Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 144. Pertemuan Ayah dan Anak (5)



II 144. Pertemuan Ayah dan Anak (5)

0Mereka pasangan baru menikah tapi sebentar lagi mereka akan memiliki momongan." Sara tersenyum senang. Tapi, tidak dengan Agnes dan Donni. Mereka berdua saling bertukar pandang. Seolah-olah isi hati mereka saling berkata, "Kita akan menjadi kakek dan nenek."     
0

Agnes lebih cepat mengatasi situasi dengan berkata, "Oh, selamat yaa. Kalau tahu begitu, aku bawa sesuatu yang berhubungan dengan baby." Jawab Agnes sambil terkekeh dan disambut Sara dengan kekehan senada.     

Donni tidak bisa menyembunyikan keingintahuan dirinya yang sangat besar, hingga akhirnya dia bertanya.     

"Tuan Darren, kalau boleh tahu, orangtua istrimu tinggal dimana? Aku merasakan wajahnya mirip seseorang yang aku kenal." Ujar Donni. Agnes dan Sara hanya bisa terdiam sambil saling lihat-lihatan.     

"Kenapa anda penasaran sekali dengan asal usul istri saya? Apa anda ada hubungan dengan istri saya?" Jawab Darren.     

"Orangtua saya tinggal di Jogja. Mereka adalah orangtua hebat buat saya. Dengan segala keterbatasan mereka, mereka bisa mendidik aku dan adikku tumbuh sehat tanpa kekurangan makanan walau hanya pas-pasan." Calista bercerita panjang lebar demi memuaskan rasa keingintahuan yang tinggi dari sepasang suami istri.     

"Maaf kalau saya menanyakan ini lagi, apakah … mereka sepasang tukang jamu gendong dan tukang becak?" Jawab Donni lagi.     

"Apa maksud anda?" Darren tidak dapat menahan emosinya lagi. Calista terdiam menundukkan wajahnya meredam emosi yang membuncah didada     

"Katakan saja langsung, apa maksud kedatangan anda berdua?" Calista menegakkan wajahnya dan memasang senyum ramah yang dipaksakan.     

Agnes dan Sara menelan saliva dan menahan napas tidak tahu harus berkata apa. Sebaliknya, Donni berdiri dan merapihkan jasnya. Dan, gerakannya itu disambut dengan tatapan curiga dari semua yang hadir diruang tamu.     

"Kami berdua akan jujur pada kalian yang ada disini. Aku dan Agnes adalah sepasang suami istri sejak dua puluh tiga tahun yang lalu." Donni berhenti sejenak.     

"Pantas pria ini lebih romantis dan penuh kasih sayang ke wanita sebelahnya, yang usianya jauh diatas istri sebelumnya." Pikir Darren.     

"Kami berpisah karena kesalahpahaman yang disebabkan oleh orang yang tidak menginginkan pernikahan kami bahagia. Dan saat itu, istri saya ini baru saja melahirkan anak pertama kami yang berjenis kelamin perempuan."     

"Maksud anda …"     

"Maksud saya adalah, semua ciri-ciri dan kemungkinan mengarah kepada satu hal, kamu adalah anak kami yang hilang." Donni menyela ucapan Darren dengan intonasi yang tegas dari suara beratnya.     

Calista menganga tidak percaya. Semua kalimat yang diucapkan Donni seperti hantaman besar yang mendesak dadanya sehingga perempuan itu tidak bisa bernapas.     

"Huh, tunggu dulu, jadi … maksud anda … aku adalah … anak anda dan nyonya Agnes?" Calista berdiri. Tubuhnya bergetar mendengar pengakuan yang tiba-tiba. Darren ikut berdiri dan menopang tubuh sang istri dengan memeluknya dari samping.     

"Kebenarannya hanya bisa dilakukan lewat tes DNA. Jika kamu mengijinkan …" Jawab Donni lagi.     

"Calista, aku minta maaf kalau semua ini tiba-tiba buatmu. Tapi, aku dan suamiku … sudah menunggu selama lebih dari dua puluh tiga tahun. Kami dulu menikah karena keadaan yang memaksa dan usiaku saat itu masih sangat muda. Jadi, aku mudah terkena hasutan oleh orang yang kupikir adalah sahabatku. Hanya dengan tes DNA lah semuanya bisa terjawab." Agnes berkata dengan terbata-bata. Sesak didadanya perlahan terbang dibawa angin seiring kalimat-kalimat yang keluar dari bibirnya.     

