Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 65: KESALAHPAHAMAN



BAB 65: KESALAHPAHAMAN

0 "Agnes, apa kabar?" Suara berat dan serak ciri khas Donni, membuat perempuan yang sedang asyik menyiram tanaman itu, reflek menjatuhkan alat penyiram tanaman ke bawah kakinya. Tubuhnya terdiam membatu. Suara itu … tidak akan pernah dilupakannya seumur hidupnya.     
0

"Dua puluh tiga tahun sudah aku mencarimu kesana kemari. Ternyata kamu disini adanya. Huh, bahkan kamu tidak ingin menyambutku?" Donni menahan sesak didadanya. Untuk bernapas saja dirinya seperti kesulitan. Entah sejak kapan wanita yang dinikahinya secara terpaksa itu telah merebut relung hatinya paling dalam. Namun sifat Donni sendiri yang cenderung kasar dan cemburuanlah yang menghancurkan dirinya sendiri juga orang-orang disekitarnya.     

Wanita dihadapannya konsisten tidak bergerak apalagi menoleh. Namun, tampak tubuhnya sedikit bergetar seperti menahan tangis. Donni yang tidak sabar segera berjalan cepat menuju wanita tersebut dan menarik satu tangannya agar menghadap dirinya.     

Dua pasang mata hitam pekat dengan duka yang sangat mendalam dibalik mata masing-masing, kini bertemu kembali namun dalam usia yang tidak lagi muda.     

"Agnes, kamu masih tetap cantik seperti dulu." Donni mengulurkan jarinya ingin mengusap pipi mulus dihadapannya namun gerakannya tertahan di udara. Wanita yang masih menjadi istrinya itu karena belum pernah dicerainya sejak meninggalkan dirinya, menatap galak pria di hadapannya. Wajah dan tubuhnya tidak berubah dari dulu. Sepertinya dia menjaga hidupnya dengan baik. Dalam hatinya, wanita bernama Agnes itu sedang berpikir untuk segera masuk kedalam rumah dan mengunci pintu secepat mungkin.     

Agnes menjauhkan wajahnya dari tangan Donni, pria yang sangat dibencinya dari dulu hingga kini. Saat Donni sedang menghadapkan wajahnya ke bawah, Agnes dengan secepat kilat berlari ke dalam rumah untuk masuk dan menutup pintu. sayangnya, langkah kaki Donni lebih panjang dan lebar sehingga menarik tangan Agnes bukanlah masalah besar.     

"Lepaskan aku! Jauhkan tangan kotormu dariku!" Wanita yang masih tampak sangat cantik di usia empat puluh tahun itu, meronta-ronta minta dilepaskan. Sayangnya dia memilih rumah di pinggir jalan sebuah cluster yang jauh dari keramaian orang-orang. Sehingga tidak ada satupun tetangga yang lewat didepannya untuk menolong.     

"Diamlah atau aku harus berbuat nekat disini." Donni mencengkeram kedua bahu Agnes untuk membuatnya diam. Namun, sedetik dia lengah, telapak tangan kanan Agnes menampar dengan keras pipi kiri Donni. Agnes meradang karena melihat Donni lagi di hidupnya. Dia pun kembali berlari ke dalam rumah. Donni yang sempat mengeraskan rahangnya segera mengejar kembali Agnes dan mereka pun masuk kedalam rumah bersama dengan pintu dikunci dari dalam oleh Donni dan kunci tersebut dilemparkan ke sembarang arah didalam rumah.     

"Kamu mau apa? Lepaskan aku, pembunuh!" Agnes berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan kekar Donni.     

"Diamlah! Kita harus bicara! Kamu salah mengira kalau aku yang membunuh orangtuamu. Dia yang mengirim surat itu adalah pria yang menyukaimu saat sekolah dan ingin mengadu domba kita. Aku mencarimu bertahun-tahun untuk mengatakan ini. Tapi, kamu seperti hilang ditelan bumi." Donni melepaskan cengkeraman tangannya setelah merasakan Agnes tidak akan bisa kemana-mana.     

"Oya, kamu ada buktinya? Dia yang kamu bilang menyukaiku itu, aku tidak tahu siapa. Karena aku tidak pernah punya pacar dan teman lelaki sebelumnya. Walaupun begitu, semua sudah telat. Aku sudah malas dan muak menjadi peliharaanmu. Yang bisa kamu datangi sesuka hatimu dan kamu buang bila kamu bosan. Aku sudah tidak peduli, jadi sekarang keluarlah!" Agnes memalingkan wajahnya memunggungi Donni sambil melipat kedua tangannya.     

