Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 146. Ciao Ragazza



II 146. Ciao Ragazza

0Kalau sampai Calista meninggalkan dirimu, banyak pria yang antri dibelakangnya. Termasuk aku dan Lewis." Jack nenebar bumbu sengketa yang membuat Darren menyipitkan matanya.     
0

"Kamu mau mati?"     

"Hahahaha … lihat, baru begitu saja sudah marah. Huh, sudah mulai jatuh cinta ya?" Jack seolah bisa menembus dasar hati Darren paling dalam dan menyelam mencari serpihan cinta yang mulai terkumpul di hati pria dingin itu kemudian jika disatukan serpihan itu akan terkumpul nama bertuliskan CALISTA.     

"Entahlah, tapi … aku mengawalinya dengan kesalahan." Jawab Darren dengan lemas.     

"Kesalahan?" Tanya Jack tidak mengerti.     

Darren pun menceritakan asal mula bertemu Calista sehingga mereka terjerat dalam sebuah ikatan pernikahan dan tidak lupa perjanjian yang mengikat mereka.     

Dari awal sampai akhir, Jack hanya melongo dan menganga mendengarkan cerita Darren yang diluar nalarnya.     

"PLAK!"     

"Aduh …"     

"Ajaran darimana kamu dapatkan, bocah sialan? Mengikat seorang perempuan dengan sebuah kontrak pernikahan. Apakah otakmu sudah bergeser dari kepala ke lutut?" Jack langsung berdiri dan menggeleng-geleng tidak percaya. Temannya yang dikenal dingin dan cuek itu punya pemikiran ajaib tentang pernikahan.     

"Saat itu aku berpikir untuk membalas dendam pada Britney karena dia telah mengkhianatiku dengan menikahi pria lain. Tapi, sekarang … huft, entahlah!" Darren benar-benar tidak tahu harus berpikir bagaimana. Pikirannya sudah buntu dan dia pun malas berpikir.     

"Robek kertas itu didepan matanya. Biar bagaimanapun, pernikahan kalian sudah sah dimata hukum dan negara. Kertas itu sudah tidak ada artinya lagi." Jack dengan tegas memerintahkan Darren untuk segera mengambil tindakan cepat sebelum menyesal.     

"Apa dia mau untuk memulai dari awal lagi?" Darren menatap mata Jack seperti anak kecil yang meminta saran pada kakak tertua.     

"Memulai dari awal? Huft! Dasar bodoh! Kalau memulai dari awal itu kamu bercerai terus menikahinya lagi. Kamu mau begitu?" Jack tidak habis pikir dengan kecerdasan pria didepannya. Dihadapan lawan bisnisnya, dia adalah sosok yang sangat disegani berkat kelihaiannya dan keakuratannya dalam memprediksi keuntun gan, meskipun masih muda. Namun, dalam urusan percintaan, akalnya benar-benar dibawah 0 alias minus.     

"Tentu saja aku tidak mau. Kamu gila apa?" Jawab Darren tidak kalah sengit.     

"Kalau begitu, kamu ambil hatinya, puji, rayu, dan segalanya. Kamu boleh dingin dan cuek didepan orang lain tapi kamu harus hangat dan penuh cinta dengan istri sendiri. Paham?" Jack, si petualang cinta memberikan solusinya kepada pria beristri.     

"Oh, begitukah? Misalkan?" Tanya Darren lagi.     

"Ajak dia jalan-jalan atau nonton mungkin. Kalian belum pernah nonton bareng kan?" Mata Jack berbinar karena yakin Darren belum sampai pada tahap ini.     

"Harus ya?" Tanyanya lagi     

"Harus! Wajib! Musti!" Jawab Jack dengan sangat semangat.     

"Oke, tapi tidak bisa besok. Kami besok akan ke Jogja. Mengunjungi orangtuanya." Darren menenggak habis minuman yang ada didalam botol.     

"Nah, besok kamu ajak jalan-jalan keliling Jogja. Disana banyak tempat wisata menarik." Jack menepuk bahu pria yang akan segera pergi.     

"Yeah, right. Ya sudah, aku pulang dulu. Thanks untuk waktu dan ngobrolnya. Saranku, carilah perempuan baik-baik dan segera menikah. Biar hidupmu bertambah meriah dan ada yang ditunggu dirumah." Darren gantian menepuk bahu Jack dan meninggalkan temannya itu sendirian.     

"Huh, menikah? Aku akan menikah kalau Lewis sudah menikah." Tidak ada yang tahu, jika diantara dua sahabat, Lewis dan Jack terdapat perjanjian tertulis. Siapa yang lebih dulu menikah diantara mereka berdua, maka dia yang kalah. Yang kalah harus membelikan mobil sport terbaru tahun ini.     

