Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 30: Memikirkan Matang-matang untuk Bercerai



BAB 30: Memikirkan Matang-matang untuk Bercerai

0Calista menatap gelas yang ada disebelahnya dengan tatapan nanar. Tiba-tiba air matanya jatuh dan semakin deras hingga Calista membenamkan wajahnya diatas bantal agar tidak terdengar orang-orang disekitarnya.     
0

Darren meninju keras-keras dinding yang ada diluar rumah sakit. Entah sejak kapan dia memiliki hati pada istri kontraknya. Yang pasti, sejak saat itu dia tidak pernah bisa melihat Calista terluka atau sendiri begitu saja. Dia selalu ingin menemaninya dan berada disisinya.     

Darren menyisir rambutnya ke belakang dengan perasaan kacau balau. Dia tidak mungkin meninggalkan Calista seorang diri disini. Dan, Andrew pun sedang berada di luar kota urusan dinas baru berangkat tadi sore jadi tidak mungkin akan menjemput Calista pulang.     

Darren menuju kebagian administrasi untuk menyelesaikan pembayaran dan kembali ke dalam mobilnya. Selang kurang dari 1 jam, tampak Calista berjalan tertatih-tatih meninggalkan lobi rumah sakit. Matanya bingung menatap luar rumah sakit yang gelap gulita dan jauh dari jalan raya. Bagaimana dia bisa pulang? Dompet dan ponselnya pun tidak bersamanya.     

Namun, mata Darren menyipit tatkala dilihatnya 3 orang dengan gerak gerik mencurigakan berjalan mendekati Calista. Salah seorang dibawanya memegang pisau terhunus yang terlihat jelas dengan mata hijau Darren. Pria yang terkenal dengan sikap arogan dan dingin itu pun segera keluar mobil secepat kilat.     

"Banyak sekali nyawamu hah!" Suara Nia yang tiba-tiba mengagetkan Calista. Ditambah lagi saat ini sepi tidak ada satu orangpun. Habislah sudah aku hari ini, batin Calista.     

"Mau apa lagi kamu? Aku akan berteriak kalau kamu macam-macam!" Calista memundurkan langkahnya. Ingin kembali ke dalam rumah sakit tapi jaraknya cukup jauh baginya yang berjalan tidak bisa sempurna malam ini.     

"Huh, tidak ada orang disini. Habislah nyawamu malam ini. Aku tidak terima kalah oleh perempuan jalang seperti kamu." Nia langsung menghampiri Calista dan dalam hitungan detik pisau itu seharusnya tembus ke perutnya. Calista memejamkan matanya pasrah dan terjatuh duduk diatas rumput saat dirinya berusaha menghindar.     

Namun, Calista tidak merasakan apa-apa. Dia segera membuka matanya. Sungguh mengejutkan pemandangan dihadapannya. Ke tiga orang yang mengurungnya terpental masing-masing ke sembarang arah dengan teriakan memilukan.     

Entah apa yang terjadi pada mereka. Yang pasti dihadapan Calista sekarang adalah sosok Darren yang berdiri dengan angkuhnya sambil menatap geram ketiga orang yang berusaha membunuhnya.     

"Darren ..." Calista menyebut nama itu lirih hampir tidak terdengar. Namun, Darren dapat mendengarnya.     

"Kamu benar-benar merepotkan!" Darren menghampiri Calista dan membopong tubuhnya dengan ringan dalam sekali angkat.     

"Awww pelan-pelan, kakiku." Calista memekik kaget juga perih sakit saat tangan Darren menyentuh lututnya tanpa sengaja.     

"Diam!" Tatapan mata Darren yang hijau berkilat tajam di kegelapan malam seolah menghunus jantung Calista yang secara tiba-tiba mengatupkan bibirnya.     

Darren membawa Calista kedalam mobilnya dan membantunya memasang sabuk pengaman, Calista terdiam melihat aura dingin Darren yang menyeramkan. Darren pun segera memacu mobilnya meninggalkan pelataran rumah sakit secepat kilat menuju mansion.     

"Bisa pelan sedikit bawa mobilnya?" Calista ketakutan sampai memegang handel yang ada diatas kepalanya. Darren tidak berkata ya ataupun tidak. Justru dia semakin memacu mobilnya lebih cepat lagi membelah gelapnya malam. Tanpa disadarinya, sebuah mobil ikut melaju mengekor di belakang.     

Tepat sebelum tikungan, Darren menyadari ada mobil yang mengikutinya. Dia pun segera membuat panggilan pada seseorang.     

