Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 148. Bermain Tepung



II 148. Bermain Tepung

0Dengan celemek yang terpasang di tubuhnya dan kaos pendek oblong putih juga celana selutut warna putih, Calista berubah seperti seorang koki yang sedang mengikuti lomba ajang memasak yang sering disiarkan di layar televisi.     
0

Wajahnya yang polos tanpa make up namun tetap segar dipandang mata, tampak serius mengolah makanan. Mulai dari mengaduk adonan, memasukkan bahan-bahan ke dalam mesin pencampur dan sebagainya.     

Darren tidak bisa hanya melihat saja. Dia pun membuka jas hitam dan menyangkutkannya di punggung kursi. Kemeja putih lengan panjang digulung hingga sampai ke sikut sehingga menampakkan otot lengan yang kokoh dan sangat maskulin.     

"Apa yang kamu buat?" Darren menghampiri sang istri dari arah belakang dan memeluk tubuh rampingnya serta menyandarkan dagu di bahu Calista yang sangat nyaman. Semua pelayan yang ada didapur menyingkir keluar tanpa disuruh.     

"Kamu, lepaskan tangan dan jangan bersandar padaku. Tidak malu banyak yang melihat." Untuk sesaat tubuh Calista meremang mendapatkan perlakukan romantis yang tiba-tiba.     

"Malu? Kamu kan paling tahu kalau urat malu ku sudah putus, hehe …" Darren masih bergelayut manja memeluk tubuh Calista yang harum aneka bahan makanan.     

"Aku sedang membuat kue untuk dibawa besok ke bapak ibu. Bapak lagi sakit jadi pasti butuh makanan tambahan. Aku ingin membuatnya sendiri." Calista tidak bisa bergerak bebas dengan Darren yang menempel seperti anak bayi.     

"Lepaskan tanganmu, please. Aku tidak bisa mengerjakan apapun." Calista hendak membuka untaian jari jemari Darren yang masih melekat di perutnya.     

"Berikan aku satu ciuman dan aku akan bantu kamu membuat kue." Darren menawarkan diri sambil menggigit daun telinga Calista, membuat perempuan hamil itu mendesis geli,     

"Aku tidak butuh bantuanmu jadi aku tidak akan memberimu ciuman, lepaskan aku Darren!" Calista meronta mencoba melepaskan diri dari belitan pria bermata hijau.     

"Ya sudah, kalau begitu aku akan terus seperti ini sampai kamu mau menciumku." Calista tampaknya sudah tidak marah lagi seperti saat tadi pagi baru pulang dari rumah sakit. Salah satu sifat Calista yang sangat disukai Darren adalah perempuan ini mudah melupakan amarahnya.     

Calista pun akhirnya menyerah. Dia membalik tubuhnya menghadap Darren. Kedua mata mereka bertemu dan Darren seolah terhipnotis dengan hitamnya bola mata sang istri. Calista menjinjit kakinya dan mencium tipis bibir Darren. Pria yang tidak terima mendapatkan ciuman sekejap itu langsung menarik tengkuk Calista dan membalasnya dengan ciuman yang sangat panas dan dalam.     

Mereka lupa bahwa mereka masih di dapur. Beberapa pelayan yang tidak sengaja lewat dan melihat, langsung melarikan diri begitu melihat majikan mereka sedang bercumbu didalam dapur.     

"Eugghh, sudah …" Calista memundurkan wajahnya namun tangan besar Darren menarik tengkuknya kembali.     

"Ishhh, kita lanjutkan di kamar." Darren menempelkan dahinya ke dahi sang istri dan berbisik lembut di wajahnya.     

"Aku sedang sibuk. Nanti saja ya." Calista merasakan hembusan napas berat Darren yang sudah menggelora, tanda bahwa nafsunya sudah menguasai akal pikirannya.     

"Kalau begitu, kita lakukan disini." Darren mengangkat tubuh Calista ke atas meja.     

"Darren, please. Aku mau bikin kue dulu. Nanti setelah bikin kue, aku akan memberikan apa yang kamu mau. Okay?" Sial! Darren benar-benar sudah putus urat malunya.     

"Janji?" Darren terus mengecup bibir, pipi, dan seluruh wajah Calista dengan bibirnya bertubi-tubi.     

