Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 43: Tante Anggun



BAB 43: Tante Anggun

0"Oya? Maaf kalau begitu. Kamu juga yang memancing emosiku." Jawab Calista sambil mengerucutkan bibirnya. Lewis tersenyum tipis melihat wajah Calista yang manyun mirip anak kecil ngambekan.     
0

Lewis mengerutkan alis mendengar jawaban Calista. Namun dia enggan membalasnya karena akan menjadi perdebatan tak berujung.     

"Kamu dalam rangka apa kesini? Apa dalam urusan bisnis?"Lewis bertanya sambil terus mengemudikan mobilnya.     

Calista terdiam sejenak. Matanya berputar, bibirnya mengerut. Dia sedang mencari alasan jitu. Tidak mungkin kalau bilang diajak mami Darren kan? Nanti dicurigai status hubungannya. Urusan pekerjaan pun bukan. Lewis pasti lebih tahu karena dia salah satu bosnya.     

"Berlibur. Aku sedang ambil cuti berlibur." Jawab Calista.     

Lewis menyeringai tidak percaya.     

"Kamu ketahuan berbohong, perempuan" Ujar Lewis dalam hati.     

Bunyi ponsel Calista yang merupakan sepenggal lirik lagu awal dari penyanyi wanita Indonesia didalam tas selempangnya sejak tadi, membuat Calista risih.     

"Tidak mau diangkat?" Tanya Lewis.     

"Tidak perlu. Tidak penting-penting amat." Senyum tipis Calista cukup membuat hati Lewis sedikit berbunga. Perempuan galak ini manis juga kalau tersenyum.     

"Disana hotel tempatku menginap. Berhenti didepannya saja. Terima kasih ya dan maaf sudah merepotkan." Calista membuka sabuk pengamannya dan membuka pintu setelah mobil Lewis tiba didepan lobi.     

"Aku boleh minta nomer hp mu?" Tanya Lewis sebelum Calista keluar dari mobil.     

"Hmm, di pertemuan selanjutnya kalau kita bertemu lagi, aku akan memberikan nomer hp ku. Hati-hati dijalan." Calista tersenyum lebih ramah dan turun lalu menutup pintu mobil Lewis.     

"Mudah sekali bagiku mendapatkan nomer hp mu. Tapi, aku ingin kamu sendiri yang menyerahkan padaku." Ujar Lewis bergumam sambil melihat Calista yang berjalan menuju ke dalam hotel. Hotel tempat Darren menginap.     

Bunyi ponsel Calista berdering terus tanpa henti. Tak perlu melihat layar ponselnya pun dia sudah menduga siapa yang menelpon. Kalau dijawab, pastilah pria ini akan marah-marah dan berbicara dengan nada tinggi. Jadi, Calista memilih untuk tidak mengangkatnya.     

Pesan masuk berbunyi. Calista melihat nama pengirimnya. Kalau dia buka pesannya maka akan ketahuan centang birunya. Namun, dari empat kalimat itu, Calista tidak perlu membuka tapi sudah tahu isinya.     

"Angkat telponku sekarang, Calista!" Demikian isi pesan tertulis itu. Calista mendecih sinis.     

"Masih mikirin istri walau lagi sama pacar? Dasar suami mau menang sendiri! Kalau kamu memang cinta dia, kenapa tidak menikah saja dengan dia?" Calista berkata sendiri sambil mengomel pada benda mati yang ada digenggamannya.     

"Suaminya selingkuh, mbak?" Seorang ibu paruh baya dengan penampilan elegan, mengagetkan dirinya yang sama-sama berdiri di depan pintu lift.     

"Ahh, ti-tidak bu. Hehehe ..." Calista salah tingkah. Dia lupa memaki-maki ditempat umum.     

"Kalau suami selingkuh, mba tunjukkan kalau selingkuhannya itu kalah jauh dengan mba. Saya lihat mba sangat cantik dan body oke. Cuma suami buta yang selingkuh dari istri macam suami mba." Jawab ibu modis tersebut.     

"Hehehe, sayangnya ... saya yang kalah jauh." Jawab Calista dengan senyum pasrahnya.     

TING ...     

Pintu lift pun terbuka dan mereka berdua masuk kedalamnya. Ruangan didalam lift kosong sehingga ibu tersebut melanjutkan obrolannya.     

"Jangan bilang istri kalah jauh. Para suami harus dibuat menyesal telah menyia-nyiakan berlian dirumah demi pecahan beling dij jalanan." Si ibu tampak lebih berapi-api memberikan semangat.     

