Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 132. Pertemuan Ibu dan Anak (3)



II 132. Pertemuan Ibu dan Anak (3)

0Calista keluar rumah sakit dan menuju deretan kaki lima yang menjual pernak pernik hp.     
0

"Permisi pak, apakah bapak bisa membetulkan hp teman saya yang sudah hancur lebur begini?" Ponsel dengan tampilan mengenaskan itu ditunjukkan oleh Calista.     

"Hmm, sebentar." Pria itu mengamati Calista yang tampak risih dan tidak kenal siapa-siapa.     

"Wah, sudah seperti ini tidak bisa lagi. Biaya membetulkannya hampir sama dengan biaya beli baru. Memory card dan kartunya diambil saja, dipindah ke ponsel lainnya." Jawab si bapak pemilik konter.     

"Oh begitu ya?" Sahut Calista.     

"Tapi aku tidak punya uang cash sebanyak beli hp baru. Dan, disini pun tidak melayani kartu debit. Bagaimana ini?" Calista berkata dalam hati, bingung antara orang yang mau menghubungi wanita itu pasti sedang khawatir dan juga tidak punya uang tapi tidak tahu harus pinjam ke siapa.     

"Apa yang kamu lakukan disini?" Suara berat yang berasal dari belakangnya, membuat Calista segera memalingkan wajahnya. Benar saja, Darren berdiri disana dengan tatapan tidak percaya. Istrinya berlari ke jalanan hanya untuk membeli hp baru.     

"Panjang ceritanya. Sekarang pinjami aku uang untuk beli ponsel baru." Calista panik bukan main dan butuh segera untuk menghubungi keluarga Agnes, wanita yang dia hancurkan ponselnya dan dalam keadaan pingsan sekarang.     

"Pak, berikan aku ponsel apa saja yang penting saya bisa menelpon sekarang menggunakan nomer ini." Calista berkata dengan suara panik dan si bapak pun tertular panik. Tapi tidak dengan Darren yang melihat istrinya di kios pinggir jalan sehingga dia memarkirkan mobilnya juga di pinggir jalan.     

Setelah 10 menit, akhirnya ponsel baru berhasil Calista genggam dan ponsel itu pun langsung bunyi lagi panggilan masuk. Calista tidak berani mengangkatnya. Dia memutuskan untuk kembali ke rumah sakit dulu, baru dalam keadaan tenang menjawab pertanyaan dari si penelpon.     

Darren yang mengurusi pembayaran, masih belum mengerti dengan apa yang terjadi. Namun, dia tetap mematuhi apa yang dikatakan Calista. Calista masuk kedalam mobil yang dkemudikan Darren dan mereka berdua masuk kembali ke parkiran rumah sakit.     

"Aku ceritakan didalam saja. Ayo, ikut aku cepat!" Perempuan berkuncir kuda itu keluar dari mobil dan mengajak Darren untuk segera keluar dari mobil dan menyusulnya.     

Agnes masih terbaring lemah. Dokter berkata, jantungnya mengalami sedikit kejutan sehingga menjadi lemah dan mudah pingsan. Telpon yang ditangan Calista kembali berdering. Calista menatap benda elektronik di tangannya tapi takut untuk menjawabnya.     

Darren merebutnya, membuat Calista kaget bukan kepalang.     

"Halo …"     

"Hei, siapa kamu? Dimana istriku?" Suara diujung telpon terdengar lantang dan keras. Tanpa perlu ditekan tombol pengeras suara, Calista bisa mendengarnya.     

"Kamu … Donni Rickman?" Darren sering menerima telpon dari pria itu jadi sekarang sudah hapal suaranya.     

"Kamu siapa? Bagaimana tahu namaku?" Suara disana terdengar lebih pelan dan berkurang emosinya.     

"Datanglah ke rumah sakit X. Istrimu pingsan." KLIK! Darren mematikan ponselnya, calista mengerjap-ngerjapkan matanya.     

"Kamu kenal?" Wajah bingungnya terpancar jelas.     

"Tenang saja, dia akan segera datang. Kalaupun aku salah menerka, setidaknya dia akan datang dan dan mengetahui keadaan perempuan disana.     

"Darren? Kenapa kamu datang? Kamu sakit juga?" Sara yang baru kembali dari ruang administrasi, melihat anak dan menantunya sedang berdiri mengobrol di ruang tunggu instalasi gawat darurat, tempat dimana Agnes berbaring.     

"Aku harus datang karena kupikir Calista sakit. Mami tidak apa-apa?" Tanya Darren lagi.     

"Mami baik-baik saja. Kamu sudah hubungi keluarganya, sayang?" Tanya mami ke Calista.     

