Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 66: Satu Rahasia



BAB 66: Satu Rahasia

0"Sungguh aku tidak bisa membiarkanmu di luar meski sedetikpun. Tidak bisakah kamu waspada dan tidak sembrono, sekaliiii saja." Darren menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan istrinya yang luar biasa mengkhawatirkan.     
0

"Kamu tahu siapa didalam mobil tadi?" Calista duduk di kursi penumpang belakang bersama Darren.     

"Aku tidak mau tahu." Jawab Darren masih kesal dengan kecerobohan Calista baru saja.     

"Lewis. Dia ada di Bali untuk tugaskah?" Calista memiringkan bahunya menghadap Darren sekedar penasaran.     

Darren mengernyitkan alisnya. Lewis? Dia memang bilang akan tugas ke luar kota. Tapi, di Bali atau tidaknya aku lupa. Batin Darren.     

"Kamu yakin itu Lewis?" Darren mulai menyimak apa yang diucapkan Calista.     

Calista mengangguk mantab.     

"Huhh, entahlah. Dan, biarkan saja dia mau kemana bukan urusanku. Sekarang kita kembali ke hotel dan siap-siap." Jawab Darren sambil menatap mata Calista yang berbinar-binar.     

"Kita mau kembali ke Jakarta?" Calista berharap untuk segera pulang agar bisa segera ke Jogja juga.     

"Kita akan menikmati waktu di Bali beberapa hari lagi. Aku sudah lama tidak berlibur. Kenapa harus buru-buru kembali pulang?" Jawab Darren sambil menyeringai sinis.     

Calista cemberut mengerutkan bibir.     

Setelah beberapa menit, mereka tiba kembali di hotel. Hera yang menaiki mobil berbeda langsung turun membantu Calista berjalan namun Darren mencegahnya.     

"Biarkan nyonya kalian jalan ke kamar bersamaku. Kamu tolong bawakan saja barang-barang ke kamar dan segera kembali ke kamarmu untuk beristirahat." Titah Darren.     

"Siap tuan." Jawab Hera dan langsung beranjak ke bagasi mobil mengambil beberapa tas perlengkapan menginap di rumah sakit dua malam kemarin.     

Darren mendekap lengan Calista dengan erat. Calista yang tidak terbiasa mendapatkan perlakuan romantis dari Darren, menjadi berpikir macam-macam.     

"Jangan berpikir tidak-tidak. Kamu sedang hamil. Memangnya sarapan tadi pagi kurang?" Darren berkata tanpa menatap Calista, namun mengecup ubun-ubunnya dan berbisik pelan di atas telinganya.     

Sekujur wajah Calista memerah hingga ke telinga. Omong kosong apa ini Darren? Dasar pria tidak tahu malu, pikir Calista.     

Calista meluruskan kakinya di atas sofa bed, sesampainya di dalam kamar hotel. Aroma semerbak khas kamar mewah ini menyeruak kedalam indera penciuman. Nyaman terasa meninggalkan rumah sakit. Namun, Calista lebih nyaman bila kembali pulang.     

"Hari ini kamu istirahat saja di kamar. Aku akan minta Hera untuk menemanimu. Aku ada urusan sebentar keluar." Darren mengganti pakaiannya dengan kemeja polo dan celana panjang bahan berwarna coklat muda. Andaikan Darren suami sesungguhnya, Calista pasti akan merasa cemburu melihat suaminya berkeliaran kesana kemari sendirian, dengan wajah dan postur yang sangat mengundang decak kagum kaum hawa.     

Namun Calista sadar, posisinya hanyalah sebagai calon ibu dari anak-anaknya. Bukan istri sesungguhnya yang berhak untuk cemburu atau melarang suami untuk tidak berbuat macam-macam.     

"Baiklah. Enjoy your time!" Jawab Calista sambil mengangguk dan tersenyum tipis.     

Darren menatap Calista yang sedang asyik mengamati pemandangan di luar hotel dari balik jendela. Perempuan yang dinikahinya telah hamil dan sebentar lagi akan melahirkan anaknya. Ada rasa kosong didalam hatinya bila mengingat tentang anak. Darren menghela napas dan menghampiri Calista sebelum keluar kamar.     

"Berikan aku sedikit penyemangat." Darren menarik dagu Calista dan menyesap bibir perempuan yang kaget diberi serangan tiba-tiba itu. Awalnya hanya sedikit namun tidak ada yang sebentar bagi Darren kalau sudah memulai.     

