Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 36: Menyusul Istri (3)



BAB 36: Menyusul Istri (3)

0"Mami ganti baju dulu setelah itu berangkat. Kamu di kamar jangan kemana-mana yaa." Sara beranjak pergi menuju lemari pakaian yang menampilkan deretan gaun mahal nan elegan dan memilih salah satu untuk dipakai malam ini.     
0

"Iya mi." Calista memilih untuk merapihkan kamar dan membuka kopernya untuk menggantung pakaian yang belum selesai dikeluarkan. Sara tersenyum melihat ketangkasan dan kerajinan sang menantu. Sara tidak butuh menantu yang kaya raya dan pintar segala-galanya. Yang Sara butuhkan adalah yang bisa merawat anaknya yang tidak pernah memperhatikan pola makan dan tidur kalau sudah sibuk bekerja. Terutama membuat anaknya berhenti menjalani cinta buta ke Britney, perempuan cinta pertamanya.     

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Saatnya Sara keluar kamar menuju tempat pertemuan dengan seorang wanita kelas atas seperti dirinya. Tidak lupa Sara berpesan berkali-kali agar Calista untuk tidak kemana-mana. Kalaupun ingin keluar kamar, wajib membawa ponsel dan tidak pergi terlalu jauh.     

Daripada keluar kamar, Calista menikmati berada didalam kamar mewah itu sendirian. Perempuan ayu yang menggerai rambut setengah basah karena baru selesai mandi, mengenakan piyama daster lengan pendek dengan panjang daster selutut. Laptop yang diberikan Darren sebagai hadiah karena mulai bekerja ikut dibawanya. Calista ingin memiliki pencaharian sendiri dengan modal laptopnya ini.     

Dia survey ke semua media sosial jenis usaha apa yang bisa dilakukan dirumah tanpa harus modal banyak. Calista ingin sebelum bercerai dengan Darren, sudah memiliki penghasilan sendiri yang bisa menghidupi dirinya dan keluarganya kelak. Dia tidak ingin menggantungkan hidupnya selalu pada Darren. Dan, itu sesuatu hal yang tidak mungkin.     

Sedang asyik berselancar didunia maya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk tapi tidak terdengar suara memanggil dari luar.     

"Siapa?" Calista mengaktifkan mode on waspada sebelum membuka pintu. Dia mendekati pintu dan mengintip dari bulatan kecil yang menempel dipintu sebagai sarana mengetahui siapa orang diluar.     

"Cleaning service." Seorang pria menyahut. Tepat seperti seragam yang dikenakannya. Tapi, aku tidak memanggil jasa bersih-bersih. Apakah mami? Bukankah ini malam? Memangnya jasa bersih-bersih datang malam juga? Batin Calista bergejolak.     

"Maaf, aku tidak memanggil cleaning service. Siapa yang menyuruh anda kesini?" Tanya Calista.     

"Nyonya Sara yang menyuruh saya." Petugas itu menjawab.     

"Apa aku harus menelpon mami?" Gumam Calista.     

Sementara di luar pintu, seorang pria yang baru datang ke hotel namun telah meletakkan barang-barangnya didalam kamar di lantai paling atas, sedang bersandar di dinding samping pintu kaamr Sara dengan senyum iblisnya. Petugas kebersihan yang berpura-pura ingin masuk melakukan tugasnya, dibayar pria itu dengan sepuluh lembar uang berwarna merah. Tentu saja mana ada yang tidak menolak dengan tugas hanya membuat si pemilik kamar membuka pintu.     

"Cklek!" Akhirnya pintu kamar Sara pun terbuka.     

Pria itu member kode petugas kebersihan untuk segera pergi.     

"Kalau bapak mau aahhhhh …" Tubuh Calista di dorong masuk hingga menempel di dinding dan mulutnya dibekap dengan telapak tangan besar. Tidak lupa pintu ditutupnya.     

"Halo istriku, berani sekali kamu pergi tanpa seijinku. Sudah bosan hidup hah?" Darren memegang kedua pipi putih mulus Calista dengan telapak tangannya yang besar.     

"Darren … aku …" Calista kaget luar biasa melihat Darren didepan matanya muncul tiba-tiba.     

"Aku apa hah? Sekarang kemasi pakaianmu dan pindah kekamarku!" Darren menarik tangan Calista menuju lemari baju yang baru saja dia rapihkan isinya.     