"Buka gerbang dan setelah aku masuk, tutup gerbang jangan biarkan siapapun masuk." Calista yang mendengar suara teriakan Darren, mulai curiga ada yang mengikutinya. Dia pun menengok ke belakang.     

"Sepertinya pacarmu mengikuti." Calista kembali duduk namun dengan wajah setengah lesu.     

"Kenapa? Cemburu?" Darren menyeringai sinis melihat perubahan sikap Calista setelah mengetahui kalau Britney mengikutinya.     

"Kenapa aku harus cemburu? Status kita berdua hanya suami istri diatas perjanjian. Kamu bebas berhubungan dengan siapapun dan begitu juga aku. Aku harus mempersiapkan segalanya dari sekarang agar setelah bercerai nanti tidak mengandalkanmu lagi." Calista melipat kedua tangannya didepan dada.     

Dia tidak menyadari kalau ucapannya memicu emosi seorang pria bermata hijau. Darren mempercepat laju mobilnya dan masuk kedalam gerbang yang telah terbuka dan otomatis tertutup kemudian setelah mobilnya masuk.     

Darren membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil dengan langkah besar. Calista yang membuka pintu sendiri tiba-tiba kaget ketika Darren muncul dihadapannya dan langsung membopongnya sama seperti saat dia dimasukkan ke dalam mobil.     

"Lepaskan aku! Aku bisa jalan sendiri!"     

Darren tidak peduli dan langsung menaiki anak tangga menuju lantai dua kamar mereka. Semua pelayan yang melihat tidak ada yang berani menyapa atau bahkan bertanya. Semuanya menundukkan wajah dan menelan saliva dengan susah payah. Nyonya majikan mereka akan disiksa lagi malam ini, dalam pikiran mereka.     

Darren membuka pintu kamar dan menutupnya dengan menendang. Tubuh Calista dihempaskan keatas kasur.     

"Awww, kamu kasar sekali." Calista hendak bangkit duduk namun tangan Darren menahannya hingga tubuh perempuan yang baru selamat dari percobaan pembunuhan itu kembali terbaring.     

"Bercerai hah? Jadi selama ini kamu sudah memikirkan matang-matang untuk bercerai?" Darren membuka satu persatu kancing kemejanya dengan kedua tangannya. Calista tahu bahaya yang akan mengintainya. Namun kedua kakinya ditindih tubuh Darren yang kuat bagaikan besi.     

"Lepaskan aku! Aku masih sakit. Kamu pfffttt." Bibir Calista dibekap dengan bibir Darren dan dilumatnya dengan liar tanpa ampun. Darren baru melepasnya setelah Calista memukul-mukul dadanya karena kehabisan oksigen.     

"Kamu tunggu disini, aku akan membersihkan diriku dulu. Kalau sampai aku tidak melihatmu setelah aku selesai mandi, aku akan memakanmu ditengah-tengah ruang tamu dihadapan orang banyak. Paham?" Ujar Darren dengan intonasi penuh penekanan.     

Calista hanya mengangguk lemah. Sorot matanya yang sayu dan kebiasaan Calista menggigit bibirnya benar-benar membuat gairah Darren memuncak. Namun saat ini tubuhnya penuh keringat dan kotor. Dia pun melumat sekali lagi bibir istrinya dan mengusapnya dengan ibu jarinya. Lalu dia berjalan meninggalkan Calista terbengong sendirian menuju kamar mandi.     

"Habislah sudah aku malam ini! Apalagi yang membuat dia marah? Benar-benar tidak bisa dimengerti." Calista bergumam.     

Tok tok tok ...     

Calista bangkit perlahan dan membuka pintu kamarnya. Tiba-tiba suara klakson memekakkan telinga terdengar jelas.     

"Nyonya, maaf mengganggu. Diluar gerbang ada seorang perempuan memaksa masuk dengan membunyikan klakson mobil berulang-ulang." Bu Hera yang mengetuk pintu mengatakan maksud kedatangannya.     

Calista menduga dia pastilah Britney, pacar suaminya. Tapi kalau sampai dia masuk dan ketahuan kalau ada dirinya dirumah Darren, habislah sudah.     

"Aku tidak tahu bu. Dia tamu Darren. Tapi Darren bilang tidak boleh ada yang masuk." Calista bingung memutuskan. Karena kalau tidak dibuka, tentu saja mengganggu kenyamanan orang beristirahat dimalam hari.     

"Siapa?" Suara Darren mengagetkan Calista yang sedang berpikir keras. Namun, akhirnya dia katakan juga maksud kedatangan bu Hera.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.