Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 97: Makhluk Penghisap Darah



BAB 97: Makhluk Penghisap Darah

"Itu adalah asumsi yang salah kaprah. Makanan ibu hamil ya tetep untuk ibu hamil. Janin kan makan dari makanan yang dikonsumsi sang ibu." Calista mulai bersiap untuk menyuapkan sendok pertama ke mulutnya.     

"Tapi, aku tidak mau kamu diet-diet segala. Kalau memang baby minta makan, makan saja. Kalau mau makan apa saja, tinggal bilang ke Hera. Dia siap sedia melayani kamu." Perintah Darren sambil mengiris potongan iga bakar kemulutnya.     

"Hmm …"     

"Hmm?"     

"Hmm …"     

"Kamu sudah mulai berani mengcopy paste apa yang aku lakukan?" Darren menatap Calista dengan pipi gembungnya yang menggemaskan karena sedang mengunyah makanan.     

Calista menunjuk ke pipi gembungnya dan membuat gerakan untuk tidak berbicara saat sedang makan.     

"Cih!" Darren berdecih geli. Mereka berdua melanjutkan sesi makan siang tanpa berbicara lagi sampai benar-benar selesai menghabiskan hidangan diatas meja.     

-----     

"Bagaimana? Kamu suka?" Pria berpostur tinggi besar namun tetap atletis di usia paruh bayanya, yang baru saja menyelesaikan rapat penting dengan kliennya seorang pengusaha muda, berjalan mendekati seorang wanita yang sedang duduk di tengah-tengah taman yang penuh dengan bunga dan aneka tanaman rempah-rempah.     

Wanita yang disapa tersebut tidak langsung menjawab. Dia hanya mengamati sekeliling dan berjalan mendekati setiap pohon satu demi satu.     

"Apa maksudmu membawaku kesini dengan tiba-tiba? Kamu ingin mengurungku lagi?" Agnes, wanita yang masih cantik di usianya yang tahun ini menginjak empat puluh tahun, mengalihkan pandangannya dari bunga ke pria yang berdiri tegap di belakangnya dengan balutan setelan jas hitam.     

"Beri aku kesempatan kedua untuk menebus segala kesalahanku dimasa lalu. Dulu aku begitu naïf dan tidak tahu arti dari pernikahan. Karena aku tidak punya role model dalam menjalankan pernikahan." Donni berjalan mendekat dan duduk di kursi yang semula di tempati Agnes.     

"Sekarang sudah ada? Oh iya aku lupa, setelah cerai dariku, kamu kan sudah menikah dua kali ya. Pasti sekarang lebih pengalaman. Cih!" Agnes menyeringai sinis sambil menggeleng-gelengkan kepala. Kakinya terus melangkah menuju suatu tanaman yang seketika menarik perhatiannya. Sebuah tanaman berbunga yang sedang mekar sempurna, Helianthus Anuus. Atau yang biasa disebut Bunga Matahari.     

"Bunga kesukaanmu. Aku ingat, dulu kamu suka berlama-lama di taman hanya untuk melihat bunga ini mekar. Sekarang kamu bisa menikmatinya sepuas hati." Donni melihat bunga yang menarik perhatian Agnes. Demi mengalihkan topic pembicaraan tentang menikah dua kali, Donni merubha tema pembicaraan diantara mereka berdua ke bunga nasional negara Ukraina tersebut.     

Agnes tahu kalau Donni sengaja mengalihkan tema pembicaraan. Namun, dia pun malas untuk melanjutkan pembicaraan tadi. Bukankah memang pria tidak seperti wanita yang bisa menahan nafsu biologisnya.     

Agnes pernah membaca sebuah buku yang menulis bahwa hasrat seksual pria bukan saja lebih kuat, tapi juga lebih to the point dibanding wanita. Mereka bisa terangsang kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja. Sedangkan, wanita baru bisa bergairah jika didahului oleh makan malam romantis ditemani bunga-bunga. Dan, Agnes selama dua puluh tiga tahun ini selalu menyibukkan dirinya dengan kembali ke kampus lalu bekerja. Tanpa pernah memberi lampu hijau untuk para pria singgah di hatinya.     

"Ya, aku menyukai bunga matahari. Warna kuningnya selalu bisa memberikanku energi positif ketika aku memandangnya. Bunga ini juga merupakan lambang matahari yang selalu memberikan kehangatan bagi siapa saja yang memeliharanya." Ujar Agnes sambil menyentuh helaian bunga berwarna kuning tersebut.     