"Iya janji. Please, turunkan aku." Calista sejak tadi melihat para pelayan kabur melihat dua majikannya sedang bercumbu di dapur.     

"Okay, aku bantu biar cepat ya." Jawab Darren sambil mengangkat Calista dan menurunkannya kembali.     

"Huft, ya ya …"     

Akhirnya, Calista mendapatkan asisten untuk mempercepat kerjanya. Darren ternyata sangat lihai dan cepat belajar. Hanya sekali diberitahu, pria itu langsung bisa. Bahkan dia luwes membentuk lingkaran donat dan mengolesi butter diatas nastar. Ya, Calista ingin sesekali membuat kue kebiasaan orang kota untuk diberikan kepada bapak ibunya di kampung yang biasa makan singkong dan ubi rebus.     

Setelah 2 jam lebih akhirnya selesai juga donat aneka topping, nastar, dan kastangel dalam 5 toples buatan Calista dan Darren. Sang suami tidak mengijinkan siapapun mendekati dapur mengganggu dirinya dan sang istri yang sedang bermain tepung. Kondisi dapur yan berantakan diserahkan pada para pelayan, sesuai keinginan Darren karena pria itu tampak lelah membuat kue.     

Darren dan Calista pun kembali ke kamar dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan keringat dan kotoran yang menempel di rambut dan tubuh mereka.     

"Show time!" Darren meraih tubuh Calista yang masih mengenakan kaos lengkap dan membukanya dengan menarik ke atas.     

"Kamu sudah janji padaku bukan?" Darren perlahan melepas kaitan bra di punggung Calista. Perempuan hamil itu tersenyum pasrah.     

"Baiklah, suamiku. Your wish is my command." Calista pun mengikuti ritme yang diberikan Darren. Pria bermata manik hijau itu senang sekali untuk pertama kalinya Calista mau menyerahkan dirinya dengan sukarela, bahkan berinisiatif sendiri. Mungkin benar apa yang dikatakan Jack, kalau dia harus lebih romantis dan perhatian pada Calista, terlebih lagi wanita hamil moodnya harus dijaga dengan baik.     

"Darren, pelan-pelan …" Napas Darren yang memburu dan gerakannya yang sangat bertenaga, membuat Calista terengah-engah mengatur napasnya. Sungguh pria ini tidak ada bosannya menunggangi dirinya siang malam dan selalu dalam jangka waktu yang lama. Kalau dihitung baik-baik, dua puluh empat jam waktu Calista sehari, lebih banyak dihabiskan untuk bercinta, dibandingkan melakukan aktivitas lain.     

-----     

"Sudah sore, aku harus pulang. Sara, terima kasih atas semua waktu dan perhatian yang kamu berikan untuk aku. Padahal, kita baru mengenal tapi kamu sudah menganggapku seperti teman lama." Agnes mengakhiri obrolan seru mereka seputar pekerjaan dan keluarga. Sara senang memiliki teman baru yang bisa diajak bertukar pendapat. Semua temannya rata-rata selalu memakai pakaian mewah dan aksesoris mencolok. Tapi beda dengan Agnes yang tampil anggun dan apa-adanya. Padahal suaminya pengusaha kaya raya dan dia sendiri pun punya penghasilan sendiri, tidak mengandalkan suaminya semata.     

"Aku berharap kita adalah besan. Jadi, kita bisa sering-sering seperti ini, mengobrol dan saling berkunjung satu sama lain." Sara tersenyum cerah.     

"Hehehe, aku harap demikian." Jawab Agnes.     

Kedua wanita usia matang itu pun meninggalkan kafe dan menuju mobil terparkir.     

"Kamu ikut aku, aku antarkan sampai rumah." Sara menawarkan dirinya dengan tulus.     

"Oh tidak usah. Aku sudah kirim pesan ke suamiku untuk jemput." Jawab Agnes kembali.     

"Aku tunggu sampai suamimu datang."     

"Tidak perlu, aku bukan anak kecil lagi. hehe …" Sara didorong Agnes untuk segera masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan dirinya. Sara memicingkan matanya namun dia juga tidak bisa memaksa Agnes untuk masuk kedalam mobilnya.     

"Sayang …"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.