Donni menyentuh kedua lengan wanita didepannya dan meremasnya. Agnes bergidik merinding ketika tubuhnya didekap sempurna pria dibelakangnya. Selama dua puluh tiga tahun ini, belum pernah ada pria yang menyentuh dirinya. Meski banyak yang mendekatinya namun Agnes tidak memberi mereka kesempatan untuk berharap.     

"I miss you. Aku merindukan wangi aroma tubuhmu, halus kulitmu, dan desahanmu saat berada dibawahku. Aku merindukan lembutnya bibirmu saat bibirku menempel sempurna dan juga menyesap leher jenjangmu." Tak disadari oleh Agnes, semua kalimat rayuan yang meluncur di bibir Donni, seiring dengan terlucutinya satu persatu pakaian milik wanita tersebut.     

-----     

"Nyonya, saatnya untuk kembali ke hotel." Hera membangunkan Calista dengan hati-hati sekali. Rumah sakit sudah memperbolehkan Calista keluar dari rumah sakit. Namun, nyonya majikannya masih terlelap tidur. Hera menggeleng-gelengkan kepala saat melihat di leher nyonya nya banyak jejak kepemilikan yang ditinggalkan tuannya, yang sekarang sedang sibuk bekerja didepan laptop.     

"Bu Hera? Ada apa?"     

"Kita sudah boleh pulang sekarang, nyonya." Jawab Hera dengan lembut.     

"Oh benarkah? Sudah berapa lama aku tertidur?" Calista menegakkan tubuhnya untuk duduk. Seluruh badannya pegal-pegal karena ulah Darren yang meminta sarapan tidak kenal waktu dan tempat. Calista melirik Darren yang sedang sibuk bekerja.     

"Nyonya sudah tidur hampir 2 jam. Saat kita kembali ke hotel, saya akan menjadi perawat nyonya 24 jam." Jawab Hera sambil tersenyum hangat.     

"Tidak perlu 24 jam. Cukup kalau aku panggil aja, baru temani Calista." Jawab Darren sambil menutup laptopnya dan memasukkannya ke dalam tas.     

"Aku tunggu di bawah." Pria itu pun keluar dari kamar tanpa menunggu jawaban dari Calista.     

"Hiiihh, aku ingin mencekiknya dan membuatnya tidak bernapas lalu memohon padaku untuk nyawanya." Calista kesal sekali dengan sikap angkuh dan acuhnya Darren. Selama di rumah sakit, Calista bukannya beristirahat malah tetap harus melayani nafsunya pagi dan malam. Alasan Darren, sebelum anaknya lahir dan dia pasti kalah bersaing dengan anak-anaknya, sungguh konyol menurut Calista.     

Hera tersenyum simpul melihat Calista yang geram sambil mengepalkan tangan seperti hendak meninju tuan mudanya.     

"Anda bisa berjalan, nyonya?" Hera membantu Calista turun dari tempat tidur dan berjalan pelan-pelan.     

"Aku bisa bu. Jangan khawatir." Calista berjalan seperti biasa dan mereka pun meninggalkan kamar elit VVIP tersebut setelah 2 malam menginap disini.     

Sesampainya di lobi untuk masuk kedalam mobilnya, Calista langsung membuka pintu penumpang belakang dan masuk ke dalamnya.     

"Nyonya …"     

Namun, betapa terkejutnya Calista karena yang duduk dibelakang bukanlah Darren, melainkan pria yang sama iblisnya dengan Darren, yaitu Lewis.     

"Kamu!"     

"Kamu!"     

"Kamu tidak salah masuk mobil kan?" Lewis mengernyit sinis melihat Calista yang tiba-tiba masuk kedalam mobilnya.     

"Eh, memangnya ini mobil siapa?" Calista balik bertanya.     

Tepat setelah Calista selesai berbicara, pintu sebelah kiri Calista terbuka     

"Kamu salah masuk, Calista." Darren menarik tangan kiri Calista untuk keluar. Dia tidak menundukkan wajahnya sehingga tidak tahu siapa yang ada di sebelah Calista.     

"Ahhh, tunggu … tunggu …" Calista keluar dari mobil dan Darren menutup pintu mobil tiu segera. Darren mendekap bahu Calista dan menggiringnya masuk kedalam mobil yang benar.     

"Sungguh aku tidak bisa membiarkanmu di luar meski sedetikpun. Tidak bisakah kamu waspada dan tidak sembrono, sekaliiii saja." Darren menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan istrinya yang luar biasa mengkhawatirkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.