Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 48: Apakah Hamil (1)?



BAB 48: Apakah Hamil (1)?

0"Santai saja, biarkan aku yang bekerja. Kita harus berusaha keras agar kamu lekas hamil." Darren mulai melancarkan serangan cintanya dengan menjamah dan meraba tubuh mulus sang istri. Calista hanya bisa pasrah dan menerima apa saja yang diberikan sang suami. Mulutnya berkata tidak tapi tubuhnya tidak sesuai dengan mulutnya. Tubuhnya menyambut dengan senang hati setiap sentuhan yang Darren berikan.     
0

Waktu masih menunjukkan pukul 5 pagi. Calista sudah terbangun lebih dahulu. Tubuhnya remuk redam tidak bisa digerakkan dengan leluasa. Darren benar-benar mengerjainya semalaman. Disampingnya, pria bermata hijau tersebut masih tidur pulas dengan tubuh telentang. Calista perlahan bangkit dan ingin mandi. Gerakannya seolah-olah seperti pasukan tim gegana yang akan menjinakkan bom, pelan dan hati-hati.     

Akhirnya, Calista berhasil turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Dia pun memilih berendam didalam bath tub untuk melemaskan otot-ototnya. Wangi aroma mawar sangat menyegarkan tubuh dan pikirannya. Perempuan ayu itu melihat banyak sekali bercak-bercak merah di tubuhnya. Di dada, lengan, perut, mungkin punggung dan leher juga. "Aahhhh, pria ini! Tidak pernah bisa membiarkanku sehari saja tanpa tanda-tanda ini." Batin Calista.     

Setelah beberapa menit lamanya berendam, Calista membilas dirinya dibawah kran shower. Namun, kedua matanya sontak terbuka lebar saat merasakan ada sepasang tangan kekar memeluknya dari belakang dan sesuatu dibawah sana berdenyut dan menegang. Calista menelan salivanya susah payah.     

"Kenapa kamu tidak membangunkan aku?" Suara serak Darren di pagi hari berbisik di cengkuk lehernya.     

"Aku sudah mau selesai. Kamu mau mandi kan?" Calista menggigit bibir bawahnya untuk meredam gelenyar kulit tubuhnya yang meremang karena disentuh Darren.     

Bukannya menjawab, Darren memeluk tubuh Calista lebih erat lagi. Satu tangannya meremas buah dada perempuan ayu tersebut yang basah bersamaan, sementara satu tangan lainnya bermain di kewanitaan Calista dan mengusap-usapnya dibawah sana sebelum satu jarinya dimasukkan.     

"Darren, jangan … ahhh … aku … sudah mandi …" Calista mengggigit bibirnya kuat-kuat untuk menahan desahan yang keluar dari bibirnya namun percuma karena suara itu kelolosan juga. Kepalanya terdongak ke atas menikmati sarapan pagi yang diberikan suaminya.     

Calista berteriak tertahan mengeluarkan pelepasan pertamanya kala Darren semakin intens memaju mundurkan jarinya dibawah sana. Darren membalik tubuh Calista menghadap dirinya. Tubuh Calista didorong dan dipepet ke dinding. Darren benar-benar membuat Calista tidak bisa bergerak sama sekali. Dia melakukannya lagi dan lagi. Darren tidak ingin melewatkan waktu sedetik pun untuk menggauli Calista. Masa honeymoon harus dimanfaatkan sebaik mungkin, prinsipnya.     

"Darren …."     

"Calista …."     

Mereka pun berteriak mengerang bersamaan saat keduanya klimaks bersamaan. Calista memeluk erat tubuh Darren agar tidak terjatuh. Darren memasukinya dengan posisi tubuh Calista diatas perutnya dan kedua kaki Calista melingkari pinggangnya.     

Setelah bergumul satu jam lebih, akhirnya mereka selesai dan menuntaskan acara mandis sesungguhnya dengan menggsosokkan sabun ke punggung satu sama lain. Hampir saja Darren melakukannya lagi namun tubuhnya didorong oleh Calista dan diberi tatapan tajam. Darren tersenyum melihatnya dan memilih pasrah kali ini.     

Jam 7 mereka keluar kamar untuk menikmati sarapan di restoran yang khusus untuk tamu VVIP. Calista sangat lapar setelah bekerja keras pagi-pagi sehingga dia memilih makanan berat. Nasi bakar, sop iga, tempe tahu bacem, pepes ikan, dan jus tomat dipilihnya untuk menu makanan pagi ini. Sementara Darren hanya memesan nasi goreng dan kopi hitam.     

