidak menuntut apa-apa.     

Darren memperhatikan dengan baik sikap yang ditunjukkan Donni. Donni melihat Calista seperti melihat seseorang yang lama tidak dijumpainya. Agnes memperhatikan benar-benar perubahan sikap Donni setelah melihat wajah Calista. Namun, Donni masih bisa meredam emosinya dengan baik.     

"Maaf, kami belum terlambat kan?" Tanya Agnes basa basi.     

"Oh tidak, kamu datang tepat waktu. Oya, kalian sudah berkenalan dengan anak dan menantu saya kan? Yang ini namanya Darren dan disebelahnya istrinya bernama Calista. Mereka pasangan baru menikah tapi sebentar lagi mereka akan memiliki momongan." Sara tersenyum senang. Tapi, tidak dengan Agnes dan Donni. Mereka berdua saling bertukar pandang. Seolah-olah isi hati mereka saling berkata, "Kita akan menjadi kakek dan nenek."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.