Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 145. DeoxyriboNucleic Acid



II 145. DeoxyriboNucleic Acid

0Darren yang menunggu diluar, berdiri sambil bersandar pada dinding didekat ruang laboratorium sambil melipat kedua tangannya didepan dada, sementara satu kakinya disilangkan ke mata kaki sebelahnya.     
0

Tidak berapa lama Calista keluar dengan satu ujung jarinya ditempel penutup luka warna bening jadi tidak begitu terlihat kalau si pemiliknya tidak meperhatikan jarinya terus menerus.     

"Ayo duduk dulu." Darren tidak menanyakan apa dan bagaimana. Dia tidak ingin membebani istrinya dengan pikiran proses juga hasil. Yang terpenting, tes ini akan membuat semua pihak juga dirinya. Donni sebagai pembanding, sudah dipanggil untuk tes darah juga dan mereka keluar hampir bersamaan.     

"Hasilnya akan keluar kurang dari dua puluh empat jam. Akan kami telpon tuan Donni untuk memberitahukan hasilnya." Seorang petugas berkata setelah selesai melakukan pengambilan darah ke dua orang terkait.     

Alhasil, ke 5 orang itu pun keluar meninggalkan rumah sakit dengan membawa perasaan masing-masing.     

"Nak Calista, apapun hasilnya, maukah kamu menjadi anakku? Semua yang ada pada dirimu mengingatkanku di masa lalu. Dan, kita pun sama dalam segala hal." Agnes menghampiri Calista yang baru saja akan masuk kedalam mobilnya.     

Sungguh, Calista tidak bisa membenci Agnes dan suaminya, yang belum dipastikan mereka adalah orangtua kandung Calista atau bukan. Calista pun memiliki kehidupan yang menyenangkan di Jogja. Meskipun jauh dari kata mapan, namun setidaknya dia merasa bahagia bersama anton, dan kedua orangtuanya.     

"Baiklah, aku akan senang sekali memiliki banyak orangtua, yang mau menyayangiku." Jawab Calista. Donni menghampiri Agnes yang berjarak 5 meter dari dirinya dan merangkul bahunya, sementara Darren pun merangkul bahu Calista untuk segera masuk kedalam mobil.     

"Kami pergi dulu." Ujar Darren.     

"Terima kasih atas waktunya." Donni berkata kepada sepasang suami istri yang mulai masuk ke mobil dan perlahan meninggalkan tiga orang dewasa di belakang mereka.     

"Donni, aku minta waktu untuk berbincang-bincang dengan Sara, bolehkah? Aku akan menelpon kamu kalau sudah selesai." Agnes menatap mata tajam dihadapannya. Sepertinya janggut Donni harus segera dicukur agar tidak bertambah lebat, batin Agnes.     

"Ok baiklah, hati-hati di jalan. Jangan lama-lama dan cepat pulang." Donni mengecup dahi Agnes dengan sepenuh hati, lalu menghampiri mobilnya dan pergi meninggalkan dua wanita yang masih berdiri di depan lobi.     

"Sara, apakah kamu ada waktu 1 jam bersamaku untuk berbicara, please?" Agnes khawatir akan mengganggu pekerjaan Sara sehingga dia perlahan meminta waktu Sara sambil tersenyum meringis.     

"Anytime for you. Come on!" Sara menarik tangan Agnes dan mereka pun melaju meninggalkan rumah sakit menuju sebuah kafe langganan Sara yang biasa dia datangi.     

-----     

"Kamu … tidak apa-apa?" Darren melihat Calista yang sejak keluar dari rumah sakit tadi, diam tidak berbicara sepatah katapun. Hanya memandangi jalanan di luar dari balik kaca jendela.     

"Hmm? Oh tidak apa-apa." Untuk beberapa saat, Calista melamun sehingga pertanyaan Darren baru terjawab setelah beberapa detik kemudian.     

"Sepertinya bagus juga kalau mereka menjadi orangtuamu. Biasanya seorang pengusaha akan menikahkan anaknya dengan sesama anak pengusaha, agar kerjasama yang terjalin lebih kuat. Tapi, kita menikah sebelum kita menyadari kalau kamu adalah anak pengusaha." Darren menyeringai bermaksud memberi semangat kepada Calista yang tampak melamun tidak bersemangat.     

Namun, justru Calista menatap Darren dengan pandangan sendu dan tanpa gairah.     

