Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 74: Udang Saos Padang



BAB 74: Udang Saos Padang

0Calista menutup pintu dengan pelan-pelan ketika terdengar bunyi,     
0

"BRAKKK!"     

"Calista!" Darren terbangun dan sontak terperanjat mendengar bunyi pintu ditutup kencang.     

Calista menghela napas pasrah jika harus dimarahi Darren lagi. Pintu mobil tidak bisa diajak kompromi menutup dengan pelan.     

"Calista, kamu mau kemana lagi, hah?" Darren mengeraskan rahangnya menahan emosi. Peristiwa tadi saja saat dia ditampar, dia belum lupa, kini Calista menguji kesabarannya lagi dengan keluar dari mobil diam-diam.     

"Aku ingin ke pantai. Aku ingin menginjakkan kakiku diatas pasir dan air berombak." Jawab Calista pelan dengan wajah tertunduk.     

"Kenapa tidak bilang padaku? Apa aku pernah melarangmu kesana kemari? Asalkan ada temannya aku tidak masalah." Jawab Darren sambil mengunci mobil dari luar.     

Darren menghampiri Calista dan memepetnya di luar pintu mobil. Kedua tangannya mengurung tubuh Calista di tengah-tengah. Postur tubuh Darren yang tinggi proporsional, siapapun yang melihat mereka dari belakang, tidak akan menyangka kalau ada seorang perempuan ditengah-tengah tubuh Darren.     

"Kamu terlalu dekat. Banyak orang disini, jangan macam-macam." Jawab Calista sambil mendorong dada Darren untuk menjauh.     

"Kenapa? Aku mendekati istriku sendiri. Apa hak mereka melarangku?" Jawab Darren sambil menempelkan hidungnya ke hidung Calista. Senyum memikatnya benar-benar bisa meluluhkan hati perempuan manapun.     

Calista menelan saliva susah payah. Pria ini semakin dilarang semakin berani, pikir Calista.     

"Terserah kamu saja. Aku tidak pernah bisa berdebat denganmu. Sekarang, tolong menjauhlah dari wajahku." Calista berharap Darren untuk punya secuil saja rasa malu. Karena apapun yang dilakukannya, tidak peduli siapapun dimanapun, dia akan melakukannya selama dia mau.     

"Huh, aku temani keliling pantai ini. Ayo, genggam tanganku." Darren menawarkan tangannya dan memaksa Calista untuk menyambutnya setelah dilihatnya Calista ragu-ragu.     

"Ibu hamil dilarang jalan sendirian." Sahut Darren.     

"Aku tidak sendirian, disini banyak orang." Jawab Calista polos.     

"Ssst." Darren memelototi Calista yang tidak mengerti maksud perkataannya. Calista memalingkan wajahnya masih kesal dengan ucapan Darren beberapa saat lalu di Bedugul.     

Darren dan Calista berjalan menyusuri pantai Berawa dengan berangkulan. Pakaian Calista bisa dibilang paling sopan diantara pakaian perempuan manapun yang ada di pantai tersebut. Namun, semua mata pria menatapnya seolah-olah ingin menelanjanginya.     

Calista tidak menyadari itu karena matanya sibuk melihat deburan ombak di pantai dan beberapa orang yang sedang surfing di ombak yang lumayan ganas.     

Darren menyadari istrinya menjadi pusat perhatian semua pria disana. Pria bermata hijau itu melihat pakaian istrinya yang tertutup dan tidak transparan juga tidak ketat. Entah apa yang membuat beberapa pria disini lapar mata.     

Darren semakin mengeratkan dekapannya dan itu membuat Calista sedikit susah bernapas.     

"Darren, longgarkan sedikit. Aku tidak bisa bernapas." Calista mengerutkan bibirnya.     

Darren memposisikan tubuh Calista berdiri didepannya. Darren berdiri tepat dibelakangnya dengan memeluknya dari belakang. Kedua tangannya melingkari pinggang hingga ke perut Calista.     

Calista merasakan tingkah Darren semakin aneh. Akhir-akhir ini dia sering sekali menunjukkan sisi romantisnya secara berlebihan. Namun, Calista tidak bisa menolaknya karena hukuman dari Darren kalau melawannya adalah akan membuatnya begadang semalaman.     

"Ombaknya sangat indah bukan?" Tanya Darren.     

"Iya, aku suka suasana alam begini. Mood ku kembali segar dan hati lebih tenang. Makanya, kalau di rumahmu aku lebih suka berada di tengah-tengah taman, dibanding di tengah-tengah ruang baca." Jawab Calista sambil tersenyum senang. Tidak disadarinya kalau kepalanya bersandar di dada bidang Darren.     