"Sudah lepaskan aku! Sebentar lagi aku akan berakhir tanpa pakaian kalau diteruskan." Calista terengah-engah menerima ciuman liar dari Darren yang sudah merayap ke leher dan dadanya.     

"Huft, baiklah. Aku pergi dulu. Jangan kemana-mana sebelum aku pulang. Okay?" Darren menunggu ucapan iya aau sekedar anggukan dari istri yang terkadang sangat keras kepala.     

"Iya." Calista pun mengangguk.     

"Baiklah, aku pergi dulu. Hera sebentar lagi datang." Darren berdiri dan keluar kamar setelah mengecup ubun-ubun Calista.     

"Dia suka sekali mencium ubun-ubunku." Calista mengusap kepalanya sambil tersenyum.     

-----     

"Kamu dimana?"     

"Aku di lobi."     

"Aku segera kesana. Tunggu aku."     

Pria bermata hitam pekat itu memesan secangkir kopi espresso untuk menemani dirinya sebelum bertemu pria bermata hijau.     

"Kamu disini." Darren duduk dihadapan Lewis lalu menyandarkan punggungnya di kursi sofa lembut.     

"Sudah pesan?" Lewis mengangkat cangkir kopinya     

"Sudah. So, kapan kamu sampai disini?" Darren menelpon Lewis untuk janjian bertemu begitu mengetahui Lewis ada di Bali.     

"Baru kemarin. Aku tidak tahu kamu kesini." Lewis menyesap kopi favoritnya dan meletakkannya kembali diatas tatakan cangkir kopi bahan kaca tersebut.     

"Aku menyusul mami kesini namun mami sudah kembali ke Jakarta lebih dahulu." Jawab Darren sambil memandang taman di luar jendela. Calista suka sekali melihat kea rah luar dari jendela ini. Ternyata menyenangkan juga ada di sisi ini. Darren tersenyum mengingat Calista. Lewis mengerutkan keningnya melihat Darren yang tersenyum sendirian. Dia tahu rahasia Darren namun dia tidak ingin membongkarnya sebelum dia sendiri yang memberitahunya.     

"Lalu, dengan siapa kamu tinggal disini?" Tanya Lewis, menguji kejujuran pria didepannya, rekan bisnis sekaligus sepupu juga teman nongkrongnya.     

"Bersama seorang perempuan." Jawab Darren mengedip jahil. Lewis terkekeh mendengarnya.     

"Perempuan? Hahaha, masih dengan Britney atau sudah move on?" Tanya Lewis lagi memburu jawaban si pria yang tampak malas mencukur bulu-bulu halus di rahangnya.     

"Huft, kamu seperti mamaku saja, cerewet! Sekarang aku yang gantian nanya. Kamu tinggal di hotel mana?" Darren menyesap kopi pesanannya yang baru datang, Americano.     

"Sebelah hotelmu. Dan, aku tidak menyangka kalau kamu tinggal di hotel ini." Jawab Lewis sambil terkekeh.     

"Benarkah? Kenapa aku tidak tahu kamu di hotel sebelah?"     

"Cih! Kenapa juga kamu harus tahu? Lagipula, pria yang sedang sibuk dengan perempuan, mana peduli dengan teman?" Lewis mengangkat bahunya sambil menyeringai sinis.     

"Terserah kamulah. Sekarang, apa kegiatanmu disini?" Darren berkata sambil memangku satu sisi kepalanya dengan kepalan tangan kanannya.     

"Dua hari yang lalu aku telah menyetujui kerja sama dengan satu perusahaan yang ada di pulau ini. Selebihnya, aku sedang mengontrol perusahaanku lainnya agar sumber pendapatanku tetap mengalir ke rekening." Jawab Lewis datar namun jujur adanya.     

"Cih! Bahkan sebuah pulau pun bisa kamu beli kalau kamu mau. Masalahnya, kamu mau beli buat siapa? Hahaha …" Darren suka sekali mengejek kejombloan Lewis. Darren tidak pernah melihat seorang wanita disamping Lewis. Tapi, dia tahu kalau Lewis juga bukan seorang biksu yang mengagungkan keperjakaan. Dia dan Jack pernah memergoki Lewis masuk kedalam kamar hotel bersama seorang wanita setelah malam peresmian klab malam milik Jack. Namun, mereka berdua berpura-pura tidak mengetahuinya didepan Lewis.     

"Sepertinya, kita sama-sama punya satu rahasia yang enggan untuk diungkapkan. Namun, hingga waktunya tiba, aku yakin rahasia itu akan terbuka dengan sendirinya." Sahut Lewis sambil menyesap habis espresso yang ada dicangkirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.