Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 108: Perempuan Mungil Pencari Gara-gara



BAB 108: Perempuan Mungil Pencari Gara-gara

0"Maaf, kami buru-buru." Darren mendekap mesra lengan Calista untuk masuk ke dalam lift yang telah terbuka. Dengan segera Darren menekan tombol tutup, tidak menginginkan siapapun menghirup oksigen yang sama dengan dirinya dan Calista di dalam lift.     
0

"Cih, kamu ini seperti anak kecil." Calista berdecih sambil menatap Darren lekat-lekat.     

"Memangnya kamu lebih suka melihatku memeluk dan menciumnya? Seingatku, terakhir kali kejadian itu, kamu marah besar." Darren menatap pintu lift tanpa melirik ke Calista yang salah tingkah.     

"Kenapa diam? Apa benar kamu lebih suka aku memeluk dia dan menciumnya?" Kali ini Darren memalingkan wajahnya ke Calista yang menatapnya dengan mata berkilat.     

"Selama kita masih terikat pernikahan, meskipun kontrak namanya tetap saja pernikahan. Kalau kamu berbuat seperti itu lagi, aku bisa mengajukan cerai dan membawa pergi anakmu. Ingat itu?" Calista keluar dari lift dengan emosi menyalang karena terpancing gurauan Darren. Darren mengerjap-ngerjapkan mata mendengar apa yang dikatakan Calista.     

"Berani-beraninya kamu berkata seperti itu. Calista!" Darren berjalan cepat hendak mengejar Calista yang sudah cukup jauh didepan, namun Calista berjalan lebih cepat lagi demi menghindari Darren yang tampak berjalan cepat mengejarnya. Mereka berdua pun seperti pasangan yang sedang bertengkar dan berkejar-kejaran.     

"Kena! Mau kemana kamu?" Darren menangkap Calista dari belakang dan memeluk tubuhnya. Calista menggeliat ingin melarikan diri namun Darren mendekap dadanya erat bahkan menggigit telinganya lembut. Calista kegelian dan berteriak-teriak minta dilepaskan. Sungguh pemandangan yang membuat semua orang iri, apalagi untuk yang tidak punya pasangan tetap. Seperti Lewis dan Britney yang melihat mereka dari kejauhan.     

"Kurang ajar! Bisa-bisanya mereka bermesraan didepan semua orang." Britney mengeraskan rahang dan mengepalkan tangan geregetan.     

"Huh, sudah mulai berani tampil di muka umum ternyata." Lewis memalingkan wajah dari pemandangan yang merusak jiwa jomblonya. Dia datang ke rumah sakit untuk menjengul om dan tantenya yang tidak lain adalah tuan dan nyonya Anderson.     

"Lepaskan Darren, banyak orang aku malu!" Calista mencoba melepaskan pelukan Darren di dadanya.     

"Berjanji dulu, kamu tidak akan berkata seperti itu lagi!" Titah Darren.     

"Iya iya aku janji. Habisnya kamu bicara yang tidak-tidak." Calista mengerucutkan bibir.     

"Karena kamu yang memancingnya duluan." Jawab Darren tidak mau kalah.     

"Iya iya, sudah lepaskan aku! Malu banyak orang ih." Calista bisa melihat tatapan dari semua orang yang beraneka macam ekspresi. Ada yang senyum-senyum, menyeringai sinis, bahkan ada yang iri sekaligus benci.     

"Aku lepaskan karena aku lagi baik." Darren merenggangkan dekapannya dan menggandeng tangan Calista menuju mobil yang telah menunggu mereka di lobi.     

"Kamu itu benar-benar pria tidak tahu malu!" Calista berjalan sambil menunduk demi menghindari tatapan dari semua orang.     

Darren tersenyum penuh kemenangan.     

"Sekarang aku antarkan dulu ke butik." Darren berkata.     

"Hmm …" Calista yang masih malu, malas menjawab lebih panjang. Namun kali ini, Darren memakluminya.     

Setelah beberapa saat lamanya, Calista pun sampai di butik.     

"Dian belum datang kah?" Perempuan hamil yang masih mengenakann celana panjang pas dibadan namun masih sedikit longgar itu, mendekati supervisornya dan menanyakan keberadaan Dian.     

"Semalam kami berpisah di depan butik. Dia pulang sendiri. Seharusnya tidak terjadi apa-apa." Jawab salah seorang karyawan senior.     