"Kamu menginap di hotel ini juga?" Calista melotot tidak percaya. Namun, Darren tidak menjawabnya. Malah mengambil koper yang ada didalam lemari dan meletakkannya di atas kasur.     

"Cepat bereskan pakaianmu sekarang juga! Aku tidak mau banyak bicara." Darren mengambil pakaian yang tergantung di lemari dengan buru-buru dan meletakkannya diatas koper. Calista memasukkannya tanpa sempat melipatnya kembali.     

"Sudah semua?" Tanya Darren.     

"Sudah," Calista menjawab dengan pelan. Darren menarik tangan Calista cepat-cepat agar keluar dari kamar maminya. Calista menurut saja kemana tangannya dibawa. Tampak jelas dari raut wajahnya yang menahan amarah. Calista khawatir Darren akan melampiaskan kemarahannya dengan cara yang bar-bar.     

Tidak ada percakapan yang terjadi selama didalam lift. Calista lebih banyak melihat dinding kaca didalam lift sementara Darren memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celana dengan rahang mengeras. Setelah pintu lift terbuka, Darren mengangkat koper Calista dengan tangan kiri sementara tangan kanannya menarik tangan sang istri. Seperti takut kehilangan lagi jika tidak dipegang erat-erat.     

"Darren, pelan-pelan. Tanganku sakit." Calista berusaha menarik tangannya namun genggaman Darren semakin kencang.     

Sesampainya di pintu kamar, Darren memencet beberapa angka yang merupakan password untuk membuka kamar paling mewahnya di hotel itu. Setelah terbuka, Darren menarik koper dan tangan Calista bersamaan. Tubuh Calista dihempaskan begitu saja ke dalam ruangan.     

Calista mengelus-elus pergelangan tangannya yang digenggam Darren kuat-kuat sejak tadi.     

"Kenapa kamu menyusul? Ada pekerjaan juga disini?" Calista berdiri agak menjauh dari Darren karena melihat tatapan tajam seperti mata elang yang ada didepannya siap mematuk dirinya kapan saja. Susah payah Calista menelan saliva dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.     

"Kamu ternyata lebih patuh ke mami daripada aku? Kenapa kamu tidak minta ijinku terlebih dahulu sebelum berangkat?" Darren berjalan mendekati Calista setapak demi setapak. Sementara Calista justru semakin melangkah mundur perlahan demi menjaga jarak diantara mereka.     

"Aku … aku sudah bilang ke mami untuk minta ijin kamu. Tapi, kata mami kamu sibuk sama pacarnya. Jadi aku pasti diijinkan." Calista sudah tidak bisa mundur lagi ke belakang karena punggungnya sudah menabrak dinding yang bercat putih. Calista mencoba menggeser badannya ke samping namun tangan kanan kekar Darren menghalangi langkahnya.     

"Jangan pernah patuh ke siapapun selain aku, sekalipun itu mami papiku. Kamu adalah istriku, paham?" Kini tubuh Calista terkurung oleh dua tangan kekar berotot milik suami mata hijaunya.     

Calista terdiam beberapa saat sampai akhirnya bibirnya memberanikan diri bertanya.     

"Aku adalah istrimu sementara dia adalah pacarmu. Iya iya aku mengerti aku tidak punya hak untuk menghalangimu untuk menjalin hubungan dengan siapapun. Tapi, aku bukan robot yang tidak punya perasaan. Setidaknya, kalian jangan bermesraan dihadapanku." Calista menyingkirkan tangan Darren dan hendak melangkah keluar. Namun, tangan Darren lebih cepat bertindak. Tubuh Calista ditariknay hingga menempel didada bidangnya.     

"Mau kemana kamu?"     

"Keluar. Kamar ini membuatku sesak." Calista meronta minta dilepaskan.     

"Oh sesak? Aku bisa memberimu napas buatan, kalau kamu mau." Darren menaikkan satu alisnya dengan bibir menyeringai genit.     

"Tidak, terima kasih. Aku tidak butuh napas buatanmu." Calista merasakan sinyal berbahaya setiap berada didekat suaminya.     

"Tapi, aku butuh napas buatanmu."     

"Mmmphh …" Darren menarik tengkuk Calista dengan satu tangan, sementara tangan lainnya memeluk pinggang ramping sang istri. Seperti biasa Darren selalu mendominasi dan tidak memberi kesempatan kepada Calista untuk berkata tidak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.