'Darren, kita berdua sama-sama tahu, kalau pernikahan kita hanya sebatas kontrak. Aku akan melahirkan tiga anak untukmu dan kamu akan membantu biaya pemulihan bapakku. Tolong, ingat itu baik-baik." Calista kembali mengalihkan wajahnya ke jalanan.     

Darren mengeraskan rahangnya mendengar ucapan Calista. Dulu dia memang ingin membalas dendam pada Britney dengan menikahi siapa saja yang sesuai kriteria. Tidak disangka, semua kriteria itu masuk pada Calista, perempuan sederhana yang hidup serba kekurangan ditambah lagi sedang butuh biaya yang sangat besar.     

Mereka pun diam sepanjang jalan hingga sampai rumah. Calista langsung masuk kerumah dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua, tanpa menghiraukan Darren yang masih didalam mobil. Pria ber manik mata hijau itu tidak bisa berkata apa-apa. Perempuan disana sedang mengandung anaknya namun tiba-tiba mendapatkan kabar yang mengguncang dunianya. Dia pria yang tidak pandai menghibur pula. Jadilah dia hanya bisa diam membiarkan Calista untuk sendiri selama beberpaa saat.     

Darren melajukan mobilnya menuju ke kafe Jack, teman lama yang sudah ditinggalkannya karena kesibukannya.     

"Holaa, anak mami. Tumben ke sini. Mau minum apa?" Jack yang kebetulan ada didalam kafe, segera menghampiri Darren yang duduk menyendiri di sofa khusus untuknya.     

"Apa saja. Kepalaku mau pecah. Uhhhh …" Darren menyibak rambut rapihnya dengan kasar sehingga tampak awut-awutan.     

Jack membawakan segelas soda untuk mendinginkan hati temannya yang tampak sedang panas.     

"Mau cerita-cerita? Aku tidak akan membiarkan kamu mabok. Karena kamu sudah menikah dan sebentar lagi akan jadi seorang ayah." Jawab Jack menyeringai sinis.     

Pria dihadapannya ini terkenal dingin dan cuek. Tidak ada wanita yang berani mendekatinya karena dia tidak segan-segan akan memberikan tatapan mematikan untuk yang berani menyentuhnya. Namun, tidak disangka, malah pria ini sudah menikah dan segera punya anak. Sedangkan dirinya, setiap hari dikelilingi wanita-wanita cantik namun tidak ada satupun yang diseriusin.     

"Huh, jadi kapan kamu akan menikah, hah? Lihat Lewis, dia sudah punya Grace yang akan menemaninya sampai tua. Sedangkan kamu? Pria normal tapi tidak punya teman wanita. Atau jangan-jangan, kamu sudah berubah orientasi?"     

"BUGHH!" Sebuah bantal mendarat dengan tepat dan kencang mengenai wajah Darren. Beruntung pria itu belum memegang gelasnya.     

"Cih! kalau aku mau, semua wanita bertekuk lutut dibawah kakiku." Jawab Jack dengan sombongnya.     

"Ya ya ya, tapi semua itu kan perlu bukti! Atau, kamu mau cari perawan? Coba cari di pedesaan atau daerah terpencil. Mungkin disana masih banyak gadis perawan. Hahaha …" Darren untuk sejenak melupakan kegalauannya dan terbahak-bahak mentertawakan kehidupan Jack.     

"Tertawalah sepuas mungkin, biar stress mu berkurang." Jawab Jack, sambil pria itu menyesap soda yang sama seperti Darren.     

Darren kembali diam dan termenung. Dipandangi ponsel miliknya yang tergeletak diatas meja. Di layar awal terpampang foto Calista saat mengenakan bikini yang merupakan foto satu-satunya yang dia miliki, pemberian sang mami waktu mereka di Bali.     

"Foto siapa itu?" Jack ingin mengambil ponsel Darren untuk melihat foto yang samar menarik perhatiannya namun pria beristri itu segera mengambil dan memasukkannya ke dalam saku jas. Sial! Aku lupa taruh sembarangan. Dalam hati Darren.     

"Huh, punya perempuan lain? Hati-hati saja ya aku beritahu. Kalau sudah beristri apalagi akan segera memiliki anak, jangan bermain api lagi. Kalau sampai Calista meninggalkan dirimu, banyak pria yang antri dibelakangnya. Termasuk aku dan Lewis." Jack nenebar bumbu sengketa yang membuat Darren menyipitkan matanya.     

"Kamu mau mati?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.