"Kalau aku lebih suka di tengah-tengah ruang baca. Banyak kegiatan yang bisa kita lakukan disana tanpa ketahuan orang-orang." Jawaban dari Darren yang setengah berbisik diatas telinganya, mengundang arti ambigu di telinga Calista.     

"Ya, membaca disana tidak akan ada yang berani masuk ke dalam ruangan." Calista berusaha mengalihkan arah pembicaraan Darren yang dia sudah tahu menjurus kemana.     

"Apa kamu mau membaca sesuatu disana? Aku punya bahan bacaan baru yang pasti kamu suka." Darren berkata dengan berbisik di telinga Calista dan menggigitnya penuh hasrat.     

"Darren, hentikan! Astaga ini tempat umum." Calista menarik tubuhnya ke depan namun Darren menariknya kembali untuk bersandar di dadanya.     

"Kenapa memangnya? Lihatlah semua orang disini. Mereka bertelanjang dan saling menjamah tapi biasa saja. Kita tidak tahu apakah mereka sudah menikah atau belum. Sedangkan kita sudah sah menjadi suami istri, kenapa harus malu?" Jawab Darren panjang lebar.     

"Darren, perbedaan antara tidak tahu malu dan tidak tahu diri itu setipis kulit bawang merah. Jadi, apakah dirimu termasuk yang mana, kamu sendiri yang tahu." Jawab Calista sambil mengerutkan bibirnya.     

"Hahaha, kamu sudah lapar belum? Kita cari makan di restoran sana." Darren menunjuk sebuah restoran dekat pantai yang tampak bersih dan beragam menu.     

"Boleh. Berbicara denganmu membuatku lapar." Jawab Calista sambil melepaskan pelukan Darren di perutnya.     

"Tapi, kalau aku lapar lagi nanti malam, kamu harus siap jadi makananku." Kedipan jahil Darren membuat Calista bergeleng-geleng tidak percaya. Kadar kemesuman Darren sudah demikian akutnya.     

Restoran yang mereka datangi ternyata menyajikan aneka makanan laut. Darren mengernyitkan dahinya. Lalu mengajak Calista keluar dari restoran.     

"Ada apa? Aku lapar. Lihat disana ada meja kosong." Calista menarik tangan Darren yang hendak meninggalkan restoran.     

"Selamat siang tuan dan nyonya, silahkan masuk. Kami punya banyak menu seafood dengan bahan-bahan yang masih segar baru diambil dari nelayan." Seorang pelayan pria menghampiri Darren dan Calista yang masih berdiri diluar pintu.     

"Maaf, istri saya sedang hamil jadi saya khawatir makanan laut bisa membuatnya alergi." Jawab Darren dengan lugas dan jelas. Calista mencubit pinggang Darren sambil tetap tersenyum kepada pelayan pria tersebut.     

"Seafood di tempat kami sangat segar dan bebas merkuri, tuan. Kami akan memasak dengan matang sehingga tuan dan nyonya tidak perlu khawatir makan seafood di kami akan menyebabkan alergi." Pelayan pria itu tampak gigih merayu Calista dan Darren untuk duduk didalam restoran mereka dan memesan menu andalan mereka.     

Calista menarik tangan Darren dan pria itu pun pasrah saja saat tangannya ditarik sang istri yang sudah kelaparan.     

"Kami pesan steak salmon, cumi goreng mentega, udang saos padang, nasinya dua, dan jus alpukat dua. Sudah itu saja. Nanti gampang mau nambah lagi." Calista menyerahkan buku menu ke pelayan tadi. Darren menganga tidak percaya dengan pesanan Calista.     

"Kamu yakin bisa menghabiskan semuanya?" Darren menatap tajam Calista.     

"Kan ada kamu." Calista menaik turunkan alisnya sambil tersenyum layaknya anak kecil yang minta dibelikan mainan.     

Darren menggelengkan kepalanya tidak percaya.     

Setengah jam kemudian pesanan mereka pun tiba. Air liur Calista seperti air terjun yang akan tumpah deras mengaliri pakaiannya.     

"Silahkan di santap tuan dan nyonya." Pelayan itupun meninggalkan sepasang suami istri yang sedang menikmati indahnya bulan madu di negeri dewata.     

Baru beberapa suapan makan, tiba-tiba Calista merasakan kulitnya gatal-gatal. Tanganya tidak berhenti menggaruk tangan, kaki, dan lehernya.     

Darren yang melihat mulai merasa was-was.     

"Kamu kenapa?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.