Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 77: Toko Souvenir



BAB 77: Toko Souvenir

0Darren mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaan kantor, sambil menunggu Calista bangun tidur. Pria bermata hijau itu membuka halaman portal online bisnis. Dahinya mengerut manakala membaca berita perceraian seorang pengusaha pertambangan dengan perempuan yang pernah menempati hatinya selama beberapa tahun itu, sebelum akhirnya dia dikhianati dan ditinggalkan.     
0

Sebuah panggilan telpon masuk bordering. Darren menerimanya di balkon agar tidak membangunkan Calista.     

"Katakan."     

"Tuan, anak perusahaan kita yang di Kalimantan sedang membutuhkan suntikan investor baru agar semakin berkembang dan bisa kokoh menghadapi saingan bisnis dari perusahaan baru. Saya sudah survey dan kita bisa melakukan kerjasama dengan salah satu perusahaan terbesar di negeri ini." Andrew memberikan laporan terperinci dan Darren menyimak sambil melipat satu tangannya di depan dada.     

"Hmm, aku harus mempelajari dulu track record mereka. Kirimkan email padaku tentang data perusahaan mereka." Darren berkata.     

"Siap tuan." Panggilan telpon pun terputus, seiring panggilan dari dalam kamar tidur.     

"Darren …"     

"Kamu sudah bangun?" Darren menghampiri Calista dan mengambilan minuman air putih untuknya.     

"Dokternya mana? Apa dia tidak jadi datang?" Calista mencari jawaban di mata Darren dan perempuan itu pun mengamati dirinya yang sudah berpakaian lengkap dengan dalamannya.     

"Kamu … yang memakaikan aku baju?" Seluruh wajah Calista merona merah melihat Darren mengangguk mantap.     

"Dokternya sudah datang dari tadi dan memberikan salep oles. Aku sudah mengoleskannya padamu saat kamu tidur." Sahut Darren lagi.     

"Dokternya sudah datang?" Calista melotot dan bangun dari tempat tidurnya buru-buru menuju cermin besar yang berdiri di samping lemari.     

"Aaahhhhh Darren." Calista menutup wajahnya dan langsung jongkok seketika.     

"Ada apa? Apa ada yang terasa sakit?" Darren tidak mengerti dan memegang bahu Calista dari belakang.     

"Kamu … Kamu … kamu lihat tidak sekujur tubuhku banyak bekas kiss mark mu. Dokter itu pasti melihatnya. Aku maluuu, huhuhu …" Calista menutup wajahnya kembali dengan kedua tangannya.     

"Ohh, aku tidak berpikir sejauh itu. Lagipula, kita suami istri. Kenapa harus malu?" Jawab Darren cuek sambil berjalan menuju kasur dan duduk di tepinya.     

"Oh Darren, aku rasa urat malumu sudah putus." Calista menggeleng-gelengkan kepala dan pergi menuju kamar mandi.     

"Kamu mau kemana?" Darren bertanya.     

"Kamar mandi. Mau ikut?" Calista menyeringai sinis.     

"Boleh juga." Darren segera berdiri dan berjalan cepat mengejar Calista.     

"Aaaa jangan." Calista berlari lebih cepat dan menutup pintu kamar mandi dari dalam.     

"Mau main-main samaku? Aku bisa lebih main-main." Jawab Darren sambil terkekeh menuju balkon.     

"Aku mau pergi beli souvenir. Kamu mau ikut?" Darren yang melihat Calista sudah keluar kamar mandi, langsung mematikan laptopnya dan meletakkannya diatas meja.     

"Mau mau mau ikut. Kita akan beli souvenir dimana?" Tanya Calista, sambil mencari pakaian yang pantas untuk dipakai keluar kamar.     

"Dekat sini banyak toko souvenir buka. Jangan pakai pakaian terbuka, ruammu biar tidak terkena angin." Titah Darren sambil memasukkan dompet dan ponselnya kedalam celana panjangnya.     

"Cih, bukan ruam yang aku khawatirkan terlihat. Tapi, bekas kiss mark darimu yang aku malu kelau kelihatan orang-orang." Gumam Calista dengan suara paling rendah.     

"Aku mendengarmu. Dan, jangan sampai aku memberikan jejak baru sebelum jejak lama hilang." Seringai senyum mematikan dari Darren membuat Calista menghela napas kasar.     

Calista memilih sweater dengan kerah turtle neck dan rok sepanjang betis dengan warna coklat sewarna kulit yang sejuk. Sedangkan Darren mengenakan kaos kerah polo dengan celana panjang bahan warna hitam.     