"Kamu yakin bisa makan semuanya?" Darren mengerutkan keningnya tatkala semua makanan itu sedang disajikan dihadapan mereka.     

"Tentu saja. Aku sudah lapar berat sejak semalam." Jawab Calista sumringah. Darren menggelengkan kepalanya.     

Namun, baru saja Calista menyuap sendok pertama, tiba-tiba perutnya terasa mual. Dia pun berlari mencari toilet dengan bertanya pada salah seorang pelayan. Darren yang melihat istrinya berlarian, ikutan panik dan mengejarnya di belakang.     

Calista memuntahkan semua isi perutnya berkali-kali. Agak lama dia berada didalam toilet perempuan. Tubuhnya lemas tidak bertenaga, lebih lemas dari setelah berhubungan intim.     

"Calista, kamu tidak apa-apa? Apa perlu aku panggilkan dokter?" Darren berteriak dari luar pintu kloset. Seorang wanita keluar dari dalam dan berkata,     

"Sepertinya istri anda hamil. Masuk saja dan bantu dia didalam. Tidak ada siapa-siapa selain istri anda didalam." Ujar wanita tersebut.     

Mendengar ucapan datar dari wanita itu, Darren membeku sejenak. Dia segera masuk dan mencari bilik Calista berada. Matanya menyipit ketika melihat Calista terduduk lemah dan matanya berair. Darren membantunya berdiri dan mengambil tissue untuk mengelap bibirnya yang berliur.     

"Kita kembali ke kamar. Aku akan panggilkan dokter." Darren memapah tubuh istrinya yang lemah keluar dari bilik.     

"Aku tidak apa-apa. Aku lapar. Mungkin aku masuk angin karena telat makan." Jawab Calista sambil mencuci wajahnya di kran wastafel.     

"Untuk lebih jelasnya aku akan panggilkan dokter untuk memeriksamu. Kita akan pesan makanan untuk dibawa ke kamar." Perintah Darren tidak bisa Calista bantah.     

Baru berjalan selangkah, Calista ingin kembali mengeluarkan isi perutnya dan dia berlari ke dalam bilik dan membuka pintu kloset. Tidak ada lagi yang bisa dimuntahkan tapi perutnya seperti bergejolak ingin mengeluarkan apa saja yang ada didalamnya.     

Darren membantunya mengambilkan tissue lagi dan mengelapnya. Tanpa basa-basi lagi, Darren menggendong Calista keluar dari kamar mandi. Perempuan cantik itu tidak bisa membantah karena tubuhnya memang sudah tidak kuat lagi untuk berjalan. Semua mata memandang penuh arti ke sepasang suami istri yang selalu menampilkan adegan romantis di hotel tersebut setiap harinya, membuat mereka iri.     

Darren melihat seorang manajer hotel dan memintanya untuk memanggil seorang dokter ke kamarnya. Manajer itu dengan sigap berkata segera dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang.     

Sesampainya didalam kamar, Calista dibaringkan diatas ranjang. Matanya terpejam lemah sejak dari kamar mandi restoran sampai kamar mereka. Calista pasrah saja dengan apa yang akan dilakukan Darren. Darren menyelimuti tubuh istrinya dan rasa cemasnya terlihat jelas dari raut wajahnya.     

Tidak berapa lama, pintu kamar mereka diketuk dari luar. Darren membukanya dan seorang dokter dipersilahkan masuk cepat-cepat untuk memeriksa Calista. Darren lupa mengatakan pada pihak manajer hotel untuk memanggil dokter wanita, karena keadaan buru-buru tadi.     

Saat dokter pria tersebut memakai stetoskop dan akan menempelkannya dibalik kemeja Calista, Darren berkata, "Periksa dari luar saja. Tidak perlu sampai menyentuh kulitnya!" Dokter tersebut menatap Darren dan merinding seketika. Aura membunuh terpancar dari wajahnya.     

"Baiklah." Dokter pria itu pun pasrah saja. Dari 1000 pasiennya, baru kali ini dia dilarang untuk memeriksa tubuh pasien secara langsung. Sungguh suami posesif dan impulsif. Dokter itu menghela napas tidak mau berdebat.     

"Sepertinya istri anda mengalami dehidrasi. Untuk lebih tepatnya, harus dibawa ke rumah sakit agar diperiksa lebih lanjut." Jawab dokter itu sambil merapihkan alat-alatnya. Darren yang tidak puas dengan jawaban tersebut, segera menelpon pihak hotel untuk menyediakan supir baginya karena akan membawa sang istri kerumah sakit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.