"Pernikahan kalian terpaksa? Karena keadaan? Hahaha … betapa kebetulan sekali." Calista menahan air mata yang sudah mengembang di kelopak matanya yang indah. Calista tertawa sambil menahan tangis sambil menunduk. "Kenapa nasibku sama dengan mereka? Jika mereka memang orangtuaku. Apakah ini yang dinamakan kutukan turunan?" Batin Calista bergejolak bersahut-sahutan saling tanya jawab.     

"Sayang, ingat kandunganmu. Kamu tidak boleh stress." Darren mendekap tubuh istrinya dengan erat dan mencium ubun-ubun Calista sambil berbisik. Calista langsung teringat dengan makhluk yang tidak berdosa sedang bersemayam di perutnya. Perempuan hamil itu pun mengatur napasnya kembali dengan susah payah.     

"Jadi, sekarang apa rencana kalian?" Darren kini bersuara, mewakili ucapan dari sang istri yang tidak bisa lagi berkata apa-apa.     

"Kita ke rumah sakit untuk tes DNA, sekarang. Hasilnya akan keluar paling cepat dua puluh empat jam." Donni berkata dengan tubuh tegap dan tatapan yang tajam.     

Agnes duduk terdiam sambil menahan tangisan, disebelahnya duduk Sara yang mengusap-usap punggungnya mencoba menenangkan.     

"Aku sedang hamil. Apakah itu tidak apa?" Tanya Calista lagi, tanpa memandang wajah siapapun.     

"Tidak masalah. Hanya butuh setetes darahmu saja, sudah cukup untuk menjelaskan semua kebingungan ini." Jawab Donni. Kini pria itu menemukan lagi kepercayaan dirinya, setelah sempat hilang beberapa jam sebelum sampai dirumah ini.     

"Baiklah, aku setuju. Lebih cepat lebih baik." Calista menjawab. Dan, semua orang senang dan lega mendengarnya. Tapi tidak Darren dan Calista. Meskipun Darren sudah curiga sejak kemarin ketika melihat wajah Anton, adiknya. Namun, dia tidak menyangka kalau rekan bisnisnya yang terkenal paling tidak mau berkompromi dan sering bergonta-ganti pasangan itu adalah calon ayah mertuanya.     

Akhirnya, mereka ber lima pun menuju rumah sakit yang memiliki fasilitas cek DNA dengan hasil cepat. Donni dan Agnes dengan mobil mereka sendiri, Sara dengan mobilnya sendiri, dan Darren juga Calista membawa mobil sendiri dengan supir yang mengemudikan.     

Suasana rumah yang beberapa saat lalu ramai, kini sepi kembali. Hanya ada beberapa pelayan yang membersihkan sisa jamuan singkat.     

Perjalanan menuju rumah sakit tidak membutuhkan waktu yang lama. Mereka pun sampai disebuah rumah sakit swasta yang terkenal paling megah dan luas se Jakarta. Tampak Jay, asisten Donni, sudah menunggu di lobi. Pria paruh baya itu lah yang memberitahukan rumah sakit yang siap dan mengatur segalanya sebelum kedatangan rombongan tiga mobil mewah yang berjalan beriringan.     

Mobil Calista dan Darren berada paling terakhir. Setelah mereka semua sampai, mereka pun langsung diarahkan menuju laboratorium. Seorang petugas dan atasannya sudah menunggu mereka, terutama Calista.     

Calista masuk kedalam ruangan, dilepas Darren yang menunggu diluar. Donni menggenggam erat kepalan tangan Agnes yang sejak datang tadi terus menundukkan wajahnya.     

"Angkat kepalamu, sayang. Semua sudah waktunya. Tidak ada lagi yang perlu diragukan." Donni mengangkat dagu Agnes dan tersenyum lembut padanya. Agnes menatap manik mata hitam Donni yang meneduhkan jiwanya. Meskipun wajah pria didepannya ini terkesan sangar di mata orang, Donni dimatanya adalah pria yang selalu mencintai dirinya dengan caranya sendiri. Ditambah lagi, Donni tidak pernah bersikap kasar padanya, hanya dingin sedingin kutub utara.     

Sara tersenyum melihat kemesraan Agnes dan suaminya. Meskipun usia mereka tidak lagi muda, namun semangat mereka masih seperti anak muda yang selalu enerjik dan menggebu-gebu.     

Darren yang menunggu diluar, berdiri sambil bersandar pada dinding didekat ruang laboratorium sambil melipat kedua tangannya didepan dada, sementara satu kakinya disilangkan ke mata kaki sebelahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.