Calista mendengarkan demi menghormati orang yang lebih tua. Namun, Dinda merasa sedikit senang ada yang mau memberinya semangat diantara orang-orang sekitar yang mengacuhkannya, kecuali mami Sara.     

"Iya ibu, makasih motivasinya. Mungkin karena saya kurang cakap atau kurang bisa mengambil hati suami, jadi saya kalah dengan perempuan itu." Jawab Calista sambil memandang pintu lift yang juga memantulkan bayangan dirinya dan ibu disebelahnya.     

"Oya, ini kartu namaku. Aku menginap disini 5 hari kedepan. Kalau kamu mau, kita bisa sering mengobrol. Saya tidak punya anak perempuan apalagi menantu. Kamu mau kan jadi temen ngobrol ibu tua renta ini?" Senyum tampak tulus terbit dari bibir wanita anggun yang seusia mami mertuanya.     

Calista tertawa kecil mendengar kata tua renta melukiskan wanita yang memakai polesan make up lengkap dan pakaian juga tas beserta sepatu branded.     

"Baiklah ibu, saya terima kartunya ya. Terima kasih ibu sudah mau menghibur saya." Jawab Calista sambil menundukkan lehernya.     

"Oya, kita belum kenalan. Nama saya Anggun. Kamu?" Tanya wanita tersebut sambil mengulurkan tangannya.     

"Nama saya Calista, tante. Nama tante sesuai dengan karakter tante. Anggun." Jawab Calista jujur apa adanya.     

Wanita itu pun tertawa renyah sebelum akhirnya berpisah dan saling menempelkan pipi kiri dan kanan satu sama lain, karena Anggun turun lebih dahulu.     

Calista menatap kartu nama yang ada dijarinya sambil tersenyum. Lalu dia memasukkannya kedalam tas selempangnya. Calista tadi memencet asal nomer lantai jadi dia tidak tahu apa yang akan dia temui di lantai tersebut.     

TING ...     

Nomer lantai 10 yang dtekannya pun berhenti. Calista berjalan keluar lift ragu-ragu. Lantai ini masih berupa kamar-kamar penginapan namun ada taman terbuka di lantai ini.     

Seketika Calista merasakan euforia kesenangan membuncah didalam dada. Akhirnya, dia bisa menenangkan diri di taman ini. Calista melihat sekitar namun tidak ada satu orangpun. Ya tamu mana yang mau menghabiskan siang hari dengan berada didalam hotel. Pasti mereka ke pantai atau berjalan-jalan ke pasar dan tempat wisata lainnya.     

Calista mengambil posisi duduk di salah satu kursi panjang yang terbuat dari kayu ukiran warna coklat yang sangat cantik. Diatas kursi tersebut dibuat atap kecil yang cukup memayungi orang yang duduk dibawahnya agar terhindar dari terik matahari.     

Dari taman dilantai ini, Calista bisa melihat pantai dari kejauhan, kendaraan hilir mudik di jalan raya, juga para turis yang sedang asyik berjalan kaki.     

Calista mengambil ponselnya namun tidak ada lagi suara panggilan ataupun pesan masuk dari Darren. Mungkin dia sudah lelah. Ahh, aku tidak peduli. Aku mau menyendiri dulu disini. Angin yang sepoi-sepoi dan perut kenyang, membuat mata Calista perlahan terpejam karena mengantuk.     

Tanpa sadar, Calista tertidur sambil duduk dengan kepalanya bersandar di tiang penyangga atap yang terhubung dengan kursi.     

Sementara di tempat lain, sepeninggal Calista, Darren meninggalkan Britney seorang diri di restoran. Teriakannya tidak menghentikan Darren untuk meninggalkannya. Pria impulsif itu mengemudikan mobilnya dengan terburu-buru.     

Calista tidak pernah ke Bali dan dia tidak mengenal siapapun disini. Darren khawatir perempuan polos sepertinya akan bertemu orang jahat dan mudah masuk perangkapnya.     

"SIAL! Kenapa dia tidak menjawab telponku dan membalas pesanku!" Darren memukul lingkaran kemudi secara spontan sehingga menimbulkan suara klakson tiba-tiba.     

"Kemana perempuan itu?" Darren mulai berpikir keras. Ingatannya mengarah kepada maminya. Darren pun menelpon Sara untuk menanyakan kabar keberadaan sang istri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.