-----     

"Tuan, waktunya minum obat untuk nona Grace." Likha yang akhirnya kalah dengan iming-iming uang dalam jumlah besar dan pengalaman perjalanan keliling Eropa, akhirya menerima tawaran Lewis untuk menjadi perawat bagi Grace, perempuan yang terbukti sakit karena terakhir kali melakukan penyanderaan di butik Sara.     

"Oh, taruh disana saja. Aku akan membuatnya minum." Lewis kembali memusatkan perhatiannya pada layar elektronik persegi warna platinum. Likha menaruh nampan berisi obat vitamin diatas nakas dan dia pun beranjak meninggalkan Lewis bekerja seorang diri.     

Di Italy, Lewis mempunyai sebuah apartemen yang sangat luas dan terdiri dari 3 kamar. Kebetulan sekali, mereka bertiga bisa tinggal didalam kamar terpisah. Sebenarnya Likha keberatan harus tinggal dalam satu atap dengan lelaki yang bukan muhrim. Namun, mengingat ada Grace juga didalamnya, Likha sedikit merasa aman. Bila malam tiba, Likha benar-benar mengunci semua pintu.     

"Oya, dimana Grace?" Lewis baru teringat tidak melihat Grace sejak tadi.     

"Nona Grace sedang mandi. Tapi, sudah lebih dari setengah jam tidak keluar kamar." Likha menjawab dengan cemas.     

"Coba aku lihat." Lewis meninggalkan Laptop dan beranjak menuju kamar Grace. Likha melebarkan matanya. "Apa dia akan masuk begitu saja ke kamar wanita?" Likha mengernyitkan alisnya.     

"Tunggu tuan!" Likha menghalangi Lewis melangkah lebih lanjut.     

"Tidak baik masuk kedalam kamar perempuan yang bukan istrinya. Biar saya lihat sendiri." Likha memmbalikkan badannya meninggalkan Lewis yang melongo.     

"Huh, sial! Dia tidak tahu kah kalau aku dan Grace adalah teman tidur puluhan kali?" Gumam Lewis sambil tersenyum dingin. Namun, dia tidak menghalangi Likha untuk mengetuk pintu kamar Grace. Sambil memandang dari jauh, Lewis mau tahu apakah perempuan ini berhasil masuk kedalam Grace atau tidak. Karena setahu Lewis, Grace paling tidak suka kamarnya dimasuki sembarang orang.     

TOK TOK TOK …     

"Siapa?" Terdengar suara Grace dari dalam. Sepertinya dia sudah selesai mandi.     

"Aku, Likha." Jawab Likha setengah gugup.     

"Mana Lewis?" Mendapat jawaban seperti itu, Likha memutar tubuhnya ke arah Lewis yang masih berdiri dari jauh dan tersenyum tipis.     

Lewis berjalan mendekati kamar Grace dengan membawa nampan berisi obat dan botol minuman.     

"Kamu boleh keluar apartemen ini jalan-jalan. Tapi, aku beri waktu hanya 1 jam. Jangan jauh-jauh karena kamu tidak hapal daerah sini dan kamu juga tidak bisa bahasa mereka." Lewis berpesan.     

"Iya, terima kasih. Saya bawa ponsel kalau tuan dan nona butuh bantuan saya." Likha menunjukkan ponsel jadulnya yang hanya bisa kirim sms dan telponan. Lewis tersenyum hambar.     

Likha berjalan menjauhi kamar Grace dan mengambil tas selempang yang ada di atas sofa. Lewis memandangi perempuan berhijab sempuran menutup dadanya itu. Dengan gaun terusan sederhana yang menutupi tubuhnya, Likha tampak sangat anggun dan terlihat cantik dibanding kebanyakan wanita lain.     

"Ah, apa yang aku pikirkan?" Lewis menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir pikiran aneh yang sempat masuk ke dalam alam bawah sadarnya.     

"Lewis, kamu diluar?" Panggilan Grace menyadarkan Lewis yang menjawab dan masuk kedalam kamar perempuan yang sedang dalam masa penyembuhan itu.     

"Aku masuk." Pintu ditutup Lewis dari dalam.     

"Huh, apartemen seluas ini, aku bisa hilang kalau jauh-jauh." Batin Likha.     

"Ciao ragazza, sei un nuovo residente qui? Seorang pria muda menyapa Likha dengan bahasa yang membuat Likha ingin menangis mendengarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.