"Kalau aku menyukai mereka karena bunga matahari itu patuh dan setia. Mereka selalu mengikuti ke mana arah sinar matahari tertuju. Dari mulai terbit hingga terbenam, bunga matahari selalu mengikuti arah gerakan cahaya matahari." Donni tersenyum penuh arti. Sementara, Agnes memutar bola matanya karena dia tahu kemana arah kalimat yang diucapkan Donni.     

"Aku punya pekerjaan disana. Aku tidak bisa menetap disini." Agnes mulai mengatakan inti dari perbincangan mereka.     

"Sebagai seorang desainer interior? Please Agnes, kamu bisa melakukan itu dimana saja. Bahkan didalam taman ini." Jawab Donni sambil menyeringai tipis.     

"Mana bisa? Aku harus bertemu klien." Sanggah Agnes. Dia berusaha mencari celah untuk tidak tinggal di rumah ini.     

"Aku tahu kamu baru saja menyelesaikan orderan terakhir dengan klien dari Singapur. Sekarang kamu masih free. Aku benar bukan?" Donni terus menjawab semua sanggahan Agnes yang dia sendiri sudah menyelidikinya sebelum Agnes membuat banyak alasan penolakan.     

"Huh, kamu pasti menyelidiki semua yang aku lakukan. Tidak bisakah kita hidup masing-masing dan tidak berhubungan lagi satu sama lain? Aku sudahmenyukai hidup sendiri tanpa ada kekangan dan aturan." Agnes memunggungi Donni yang sejak tadi terus menatapnya tanpa jeda. Manik bola mata hitamnya seolah bisa menelanjangi semua yang ada di hadapannya.     

Donni mendekati Agnes dan memeluk tubuhnya dari belakang sambil berbisik, "Tapi aku tahu, kamu sangat merindukan pelukan dan cumbuan dariku. Bibirmu bisa berkata tidak, tapi tubuhmu berbicara jujur."     

Agnes melebarkan bola matanya dan melepaskan dua tangan besar yang membelit tubuhnya dari belakang.     

"Lepaskan aku! Kamu yang memaksaku. Tenagamu lebih kuat dariku, mana bisa aku melawan?" Agnes ingin pergi namun justru tubuhnya diputar ke arah Donni dengan mencengkeram kedua lengannya.     

"Dan … aku menginginkanmu lagi sekarang juga." Donni merayu sanubari Agnes dengan cara paling sensual dan menggoda. Dengan suara yang serak dan berat, Agnes merasakan bahwa dirinya sedang terhipnotis dan tidak bisa menolak apapun yang Donni katakan. Memang benar apa yang dikatakan Donni, dia hanya wanita normal yang juga membutuhkan belaian dan kasih sayang seorang pria. Dan ketika kedua hal itu ditawarkan suaminya sendiri, apakah dia masih bisa menolaknya?     

"Donni, hentikan. Lepaskan aku!" Agnes mencoba membuang hasratnya jauh-jauh. Dia tidak ingin lagi terlena dengan hubungan intim yang telah Donni dan dia lakukan saat dirumahnya beberapa hari yang lalu.     

"Kenapa? Apa kamu sedang datang bulan?" Donni mengatakannya dengan mudah namun Agnes terkejut mendengarnya.     

"Kamu! Bu-bukan itu… intinya aku tidak bisa." Agnes meronta berusaha melepaskan diri namun pelukan Donni benar-benar tidak bisa dilepaskan meski sesenti pun.     

"Kamu jangan sembarangan bergerak. Juniorku sudah mengeras dari tadi karena gesekan yang kamu lakukan dibawah sana." Donni tersenyum nakal dan geli melihat tatapan polos Agnes yang panik.     

"Apa? Aaahhh … lepaskan aku! Atau aku gigit kamu!" Agnes mengancam sambil menampilkan deretan gigi putihnya yang ingin terlihat seperti makhluk penghisap darah. Tapi, dimata Donni justru seperti anak kecil yang sedang ngambek dengan expresi menggemaskan.     

Bukan tanpa alasan Agnes memilih menggigit dibandingkan mencekik leher Donni atau memukulnya. Karena seluruh tubuh Donni sekeras besi yang justru akan membuat tangannya sakit. Namun, bila menggigit, dia pasti tidak akan tahan. Intinya, Agnes ingin melarikan diri dari cengkeraman Donni saat ini juga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.