"Su …"     

"Sudah, sebentar lagi dia akan datang." Calista mencibir mendengar Darren menyerobot jawaban yang ingin dia berikan pada mami. Sara hanya mengangguk-angguk saja.     

"Ayo duduk dulu. Mungkin dia masih lama datang." Darren menarik tubuh Calista dan menurunkan kedua bahunya untuk segera duduk. Sementara, dia akan menerima telpon masuk.     

"Aku tidak akan kembali ke kantor. Kalau ada yang penting, telpon saja, atau kirim email." Sudah bisa ditebak Darren berbicara dengan siapa. Ajudan urusan pekerjaan sekaligus asisten urusan pribadi. Sungguh Andrew seperti pria yang tidak punya kesibukan sama sekali, dunianya hanya Darren dan Darren.     

Lima belas menit kemudian, datanglah seorang pria tergopoh-gopoh kedalam ruangan instalasi gawat darurat. Matanya mencari ke segala arah, berharap ada yang dikenalnya. Daripada membuang waktu, pria itu segera menuju ke pos perawatan.     

"Maaf, saya mencari pasien yang bernama Agnes, usia sekitar empat puluh tahunan. Katanya beliau pingsan." Pria itu menjelaskan ciri-ciri yang dia tahu saja.     

"Oh, iya ada. Didalam ruangan igd. Belok kanan dan lurus saja, ada tulisan didepan pintunya. Jawab salah satu suster.     

"Okay, terima kasih." Pria itu segera berlari menuju ruangan igd dan mendapati pintu yang digeser sedang dilewati oleh pria berjubah putih.     

"Dokter, maaf. Apa ada pasien bernama Agnes didalam?" Tanya pria itu dengan pandangan kacau. Dokter tersebut melihat sekilas dan berkata, "Ada, sedang berbaring didalam. Anda siapanya?" Tanya dokter itu.     

"Saya ajudannya." Jawab pria tersebut.     

Dokter itu mengerutkan alisnya. Mungkin dipikir wanita didalam adalah istri dari pejabat atau orang besar lain sehingga memerlukan ajudan dalam kesehariannya.     

"Anda tunggu saja disana. Kalau diperlukan, nanti suster akan memanggil." Jawab dokter tersebut dan berlalu meminggalkan pria yang menarik napas lega, karena telah menemukan istri dari majikannya.     

"Tuan, nyonya sudah mendapatkan pertolongan dan sekarang saya lihat sedang berbaring. Ada jarum infus yang dipasang di tangan nyonya." Jawab pria itu sambil mengintip dari kaca kecil berbentuk segi empat di tengah-tengah pintu.     

"Aku sudah dibandara sekarang. Paling cepat dua jam lagi sampai. Kamu jaga dia jangan sampai lolos." Jawab Donni dengan terburu-buru. Hatinya gelisah bukan main ketika telponnya dijawab pria lain dan bahkan mengenal suaranya. Sedangkan dirinya sendiri tidak tahu suara pria yang menjawab telponnya.     

Tiba-tiba Darren, Calista, dan Sara datang beriringan dari ruangan dokter. Mereka menanyakan lebih lanjut kabar Agnes yang masih belum sadar. Mata Darren tertumbuk ke pria yang duduk didepan ruangan igd sambil menundukkan wajahnya dengan tangan terkepal.     

"Anda siapa? Sedang menunggu pasien yang ada didalam?" Tanay Darren. Beberapa menit yang lalu dia meninggalan ruangan tunggu ini masih sepi tidak ada orang satupun.     

"Oh, iya. Saya sedang menunggu istri dari tuan saya." Pria itu menyandarkan punggungnya dan mendongakkan kepala. Tidak ada yang tahu bagaimana caranya dia bisa melesat ke rumah sakit ini hanya dalam waktu 10 menit. Ada ancaman mematikan dari suara majikannya setelah mendapatkan amanah untuk segera meluncur melindungi nyonyanya.     

"Hmm …" Darren hanya berdeham saja.     

"Anton?"     

"Mba Calista?"     

Calista ingin menangis rasanya melihat adik semata wayang ada dihadapannya. Perempuan hamil itu buru-buru berjalan cepat ingin memeluk Anton yang sudah lama tidak dilihatnya, dan Anton pun menghampiri Calista dengan berjalan cepat. Namun, tubuh Darren berdiri dengan aura menakutkan ada ditengah-tengah mereka.     

"Kamu pikir kamu siapa mau memeluk istri orang sembarangan?" Mata hijau Darren seolah bisa menembus jantung Anton dan mencabiknya hingga menjadi pecahan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.