Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 56: Aku Tahu Batasanku



BAB 56: Aku Tahu Batasanku

0"Darren, kamu … sungguh nekat." Calista menggigit bahu Darren seperti ucapannya sebelumnya.     
0

"Aku suka yang menantang." Jawab Darren sambil terus mencium seluruh wajah Calista.     

"Pelan-pelan, aku sedang hamil, Darren." Calista mengingatkan Darren untuk tidak bergerak terlalu ekstrim.     

"Tenanglah, aku tahu batasanku." Darren mendongakkan kepalanya dan menggelengkan kepala merasakan kenikmatan yang tiada tara setiap mencumbui Calista. Namun, seberapa kuatnya dia bergerak, dia tetap waspada untuk tidak menekan perut dan pergelangan tangan kiri Calista.     

"Darren, aku … tidak kuat lagi … " Calista memekik tertahan dengan menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya.     

"Tunggu aku sayang, akkuuu … mau … keluaarrr." Darren mendekap erat tubuh Calista dan mencium ubun-ubun kepala sang istri yang sudah mandi keringat meskipun suhu didalam kamar sangat dingin.     

Darren menjatuhkan tubuhnya ke samping kanan setelah berhasil melemaskan kejantanannya. Napas keduanya tersengal-sengal, terlebih lagi karena harus menahan mulut agar tidak bersuara yang bisa membuat orang diluar mendengar.     

"Darren … kamu … keterlaluan! Aku begini …. masih harus melayanimu." Napas Calista yang naik turun, masih mencoba untuk bisa berbicara dengan pria yang menggenggam tangannya dibawah.     

"Kalau kamu tidak mau aku masuki, jangan pernah berkata aneh-aneh." Jawab Darren singkat. Dia pun segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.     

Calista bingung, apakah ada kata-kataku yang membuatnya marah? Kalimat yang mana?" Calista diterpa kebingungan seorang diri. Namun, dia malas untuk berpikir apa itu. Calista langsung tertidur pulas karena matanya memang sudah mengantuk sejak tadi.     

Darren mandi dibawah guyuran air shower dengan pikiran kemana-mana. Perjanjian nikah kontraknya, kehamilan Calista, dan semuanya. Sepertinya Tuhan menghendaki pernikahan ini tidak berlangsung lama. Sehingga, Calista dipercepat untuk hamil.     

Darren mengusap rambutnya dengan jari jemarinya. Wajahnya mendongak keatas merasakan segarnya air hangat yang membasahi tubuhnya. Pikirannya dipenuhi dengan semua ucapan Calista yang mengungkit tentang perjanjian pernikahan kontrak itu. Tangannya terkepal dan meninju dinding yang ada dihadapannya.     

Setelah selesai mandi, Darren mendapati Calista yang sudah tertidur. Darren menghampirinya dan menyibak rambut yang jatuh di pipinya ke belakang telinga.     

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan padamu. Kebersamaan kita belum ada dua bulan. Namun, aku merasakan kalau aku menginginkan dirimu selamanya. Dengan segala kebodohan dan kepolosanmu, juga kemarahan dan kekesalanmu. Aku menginginkan semuanya. Apakah aku harus merobek kertas itu dan membuatmu tinggal disisiku selamanya?" Darren mengucapkan semuanya dalam hati. Bibirnya mengatup rapat namun hatinya berkata banyak.     

Darren mengambil baskom yang ada di kamar mandi dan mengisinya dengan air hangat. Dia lalu mengambil handuk kecil sebagai lapnya. Darren mendekati tubuh Calista perlahan dan dengan sangat hati-hati dan pelan, dia mengelap tubuh sang istri terutama bagian bawahnya dengan air hangat. Pria itu tidak ingin Calista tidur dengan tidak nyaman setelah melayaninya. Darren membersihkan area kewanitaan Calista dengan hati-hati agar tidak membangunkan Calista yang sedang tidur pulas.     

Calista hanya menggeliat ke kanan dan ke kiri menikmati suasana hangat di bawah sana. Kadang dia tersenyum dalam tidurnya. Entah apa yang dimimpikannya. Darren tersenyum simpul melihat kelakukan absurd Calista yang benar-benar minus mawas diri. Dimanapun kapanpun dia bisa tidur, tanpa harus berada diatas kasur yang empuk.     

Setelah selesai mengelap aera bawah Calista, Darren membawa kembali baskom berisi air yang sudah tidak hangat ke dalam kamar mandi. Darren pun melanjutkan kerjanya dengan membuka laptop. Dia harus tetap berhubungan dengan Andrew untuk mengawasi kantor dari mana saja. Beruntung ada sosok Andrew yang cekatan dan bisa dipercaya.     