"Ya sudah, kalian lanjutkan saja pekerjaan kalian." Calista meninggalkan pengawas itu dan berusaha kembali menelpon nomer Dian. Lagi-lagi masih belum tersambung. Apa aku harus melapor polisi saja? Pikir Calista.     

Baru saja Calista ingin membuka pintu ruangan kerja sementaranya, seorang karyawan memanggil Calista.     

"Nyonya, maaf. Ada seorang perempuan yang ingin bertemu nyonya Calista di depan."     

"Siapa? Dian?" Calista sudah senang duluan karena yang sedang di telpon malah hadir di butik.     

"Bukan, nyonya. Tapi sepertinya saya melihat dia datang kemarin pas acara." Jawabnya.     

"Siapa yaa?" Calista mengerutkan alis dan bibirnya. Rasa penasaran membuatnya melangkahkan kakri menuju ruangan yang dimaksud.     

"Calista? Hai, kamu pasti kenal siapa aku." Britney, Calista sudah mengenal siapa perempuan di hadapannya.     

"Ya, mantan pacar suamiku yang masih belum move on." Jawab Calista dengan lugas.     

Britney mengeraskan rahangnya dan berdecih sinis.     

"Cih! Hanya seorang office girl yang naik pangkat menjadi istri dari seorang konglomerat. Apa hebatnya?" jawab Britney sambil mengibaskan rambut panjangnya dengan gerakan terkesan dibuat-buat.     

"Maaf, ada urusan apa kamu kemari? Aku masih banyak pekerjaan." Calista malas menjawab pertanyaan perempuan yang sudah menjadi masa lalu Darren tersebut.     

"Huh, pekerjaan ibu mertua maksud kamu? Jangan bermimpi untuk memiliki butik ini. Aku lebih dahulu mengenal beliau dan hubungan keluarga kami sangat dekat. Kamu, bukan siapa-siapanya." Britney yang sudah emosi sejak dari rumah sakit karena melihat Darren dan perempuan dihadapannya bermesraan, semakin emosi melihat Calista yang tidak mudah ditaklukan.     

"Sepertinya, kamu memang tidak punya urusan apa-apa kecuali membuat gara-gara. Kalau begitu, aku permisi karena masih banyak yang harus aku kerjakan." Calista tersenyum tipis dan memutar badannya untuk meninggalkan Britney seorang diri.     

"Kamu ingat saja! Aku adalah cinta pertama dan cinta sejati Darren. Kamu tidak akan bisa menggantikan posisiku di hatinya. Dia pasti akan memilihku, dibanding kamu yang baru dikenalnya." Britney mencoba memancing kesabaran Calista. Dia mengira Calista akan cemburu dan marah-marah. Lalu akan menangis menelpon Darren dan Darren pun akan menelponnya untuk bertemu dan meminta penjelasan. Saat itulah dia akan melakukan bagiannya untuk membuat Darren bertekuk lutut dengan memberinya obat perangsang.     

"Kalau begitu, coba telpon saja. Suruh dia datang sekarang, kalau memang dia lebih memilih kamu, yang pernah membuang cintanya demi menikah dengan pria tua kaya raya. Cih! Maaf, aku sudah tahu siapa kamu sebelum kamu mencari gara-gara denganku." Calista menyeringai sinis dan menggeleng-gelengkan kepalanya.     

Namun, tiba-tiba dia teringat dengan pria yang datang ke acara kemarin bersama Britnet. Pria itulah yang terakhir dilihat di CCTV bersama Dian dalam satu ruangan.     

"Oya, kalau boleh tahu. Dimana pria yang bersama denganmu kemarin? Sepertinya kamu sudah punya gandengan baru. Jadi, tidak perlu lagi mengejar-ngejar suamiku, bukan?" Calista membalikkan badan kembali ke arah Britney. perempuan mungil namun selalu memakai sepatu tumit tinggi minimal 10 senti itu berjalan mendekati Calista, perempuan yang lebih tinggi dibandingkan dirinya namun lebih suka memakai sepatu jenis flat shoes.     

"Tidak ada pria yang bisa menolak pesonaku. Kamu lihat saja, Darren akan kembali ke sisiku." Britney pergi meninggalkan Calista sambil dengan sengaja melewati dirinya dengan menyentuh kasar bahu perempuan hamil. Calista terkekeh melihat sikap Britney yang semula ingin memanas-manasi dirinya, malah dia yang panas duluan.     

"Cih, maaf yaa, aku tidak mudah tersulut emosi kalau hanya menghadapi perempuan seperti kamu." Gumam Calista sambil menatap Britney yang pergi dengan berjalan cepat penuh emosi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.