Darren mendekap bahu Calista seperti kebiasaanya saat berjalan berdua. Mereka memutuskan untuk berjalan kaki saja karena jaraknya yang tidak begitu jauh. Sepanjang jalan menuju toko souvenir, Calista terpesona dengan semua pemandangan khas Bali yang menarik perhatiannya. Semua toko didepannya pasti ada sesajen di sudutnya. Panggilan khas bli untuk pria dan mbok untuk wanita. Calista menikmati berbelanja di sepanjang jalan kaki lima. Darren yang mengikutinya dari belakang, mendapat tatapan penuh kekaguman dari semua perempuan yang melihatnya.     

"Sayang, sepertinya belanja hari ini sudah cukup. Aku mau ajak kamu ke tempat lain." Darren berbisik di atas telinga Calista yang sudah menenteng 3 paper bag namun masih berkeliling mencari barang lain yang ingin dibeli.     

"Loh kemana? Aku belum selesai." Jawab Calista mengerutkan dahinya.     

"Aku tidak nyaman." Darren menarik tangan Calista dan membawanya keluar dari area pasar souvenir.     

"Fyuhh, akhirnya …" Darren menarik napas lega begitu sampai didalam mobil.     

"Kenapa sih? Kamu kepanasan tidak kuat? Hmm, kalau begitu kenapa tidak ke mall saja?" Jawab Calista dengan tatapan penuh menyelidik.     

"Tidak apa. Sekarang kita makan siang dulu ya. Aku lapar. Dan, kali ini aku yang memilih tempatnya." Darren menyela ucapan Calista yang sepertinya akan mengusulkan tempat makan berikutnya. Calista hanya menyeringai pasrah.     

Tempat makan yang dipilih Darren kali ini adalah sebuah restoran bertaraf internasional.     

"Untung aku tidak pakai kaos oblong kesini. Pria ini benar-benar sesuatu. Tidak memikirkan perasaan orang lain." Gerutu Calista dalam hati sambil menatap Darren lamat-lamat.     

"Kenapa? Apa kamu tidak suka tempat ini?" Tanya Darren kebingungan karena Calista menatapnya tanpa berkedip.     

"Tidak ada. Baiklah kamu yang pesan saja." Jawab Calista.     

"Ayam betutu satu porsi dengan nasi dua porsi plus minuman jus tomat dua." Darren mengembalikan buku menu kepada pelayan yang menunggu orderan sepasang suami istri.     

"Darren? Haiii, lama tidak berjumpa. Apa kabar kamu?" Seorang perempuan cantik tiba-tiba datang dari arah belakang Calista dan menghampiri Darren lalu memeluknya mesra.     

"Grace, kapan kamu datang?" Tanya Darren pada perempuan yang merangkulnya tiba-tiba .     

"Beberapa hari yang lalu. Ahh, perempuan mana lagi yang menemanimu kali ini?" Calista tersenyum tipis melihat interaksi antara suaminya dan perempuan lain lagi. Haruskah aku membuat adegan seperti saat dia bersama Britney?" Batin Calista.     

"Kamu jangan coba-coba pergi dari sini seperti terakhir kali aku temukan basah kuyup kehujanan." Batin Darren dengan mata menatap Calista tanpa berkedip.     

"Perkenalkan, Calista, ini Grace temanku dan Lewis juga Jack saat kami masih kecil. Grace, ini Calista, istriku." Jawab Darren dengan santai.     

"I-istri. Kamu-kamu tidak becanda kan Darren?" Grace memandang Calista dengan tatapan permusuhan. Calista yang melihatnya tidak peduli. Bukan kali ini saja dia dipandang musuh dan ditatap seolah akan ditelan dan dihajar ditempat.     

"No, dia memang istriku. Kamu datang bersama siapa?" Tanya Darren sambil merapatkan duduknya dekat Calista. Darren khawatir Calista akan berdiri dan keluar lagi tiba-tiba meninggalkan dia.     

"Dia datang bersamaku." Sebuah suara berat yang tidak asing terdengar di telinga Calista, datang dari arah belakang dirinya dan Darren.     

"Lewis?" Darren mengerutkan dahi terkejut.     

"Darren, Calista. Ternyata selain hubungan kerja antara bos dan karyawannya, ternyata kalian adalah sepasang suami istri." Jawab Lewis sambil tersenyum dan menempati kursi kosong yang ada disebelahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.