Darren duduk disebelah Calista yang tertidur pulas. Dia tidak ingin tidur di ranjang sebelah karena dia tidak akan tahu kapan Calista akan membutuhkan bantuannya jika tidur terpisah.     

Darren sibuk bekerja didepan laptopnya hingga waktu menunjukkan pukul 10 malam. Dia pun menutup laptopnya dan menyimpannya kembali ke dalam tas. Darren berdiri sejenak di jendela yan tertutup memandang kawasan Seminyak di malam hari. Rencana liburan seminggu dan menjelajahi banyak tempat, sepertinya tidak bisa diteruskan. Dan, entah kapan bisa dilanjutkan.     

Darren mengeraskan rahang dan memandang wajah Calista yang damai tidur pulas. Perutnya masih rata, tapi 4 bulan lagi akan membuncit. 9 bulan lagi akan melahirkan. Darren berharap anak yang dilahirkan satu saja bertahap selama 3 tahun berturut-turut. Bukan seperti perkiraan Calista yang kembar tiga sekaligus sehingga lebih cepat meninggalkan dirinya.     

Darren mendekati ranjang dimana Calista tidur dan masuk kedalammya bergabung dibawah selimut yang sama. Darren memberikan tangan panjangnya untuk dijadikan bantalan leher Calista. Calista meringkuk ke sebelah kanan dan Darren dengan sigap memegang kabel infus yang ada dipergelangan tangan kiri Calista agar tidak terbelit.     

Calista memeluk tubuh harum citrus Darren dan menyembunyikan kepalanya di dada besar sang suami. Darren tersenyum melihatnya. Sungguh dia senang menjadi tempat ternyaman saat Calista tidur.     

Malam yang masih terbilang sore jika di Jakarta itu, tidak berlaku untuk Darren dan Calista yang sudah menuju pulau impiannya masing-masing sambil berpelukan dan menyatukan hidung mereka saat tidur.     

Sementara itu di tempat lain, seorang pria terlihat mondar-mandir di jendela kamarnya. Dia tidak mendapati penghuni kamar hotel di seberang keluar dari kamarnya. Sudah sampai malam begini, seharusnya Calista baik-baik saja kan? Pikir Lewis, seorang pria playboy namun berhati dingin.     

Lewis nekat ingin bertanya kepada resepsionis hotel tersebut. Dia pun mengambil jaketnya dan berjalan keluar kamar menuju hotel seberang tempatnya menginap.     

"Maaf, saya mau bertanya. Penghuni kamar hotel paling atas dan paling mahal itu, apakah sudah check out?" Tanya Lewis dengan tatapan mata tajamnya, membuat dua resepsionis itu sempat terhipnotis oleh ketampanannya.     

"Oh, belum tuan. Maaf, tuan ini siapa ya? Apakah keluarga dari tamu hotel kami tersebut?" Tanya seorang perempuan yang dicolek temannya yang ada disebelah.     

"Oh, saya temannya. Nama penghuninya Darren kan?" Ujar Lewis.     

"Iya, betul. Istri tuan Darren masuk rumah sakit tadi pagi. Jadi hari ini tidak kembali ke hotel." Jawab perempuan muda yang sudah terhipnotis oleh ketampaanan Lewis sehingga mudah sekali mengatakan macam-macam.     

"Oh begitu. Apa saya bisa tahu di rumah sakit mana? Saya tidak bisa menghubunginya." Jawab Lewis lagi.     

"Rumah sakit terdekat dari sini hanya 10 menit saja. Maaf kami tidak bisa mengobrol kembali." Perempuan muda itu tersadar dan menarik dirinya dari hadapan Lewis.     

"Calista masuk rumah sakit? Sakit apa dia? Kemarin tampak baik-baik saja." Lewis meninggalkan hotel tersebut dan memacu mobilnya menuju rumah sakit terdekat yang ditunjuk. Sesampainya di depan rumah sakit, Lewis menghentikan mobilnya sejenak. Dia akan masuk besok pagi untuk melihat keadaan. Sekarang sudah malam, pasti Darren juga tidak mengangkat telpon. Lewis kembali melanjutkan laju mobilnya menuju klab malam yang dikelolanya. Dunia malam yang membuat dirinya dikelilingi banyak wanita cantik namun tidak ada satupun yang menggerakkan hatinya untuk mengakhiri masa lajang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.